Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyebut anggaran obat anti retroviral (ARV) untuk pengidap HIV/AIDS tahun 2018 berasal dari APBN sebesar Rp809 hingga 810 miliar.
Sumber dana ini tak lantas disertai dengan bantuan dari dana hibah The Global Fund to Fight AIDS, Tuberculosis and Malaria (GF ATM).
"Kalau saya tidak salah kemungkinan dari APBN. Kalau dari Global Fund tidak ada. Anggaran ARV tahun 2018 dari APBN sekitar Rp809 hingga Rp810 miliar," ujar Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung ( P2PML), Wiendra Waworuntu kepada Bisnis.com saat ditemui di Gedung Kemenkes, Jakarta, Jumat (15/11/2019).
Wiendra menjelaskan proses pengadaan obat ARV melalui pengadaan di Direktorat Obat Publik dan Perbekalan Kemenkes yang meliputi proses secara ekatalog, ataupun lelang sesuai prosedur yang ada.
Dijelaskan, ada beberapa vendor baik perusahaan farmasi ataupun distributor yang dapat dilihat dalam list LKPP (katalog).
"Kami hanya mengusulkan jenis obat, sediaan dan jumlah. Untuk obat yang kedaluarsa disimpan dalam gudang Direktorat P2PML. Adapun proses distribusinya berjenjang, dari pusat ke instalasi farmasi dinas kesehatan provinsi, ke instalasi farmasi dinkes kabupaten/kota dan selanjutnya ke fasilitas pelayanan kesehatan yang melakukan pemberian ARV untuk sampai ke pasien," terangnya.
Menanggapi temuan Badan Pengawas Keuangan (BPK) perihal kasus obat ARV yang kedaluarsa, lanjutnya, Kemenkes sedang melakukan proses pemusnahan.
"Setelah audit selesai, tentunya sesuai SOP logistik obat akan dipisahkan, agar tidak tercampur dengan obat yang masih dalam keadaan baik. Pada akhirnya, tentu akan dikerjakan penatalaksanaan lebih lanjut untuk obat-obat yang telah kedaluarsa, biasanya kita melakukan pemusnahan. Sementara saat ini sudah diproses (pemusnahannya)," pungkasnya.