Bisnis.com, JAKARTA - Asma merupakan salah satu penyakit kronis yang paling banyak terjadi pada anak-anak di seluruh dunia.
Dikutip dari data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), lebih dari 339 juta orang hidup dengan asma, dan banyak dari mereka mulai mengalami gejala sejak usia dini. Di Indonesia, prevalensi asma pada anak cukup tinggi, dan sayangnya masih banyak yang belum mendapatkan penanganan yang tepat.
Gejala asma sering kali samar dan kerap disalahartikan sebagai batuk pilek biasa. Anak yang mengalami batuk berulang, terutama pada malam hari atau setelah aktivitas fisik, perlu mendapat perhatian lebih.
"Bunyi mengi [napas berbunyi ngik-ngik], sesak napas, dada terasa berat, dan mudah lelah saat bermain merupakan gejala khas asma yang perlu dikenali sejak dini," ujar Dokter Wahyuni Indawati selaku Sekretaris Unit Kerja Koordinasi (UKK) Respirologi IDAI pada konferensi IDAI melalui Zoom pada Selasa (27/5/2025).
Deteksi dini sangat penting untuk mencegah perburukan gejala dan memastikan anak mendapat pengobatan yang tepat. Konsultasikan ke dokter jika anak menunjukkan gejala tersebut secara berulang.
Pemicu Asma: Lebih dari Sekadar Debu
Pemicu serangan asma atau yang disebut triggers bisa bermacam-macam. Yang paling umum adalah debu rumah, tungau, bulu hewan, polusi udara, asap rokok, dan perubahan cuaca. Namun, pemicu asma tidak terbatas pada faktor fisik, stres, kelelahan, bahkan tawa berlebihan juga dapat menjadi pemicu.
"Orang tua perlu mencatat kapan gejala muncul dan menghindari penyebabnya. Menciptakan lingkungan rumah yang bersih dan sehat, menjadi langkah awal yang sangat penting," ungkap Piprim Basarah Yanuarso, Ketua Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI).
Penanganan dan Pengobatan: Inhaler Sebagai Sahabat
Pengobatan asma pada anak umumnya menggunakan dua jenis obat: pengontrol jangka panjang dan pereda saat serangan. Inhaler adalah alat utama yang sering diresepkan oleh dokter, dan penggunaannya harus dipahami dengan benar oleh anak dan orang tua.
Penggunaan spacer (alat bantu inhalasi) juga sangat membantu dalam memastikan obat masuk ke saluran napas secara maksimal.
Anak perlu dilatih untuk tidak takut menggunakan inhaler dan memahami kapan ia harus menggunakannya. Semakin anak terbiasa, semakin mandiri dalam menangani gejala asmanya.
Baca Juga : Penyebab dan Gejala Asma yang Harus Diantisipasi |
---|
Peran Orang Tua: Dari Pengawas hingga Pendukung Emosional
Perjalanan anak dengan asma tidak hanya memerlukan obat-obatan, tetapi juga dukungan penuh dari keluarga. Orang tua perlu sigap dalam mencatat gejala, membawa anak ke dokter secara rutin, dan mengedukasi anak agar ia memahami kondisi tubuhnya. Dalam situasi darurat, ketenangan dan kesiapsiagaan orang tua sangat menentukan keselamatan anak.
Selain itu, penting bagi orang tua untuk membangun komunikasi yang terbuka. Anak perlu merasa bahwa asma bukanlah beban atau hal yang membuatnya berbeda dari teman-teman sebayanya.
Aktivitas Fisik: Tetap Bisa Bermain dan Berolahraga
Anak dengan asma tetap bisa aktif, bermain, bahkan berolahraga, selama pengelolaan gejala dilakukan dengan baik. Banyak atlet profesional juga hidup dengan asma dan tetap bisa berprestasi.
Kuncinya adalah mengetahui batasan fisik anak dan melakukan pemanasan yang cukup sebelum aktivitas. Edukasi kepada guru olahraga dan teman sekelas juga penting agar anak merasa aman dan tidak dikucilkan.
Edukasi di Sekolah: Dukungan Lingkungan yang Inklusif
Sekolah sebagai tempat anak menghabiskan banyak waktunya harus menjadi lingkungan yang mendukung. Guru dan petugas kesehatan sekolah perlu mendapatkan pelatihan sederhana mengenai asma: bagaimana mengenali gejala, kapan harus memberikan bantuan, dan bagaimana menggunakan inhaler.
Dengan pendekatan yang inklusif, anak dengan asma bisa merasa tenang dan diterima, bukan malah merasa berbeda atau terisolasi.
Hilangkan Stigma, Bangun Rasa Percaya Diri
Masih banyak anak yang menyembunyikan kondisi asmanya karena takut dianggap lemah atau berbeda. Penting bagi kita semua untuk menghilangkan stigma tersebut. Edukasi publik melalui media, cerita inspiratif, dan pendekatan empatik bisa membantu anak merasa bangga dan kuat menghadapi kondisinya.
Asma bukan penghalang untuk hidup bahagia dan sukses. Melalui dukungan yang tepat, anak bisa tumbuh menjadi pribadi yang sehat, aktif, dan mandiri.
Asma pada anak bukanlah vonis, melainkan tantangan yang bisa dikendalikan. Dengan edukasi yang tepat, penanganan medis yang sesuai, serta dukungan lingkungan yang inklusif, anak-anak penderita asma tetap bisa menjalani hidup yang aktif dan penuh semangat.
Mari bersama-sama ciptakan dunia yang lebih peduli dan ramah bagi anak-anak dengan asma karena mereka juga berhak untuk bernapas bebas dan bahagia. (Mianda Florentina)