Bisnis.com, JAKARTA – Narsisme merupakan gangguan kepribadian yang ditandai dengan sifat-sifat seperti rasa mementingkan diri sendiri dan kebutuhan untuk menerima kekaguman dari orang lain.
Kostas Papageorgiou, seorang dosen psikologi di Queen’s University Belfast, Inggris menyatakan bahwa narsisme adalah bagian dari apa yang disebut sebagai dark tetrad, mencakup machiavellianisme, psikopat, dan sadisme.
Menurut dia ada dua dimensi utama dari narsisme, yakni muluk (grandiose) dan rentan (vulnerable).
Narsisme yang rentan cenderung lebih defensif dan memandang perilaku orang lain sebagai musuh. Sementara, narsisme yang muluk biasanya memiliki perasaan superior yang berlebihan dan cenderung senang dengan pujian.
Kendati merupakan sifat yang dianggap negatif, Papageorgiou mencoba mengeksplorasi apakah gangguan kepribadian ini juga memiliki beberapa sifat positif yang dapat membantu menjaga kesejahteraan psikologis seseorang.
“Yang dipertanyakan adalah, jika narsisme merupakan contoh buruk yang sangat beracun bagi kehidupan sosial, lalu mengapa mereka bertahan dan mengapa mereka justru meningkat di masyarakat modern?" katanya seperti dikutip Medical News Today, Kamis (31/10/2019).
Papegeorgiou bersama rekannya baru-baru menerbitkan dua makalah yang menunjukkan bahwa orang-orang dengan karakteristik narsisme ternyata memiliki ketahanan yang lebih besar terhadap stres dan kecil kemungkinannya mengalami depresi.
Kedua makalah itu menganalisis data dari tiga studi yang berbeda. Dalam makalah pertama, para peneliti bertujuan untuk menilai apakah individu narsis menunjukkan ketangguhan mental yang lebih tinggi.
Pada makalah kedua, peneliti mengamati bahwa orang dengan sifat narsisme juga memiliki tingkat stres yang lebih rendah dibandingkan dengan orang yang tidak memiliki sifat ini.
“Hasil dari semua penelitian yang kami lakukan menunjukkan bahwa narsisme berkolerasi dengan komponen ketangguhan mental yang sangat positif, seperti kepercayaan diri dan orientasi tujuan serta melindungi diri dari gejala depresi dan stres,” jelasnya.
Papageorgiou menekankan bahwa nyatanya narsisme tidak selalu buruk, tetapi bukan berarti pula hal itu menjadi baik. Penelitiannya menunjukkan bahwa ada keragaman gagasan yang perlu diketahui untuk dijadikan bahan mengambil tindakan yang tepat terkait orang-orang narsistik muluk.