Dua telapak tangan yang mulai keriput memegang erat pengeras suara erat-erat. Tangan kanan menggenggam bagian badan microphone tepat dekat penyaring, tangan kiri berada di bawahnya.
Marchadi namanya, pria berusia 59 tahun. Dia bekerja sebagai pedagang mesin percetakan. Mesin-mesinnya dibeli dari Taiwan dan China untuk dijual kembali di Indonesia. Pekerjaan tersebut telah ditekuni selama puluhan tahun.
Pria yang akrab disapa Hadi, memegang mic bukan untuk menceritakan pekerjaan yang dilakukan semasa muda kepada hampir 100 pasang mata. Namun, tentang kisahnya sebagai penderita kanker paru.
Dokter mendiagnosa Hadi bahwa ditubuhnya telah ada sel kanker sejak 2014. Bak petir disiang bolong, Hadi dan keluarga terkejut. Hanya bayang-bayang penderitaan menuju kematian yang terbesit.
Tak ada ciri khusus yang dirasakannya. Hadi sempat merasakan sesak pada dada dan memutuskan melakukan pemeriksaan ke dokter spesialis jantung. Kala itu tak ada gejala yang mencolok, hanya merasa engap-engap saat sedang sibuk beraktivitas.
Selang beberapa pekan kemudian, Hadi lebih sering berdeham tanpa merasa gatal pada tenggorokan. Saat berdeham, darah segar keluar dari mulutnya. Dia hanya terdiam dan heran.
Sejak saat itu, dia harus menerima kesakitan dari kanker yang berada di dalam tubuhnya. Tak nafsu makan hingga sakit pada kepala tak tertahankan, kadang membuatnya harus berteriak dan turun dari kasur pada tengah malam.
Diagnosa dokter yang sangat berat tersebut semakin sulit untuk dipikul karena dibarengi dengan vonis lingkungan sekitar yang sempat menjauhinya karena takut tertular. Penyakit yang diderita juga dituding sebagai kutukan dosa masa lalu.
“Awas kanker bisa menular. Mungkin itu karena dosanya sewaktu muda,” hujan kalimat tersebut tak bisa dihindari dari orang-orang sekitar.
Hadi frustasi. Kematian menghantui setiap saat. Beruntung, dia memiliki istri dan anak-anaknya memberikan dukungan agar hidup lebih panjang dari vonis dokter yang hanya bisa hidup selama 6 bulan.
Mendengar keadaan Hadi yang sedang sakit serius, keluarga besar dan teman-teman dari gerejanya bergantian mengunjungi rumahnya yang berada di Puri Indah, Jakarta Barat.
“Saya tak bisa bebas dari penderitaan. Bersyukur karena ada keluarga yang mendukung. Saya merasa sangat dihargai. Family datang untuk mendoakan dan bilang bahwa anak dan istri butuh saya.” Perlahan dengan suara bergetar, Hadi mengungkapkan kalimat tersebut.
Staf medik fungsional patologi anatomi RS Kanker Dharmais Evlina Suzanna Sinuraya mengatakan bahwa paru-paru lebih lembut dari kornea. Bila ada debu atau asap yang mengganggu maka mata akan berkedip dan juga memberikan air mata untuk mengeluarkan benda asing dan juga melindungi mata.
Dia juga menyayangkan bila ada orang-orang yang menghisap rokok dan rokok elektrik dengan mengabaikan kesehatan paru. Begitu juga orang yang berada di sekitar asap rokok menjadi perokok pasif memiliki potensi mutasi sel yang memicu adanya penyakit kanker.
“Stigma penyakit kanker menular harus dihilangkan, karena itu bukan penyakit menular. Apalagi ada stigma di masyarakat kalau penderita kanker adalah keluarga yang pernah berbuat jahat. Itu salah besar,” ungkapnya.
Sel kanker berasal dari satu sel yang berubah dan mengalami mutasi genetik. Sel tersebut lebih cepat membelah diri lebih cepat dibandingkan sel tubuh lainnya, susah mati dan tak bisa dibunuh oleh imun tubuh.
Dibutuhkan waktu yang lama untuk melihat sel kanker. Bila sel kanker agresif membelah diri dan hanya berada pasa satu tempat saja, maka bisa dilihat dari benjolan yang muncul dari permukaan kulit dan tindakan bisa langsung dilakukan.
Akan tetapi, ada juga sel kanker agresif dan masuk ke pembuluh darah lain. Sel kanker yang agresif ini bisa menyebar, seperti dari kanker payudara, paru bisa menyebar ke otak dan tulang.
Kanker paru yang berada di tubuh Hadi telah menyebar ke otak. Sel kanker pada otaknya sempat mencapai seukuran kacang hijau dan kemudian membesar seukuran kacang tanah. Sakit bukan main setiap malam dirasakannya.
Jenis kanker yang diidap oleh Hadi adalah kanker paru ALK positif. Umumnya, kanker paru dibagi menjadi 2 jenis besar yakni kanker paru bukan sel kecil atau non small cell lung cancer (NSCLC) dan kanker paru sel kecil atau small cell lung cancer (SCLC).
Sejumlah pasien NSCLC memiliki mutasi gen anaplastic lymphoma kinase (ALK) atau dikenal dengan kanker paru NSCLC ALK+ (ALK positif).
Aryanthi Baramuli Putri, Ketua Umum Cancer Information & Support Center mengatakan bahwa kanker paru merupakan penyebab kematian tertinggi akibat kanker, bahkan lebih tinggi jika dibandingkan dengan jumlah kematian dari kanker prostat, payudara dan kolorektal bila digabungkan.
Adapun tingkat survival kanker paru yang berusia 5 tahunan cenderung sangat rendah dan tergantung pada stadium ditemukannya kanker. Umumnya seseorang diketahui menderita kanker pada stadium dini sebesar 50%. Sementara itu, untuk tingkat stadium lanjut hanya sekitar 2%-19%.
Kondisi menandakan adanya tantangan dari segi ketersediaan informasi tentang kanker paru dan berbagai jenis mutasinya serta deteksi dan pengobatannya, termasuk untuk kanker paru jenis ALK positif. Malang, kini obat bagi penderita kanker paru ALK positif belum masuk dalam program jaminan kesehatan pemerintah.
Bila mengutip data Global Cancer Observatory (Globocan 2018), sebanyak 1,8 juta jiwa di dunia meninggal akibat kanker paru sepanjang 2018. Sementara di Indonesia, setiap tahunnya lebih dari 30.023 penduduk Indonesia didiagnosa kanker paru, sementara, 26.095 orang meninggal akibat kanker paru pada 2018.
Evelina menambahkan bahwa diagnosis terhadap kanker paru NSCLC ALK positif di Indonesia telah mengalami kemajuan yang sangat signifikan atas kerja sama antara pemangku kepentingan.
“Hingga 2017, kanker paru NSCLC jenis mutasi ALK belum dapat dites di Indonesia. Karena kemungkinan adanya mutasi ALK positif pada pasien tidak diketahui, maka pasien mendapatkan terapi kemoterapi standar yang memberikan hasil kurang optimal. Di sisi lain, sebagian pasien juga mengejar diagnosis dan pengobatan ke luar negeri,” tuturnya.
Kolaborasi antara tenaga medis, laboratorium dan dunia farmasi telah mampu mendiagnosis ALK di Indonesia melalui program peningkatan kompetensi para ahli patologis anatomi dari 11 rumah sakit di 10 kota di Indonesia untuk melakukan testing dan interpretasi ALK.
Selain itu, peningkatan kapabilitas infrastruktur testing ALK dengan uji coba reagen baru yang spesifik yang lebih sederhana dan lebih akurat, serta sertifikasi UKNEQAS yang berstandar internasional yang sedang dilakukan pada 4 laboratorium di rumah sakit pemerintah dan 1 laboratorium di rumah sakit swasta.
Keberadaan infrastruktur uji ALK merupakan suatu kemewahan di Indonesia. Begitu juga dengan obat penderita ALK yang mencapai Rp50 juta per bulan.
Hadi masih terbilang beruntung karena rajin menabung pada masa muda dan memperoleh dukungan ekonomi dari keluarga besar untuk membeli obat. Ia lolos dari masa kritis dan telah berjuang selam 5 tahun dengan kanker di tubuhnya. Kini Hadi berharap agar pemerintah mampu meringankan beban yang dirasakan olehnya melalui jaminan kesehatan negara.