Bisnis.com, JAKARTA - Banyak orang tua seringkali kewalahan menghadapi sikap anak yang cenderung membangkang. Hal ini terutama terjadi pada anak-anak usai sekolah yang mulai memiliki pendirian.
Alih-alih menasehati sang anak untuk melakukan hal yang lebih baik, orang tua justru terjebak dalam amarahnya sendiri dan cenderung impulsif dalam meluapkan emosinya.
Psikolog anak dan remaja Samantha Ananta mengatakan, orang tua yang sering memarahi anak dengan cara membentak akan kehilangan hubungan atau ikatan emosional dengan sang buah hati.
Cara "memarahi" yang seperti itu menyebabkan anak semakin bersikap tertutup dan banyak memiliki rahasia sendiri. Jika demikian, orangtua makin sulit melihat perkembangan anak, bagaimana dia berinteraksi dengan temannya, apa yang sedang menjadi trend di kalangan pergaulannya serta kesulitan apa yang sedang ia hadapi.
"Akibatnya anak berkembang sendiri dan jauh dari pendampingan orangtua, padahal anak berhak mendapatkan perhatian dan bimbingan orangtua," kata Samantha.
Samantha melanjutkan, yang perlu sangat dihindari saat orang tua marah adalah berbalas marah. Artinya, perilaku marah dengan bicara berteriak, mencubit atau bahkan memukul.
Hal-hal seperti itu membuat anak semakin memiliki kesempatan untuk mencontoh perilaku orangtuanya dan dapat ia terapkan di kemudian hari.
Selain itu, menghukum anak secara berlebihan tidak akan memberinya pemahaman bahwa yang dia lakukan salah, melainkan membuat jarak makin besar antara anak dan orangtua.
Oleh karena itu, perlu seni tersendiri untuk "memarahi" anak agar tak sampai menyakitinya secara psikis dan merenggangkan ikatan emosional dengan orang tua.
Samantha melanjutkan, perlu ada pemahaman pada anak bahwa perilakunya membuat orang lain tidak nyaman.
Orang tua harus memperjelas apa yang dimaksud tidak nyaman. Misalnya anak memecahkan gelas, maka perlu dijelaskan akibat dari perilaku itu sehingga ke depannya anak perlu lebih berhati-hati dan segera minta maaf jika salah.
Jika anak Anda cenderung keras kepala dan sulit untuk menerima nasehat orang tua dan orang lain, maka perlu terlebih dahulu dipahami, apakah hal ini terjadi karena memang tipe temperamennya yang sulit, atau sikap keras kepala ini merupakan hasil belajar karena melihat sikap orangtua yang juga keras.
Menurutnya, menghadapi anak yang keras tentu membutuhkan waktu yang lebih lama untuk memberikan penjelasan yang logis terhadap suatu hal. Penjelasan logis ini penting agar anak dapat memiliki pemahaman yang lebih baik.
Selain itu, membiasakan diri memberi penjelasan logis juga sekaligus melatih diri sebagai orangtua juga agar mendengarkan aspirasi dari anak.
Dengan demikian, ada komunikasi dua arah yang terjalin. Jika orangtua berbicara dan ditanggapi kritis oleh anak, artinya anak mendengarkan dan menyimak hal yang disampaikan orangtua.
"Maka penting juga orangtua mendengarkan apa yang disampaikan oleh anak," ujarnya.