Peneliti dari Professor Nidom Foundation (PNF) melakukan proses pemisahan cairan (ekstraksi) struktur pernafasan (respirasi) kelelawar asal Kepulauan Riau di Surabaya, Jawa Timur, Senin (10/2/2020). Penelitian respirasi kelelawar tersebut untuk memastikan apakah di dalamnya terdapat virus corona 2019-n CoV dan kemungkinan untuk dibuatkan vaksin pada tahapan proses penelitian berikutnya. ANTARA FOTO/Moch Asim
Health

Di Balik Nama Virus Corona Menjadi Covid-19

Newswire
Rabu, 12 Februari 2020 - 16:09
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Badan Kesehatan Dunia (WHO) telah mengumumkan nama dari virus mematikan yang telah membunuh ribuan orang sejak akhir tahun lalu. Orang biasanya menyebut virus corona, lainnya menulis virus novel corona.

Namun, pada Selasa (11/2/2020) waktu Swiss kemarin, WHO telah mengumumkan nama virus tersebut, yakni covid-19. Pertanyaannya, dari mana dan apa di balik penamaan virus tersebut?

Menurut Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus, nama covid diambil dari potongan masing-masing kata, seraya menunjuk tahun terjadi. Tedros mengeja 'co' berarti 'corona, 'vi' untuk 'virus', dan 'd' adalah 'disease', sedang '19' menunjuk tahun ketika wabah teridentifikasi pertama yakni pada 31 Desember 2019.

"Dan kita telah memiliki nama untuk virus itu. Dia adalah COVID-19," kata Direktur Jenderal WHO, Tedros

Menurut Tedrosn, nama COVID-19 sengaja dipilih menghindari stigma terhadap lokasi geografis, spesies hewan, atau komunitas tertentu sesuai rekomendasi internasional dalam hal penamaan. Sebelumnya, label sementara yang diberikan WHO adalah "2019-nCoV", sedang Komisi Kesehatan Nasional Cina sejak awal pekan ini telah menggunakan nama "novel coronavirus pneumonia" atau NCP.

Berdasarkan panduan yang diterbitkannya 2015 lalu, WHO menyarankan tidak menggunakan nama lokasi seperti yang pernah dilakukannya dengan virus Ebola dan Zika. Penamaan dua virus itu menggunakan nama lokasi di mana penyakitnya pertama teridentifikasi, akibatnya publik kini selalu mengaitkan lokasi-penyakit itu. 

Nama-nama yang lebih umum atau generik seperti halnya "Middle East Respiratory Syndrome atau MERS" atau "Flu Spanyol" juga kini dihindari karena bisa menciptakan stigma ke seluruh wilayah atau kelompok etnik tertentu. Menggunakan nama orang--biasanya nama penemunya--juga dilarang berdasarkan panduan terbaru WHO.

WHO juga mencatat kalau pemberian nama menggunakan nama spesies hewan bisa menciptakan kebingungan. Contoh yang ini ketika virus H1N1 populer sebagai flu babi pada 2009 lalu. Penamaan itu memukul industri babi meski penyakit flu itu sebenarnya bisa menyebar lebih luas karena penularan oleh manusia daripada oleh babi.

Penulis : Newswire
Editor : Andya Dhyaksa
Sumber : Tempo.co
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro