Bisnis.com, JAKARTA--“Ibarat menyiangi pohon membersihkan dari hama-hamanya. Cukup hanya hamanya saja yang disiangi jangan pohonnya yang ditebang. Biarkan pohonnya tetap menjadi pohon kebaikan yang memberi banyak manfaat”.
Itu adalah gambaran proses berpuasa menurut CEO dan Founder ESQ Leadership Center Ary Ginanjar Agustian. Namun selama ini banyak orang yang berpuasa dengan menebang semua potensi yang ada. Sehingga puasanya tidak memunculkan fitrah dan potensi kebaikan.
Sudah berjuta-juta orang berpuasa di seluruh dunia, tak terkecuali Indonesia.Namun, meski sudah rutin berpuasa setiap tahunnya, terkadang tidak menghasilkan perubahan apapun dalam kehidupan. “Sudah puasa tapi tidak ada perubahan, bahkan tidak ada kemajuan, lantas apa penyebabnya?” katanya.
Ketika puasa dia memerangi nafsu namun sering salah tembak, sampai-sampai sifat rajin, disiplin, semangat, tangung jawab, dan kerja-keras pun ikut tertembak tembak dan mati.
Ary mejelaskan ada satu hal penting yang harus dimiliki setiap orang ketika berpuasa yakni niat. Meskipun sudah melakukan ibadah puasa namun tanpa niat, artinya puasa tidak sah. Pasalnya hakikat dari puasa adalah niat. Dia melanjutkan niat yang dimaksud terbagi menjadi tiga kategori yakni fisik, emosional, dan spiritual. “ Ini yang harus dikuasai ketika berpuasa,” tambahnya.
Pasalnya, puasa bukan hanya perkara menahan haus dan lapar atau hawa nafsu fisik saja, namun juga puasa emosi, dan spiritualitas. Seseorang yang tidak mampu mengendalikan diri dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan jasmani tak jarang melakukan hal-hal negatif, berlebihan, bahkan menghalalkan segala cara dari mulai mencuri, manipulasi, korupsi.
Setelah berhasil menahan lapar bisa melahirkan rasa empati kepada sesama. Apalagi salah satu kewajiban di bulan Ramadan adalah zakat fitrah, yakni setiap muslim berbagi atau menyisihkan sedikit hartanya bagi mereka yang kurang mampu.
“Selama ini kita hanya sibuk dengan ‘kemasan’ misalnya baju,tas, parfum, jam tangan, tapi kita lupa fitrah diri kita. Kita harus membuka ‘kemasan’ dan harus lebih mengenal jati diri. Itu yang dibutuhkan,” jelasnya.
Selain menumbuhan jiwa empati, puasa juga meningkatkan kercerdasan emosional yang dapat dilahirkan melalui sifat sabar. Menurutnya, mereka yang sabar dapat membentuk karakter yang pandai memanajemen atau mengontrol diri. “Untuk mencapai derajat takwa, sebagaimana tujuan diperintahkan puasa, maka seorang tak cukup menjalankan puasa fisik namun juga puasa emosi. Karena itu sangat mencerdaskan manusia,”jelasnya.
Aspek yang terakhir dan paling penting adalah aspek spiritualnya. Aktivitas puasa dan diiringi berbagai amal ibadah selama bulan Ramadan seperti shalat tarawih, tadarus, zakat. Hal tersebut dapatmembentuk karakter. Bagaimana jujur dan disiplin dibangun dengan ibadah tepat waktu, kerjasama dibangun dengan sholat berjamaah, tadarus membuat kita fokus, zakat mengasah empati dan kepedulian.
Dia menilai banyak orang tidak memahami hakikat berpuasa, sehingga ketika bekerja di bulan puasa menjadi malas, tidak disiplin, dan tidak bertanggung jawab. Akhirnya mereka menjadi tidak produktif lagi. Selama ini bulan puasa dijadikan alasan untuk tidak melakukan kerja keras. Bisa saja itu puasa menjadi hal yang ditakuti pengusaha dan instansi karena membuat karyawan tidak produktif.
Seperti Perang Badar yaitu perang terbesar di jaman Rasulullah terjadi di bulan puasa. Demikian juga dengan kemerdekaan negara Republik Indonesia dari penjajah terjadi di bulan puasa. “Hal ini menandakan bahwa di bulan puasa justru seharusnya kinerja dan kerja keras meningkat.”