Foto: Official Petualanga Garuda Cilik
Entertainment

Mengemas Mitologi Jadi Animasi

Reni Lestari
Senin, 14 Oktober 2019 - 14:24
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Cerita rakyat yang membentangkan kekayaan budaya Indonesia sejatinya adalah gudang inspirasi tak berbatas bagi industri kreatif Nusantara, tak terkecuali animasi.

Melejitnya pamor animasi diantara cabang industri kreatif lainnya belakangan ini, dapat menjadi pintu masuk bagi pelestarian budaya, kearifan lokal, sekaligus mendatangkan manfaat ekonomi dari cerita itu sendiri. Namun demikian, secara praktik industri, adaptasi mitologi dan cerita rakyat menjadi animasi harus menemui beberapa tantangan.

Chandra Endroputro, sutradara animasi Temotion memaparkan, mitologi yang berserakan di setiap penjuru negeri, mengandung kekayaan cerita yang berpotensi dikembangkan dalam bentuk animasi. Namun, ada pergerakan selera masyarakat dari masa ke masa yang membuat cerita rakyat mungkin tidak mudah disiasati menjadi sajian yang menarik.

Selain itu, secara struktur cerita, mitologi umumnya mengandung pesan yang disajikan dalam bentuk simbol-silmbol sehingga perlu minat khusus untuk memahaminya. Struktur cerita yang cenderung simbolik inilah yang perlu disiasati sedemikian rupa menyesuaikan dengan karakter penonton di era kekinian.

Chandra memberi contoh, saat menyutradarai film animasi "Petualangan Garuda Cilik", dia banyak melakukan penyesuaian struktur cerita hingga karakter utama, dari kisah aslinya yang dicuplik dari asal-usul Garuda Wisnu Kencana. Dalam cerita aslinya diceritakan seorang raja memiliki 100 orang istri, salah dua diantaranya, Kadru dan Winata, berselisih dan bersaing untuk merebut hati sang raja.

Dinilai tidak sesuai dengan target penonton yakni anak-anak dan keluarga, Chandra pun meyusun premis dengan ide serupa dan menyederhanakan struktur. Film animasi tersebut diketahui meraih penghargaan film animasi pendek terbaik di Festival Film Indonesia (FFI) 2015.

"Saya ingat marketnya anak-anak, jadi dibuat premisnya, seorang anak yang ingin berbakti kepada orang tuanya kemudian dijadikan kendaraan Dewa Wisnu," ujarnya.

Dia melanjutkan, meski berangkat dari mitologi dan cerita rakyat, karya animasi haruslah imaginatif dan mengeksplor mimpi dan khayalan penonton. Selain itu, ia juga tak lupa untuk menyelipkan unsur komedi dan aksi pada karya-karya animasinya.

"Cerita tradisional harus dibuat dari point of view penonton, tetapi kebanyakan tidak begitu," lanjutnya.

Di lain sisi, industri animasi di Indonesia yang masih seumur jagung ini, juga menghadapi persoalan sumber daya manusia yang terbatas. Aditya Triantoro, CEO The Little Giantz Studio sekaligus produser eksekutif kartun "Nussa" mengatakan, permintaan SDM untuk industri animasi dalam negeri tengah melejit saat ini. The Little Giantz Studio sendiri saat ini baru dikendarai oleh kurang lebih 100 animator dan artis.

"Kalau saya ditanya, butuh berapa orang? Saya akan jawab 1.000 bahkan 10.000, sayangkan SDM di bidang ini masih out of stock sekarang," katanya.

Serial animasi "Nussa" yang pertama kali populer di platfom Youtube, disebut-sebut menjadi angin segar bagi industri animasi Indonesia. Tak hanya di dalam negeri, serial ini juga disambut hangat di sejumlah negara tetangga.

Pada bulan Ramadan tahun ini, di Indonesia Nussa diputar di Net TV, dan di Malaysia diudarakan melalui Astro TV. Aditya menerangkan, selama 10 tahun terakhir, rating animasi Astro TV Malaysia selalu dijuarai oleh "Upin & Ipin". Namun, pada Ramadan kemarin, Nussa berhasil menyalip dan "Upin & Ipin" dan menjadi yang terpopuler.

Selain itu berdasarkan Youtube report, Nussa juga banyak ditonton netizen Amerka Serikat, Jepang dan Australia.

"Saya ingin bilang, Indonesia bisa [menghasilkan karya animasi kelas dunia]. Kita mampu," katanya.

Dari serial animasi di platform Youtube dan TV, Nussa kemudian merambah ke bisnis merchandise dan event. Ke depan, Nussa hendak dikembangkan menjadi wahana di Dunia Fantasi (Dufan), serta film animasi layar lebar yang diproduksi Visinema Pictures. Wahana rumah Nussa di Dufan diproyeksi bisa dikunjungi pada Desember 2019-Januari 2020, sedangkan film layar lebarnya diharakan tayang pada tahun depan. Pengembangan sebuah karakter itulah yang disebut Aditya sebagai 360 derajat dari bisnis platform animasi.

Hal yang sama juga diakui oleh ilustrator Muhamad Taufik, atau yang dikenal dengan nama tenar Emte. Buku komiknya bertajuk "Gugug!" yang mengangkat karakter seekor anjing, kemudian diadaptasi menjadi merchandise dan branding berbagai merk ternama.

Emte menekankan, salah satu yang paling penting dari proses kreatif menciptakan karakter adalah pendaftaran hal cipta. Melalui langkah tersebut, "Gugug!" digaet sejumlah brand seperti Puma dan Giordiano menjadi produk edisi spesial.

Setelah menemui pembaca dan penggemar dalam bentuk komik, merchandise dan branding produk, "Gugug!" juga direncanakan diangkat ke layar lebar.

"Kebetulan saya kenal baik dengan sutradara Edwin dari Palari Film dan kami akan kerjasama untuk mengangkat "Gugug!" menjadi film animasi panjang," katanya.

Penulis : Reni Lestari
Bagikan

Tags :


Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro