Obat Hydroxychloroquine./Istimewa
Health

Obat Kombinasi Covid-19 Buatan Unair, Bagaimana Pemakaiannya di Luar Negeri?

Mia Chitra Dinisari
Rabu, 19 Agustus 2020 - 20:24
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Obat covid-19 kombinasi dari BIN, TNI AD dan Universitas Airlangga kini masih menuai pro kontra, dan belum mendapatkan lampu hijau untuk izin edar.

Diketahui, tiga obat kombinasi yang diklaim efektif 98 persen itu yakni pertama, kombinasi Lopinavir/Ritonavir dan Azithromycin.

Kedua, kombinasi Lopinavir/Ritonavir dan Doxycycline. Dan ketiga kombinasi Hydrochloroquine dan Azithromycin.

Hari ini, melalui pers konferensi, Kepala BPOM Penny Lukito menyebutkan hasil inspeksi pada pusat penelitian di wilayah Bandung yang dilakukan pada tanggal 27-28 Juli 2020 menunjukkan perlunya beberapa klarifikasi data yang kritikal terhadap kombinasi obat itu.

Yaitu data laboratorium yang dapat membuktikan bahwa efektivitas kombinasi obat yang sedang diuji lebih baik daripada obat standar, serta efektivitas pada subyek dengan derajat penyakit sedang dan berat.

Pasalnya, katanya, semua kasus di SECAPA yang menjadi uji coba obat merupakan pasien dengan gejala ringan dan bahkan pasien tanpa gejala yang seharusnya tidak perlu diberikan obat tersebut.

Dia mengatakan Badan POM juga akan menilai perbaikan dan klarifikasi yang diberikan oleh peneliti dan atau sponsor. Jika perbaikan dan klarifikasi tersebut tidak dapat mendukung validitas hasil uji klinik, maka peneliti harus mengulang pelaksanaan uji klinik. Demikian dikutip Bisnis.

Beberapa jenis obat itu juga sebenarnya sudah dianjurkan untuk tidak digunakan lagi oleh tim medis di luar negeri dan juga organisasi kesehatan dunia  WHO.

Mengutip dari rilis WHO, penggunaan obat Hydrochloroquine dan Lopinavir atau rotonavir sudah disetop sejak 4 Juli 2020.

Dalam rilis resmi di laman WHO disebutkan penghentian treatment kedua obat itu karena WHO menerima rekomendasi dari Komite Pengarah Internasional Percobaan Solidaritas untuk menghentikan lengan hydroxychloroquine dan lopinavir/ritonavir.

Uji Coba Solidaritas sendiri, didirikan oleh WHO untuk menemukan pengobatan Covid-19 yang efektif untuk pasien yang dirawat di rumah sakit. Komite Pengarah Internasional merumuskan rekomendasi berdasarkan bukti untuk perawatan hydroxychloroquine vs standar dan untuk lopinavir / ritonavir vs perawatan standar dari hasil sementara uji coba Solidaritas.

Hasil uji coba sementara ini menunjukkan bahwa hydroxychloroquine dan lopinavir dan ritonavir menunjukkan tidak ada penurunan pada kematian pasien Covid-19 yang dirawat di rumah sakit jika dibandingkan dengan perawatan standar.

Karena itu, kedua obat tersebut berdasarkan hasil sementara tidak memberikan bukti kuat tentang peningkatan mortalitas.

Sementara itu, untuk jenis obat Azithromycin juga telah disetop penggunaannya oleh dokter-dokter di luar negeri. 

Dr. Faheem Younus is the Chief Quality Officer and Chief of Infectious Diseases at the University of Maryland menyatakan Azithromycin merupakan salah satu dari tiga obat yang sudah disetop pemakaiannnya untuk treatment covid-19.

Alasannya, karena tidak adanya bukti obat itu bisa menyembuhkan covid-19. Adapun dua obat lainnya yang juga disetop yakni Hydroxychloroquine dan Actemra.

Saat ini, katanya, para dokter mulai menggunakan tiga jenis obat lain yang memiliki efektivitas positif yakni Anticoagulants, Remdesivir, dan Decadron.

Dia juga menyebutkan beberapa obat lainnya yang masih dalam percobaan. Yaitu RLF-100, Ivermectin, Colchicine, dan Favipiravir.

"Terlalu cepat menyebutkan obat ini bisa menyembuhkan. Harus lolos uji terlebih dahulu," ujarnya.

Dia juga menyebutkan jika sebaiknya tim medis menggunakan pengobatan yang sudah terbukti lolos protokol uji klinis.

Sebelumnya, Epidemiolog UI Pandu Riono menyebut penelitian obat kombinasi dari Unair, BIN, dan TNI AD belum teruji dalam riset uji klinis yang memenuhi persyaratan yang baku.

Pandu menjelaskan, ada persyaratan uji klinis obat yang sesuai standar yang ditetapkan secara internasional, dan harus diregistrasi uji klinis WHO. 

Jika belum memenuhi syarat tersebut, Pandu mengatakan BPOM bisa menolak pengajuan izin edar dan produksi obat kombinasi Covid-19.

Dia juga menyatakan transparansi proses dan laporan uji klinis obat Covid-19 yg dilakukan tim Unair diperlukan agar akademis dan publik bisa menilainya.

"Hasil nya harus dilaporkan lengkap sesuai standard oleh tim peneliti ke BPOM. Perlu evaluasi semua proses penelitian sampai hasil dan kesimpulannya," tulisnya di akun twitternya.

Berikut kandungan obat-obatan yang dikombinasikan oleh Unair, BIN dan TNI AD itu :

1. Lopinavir/ritonavir adalah kombinasi dosis tetap untuk pengobatan dan pencegahan HIV/AIDS. Obat ini terdiri dari lopinavir dan ritonavir dosis rendah. Obat ini digunakan secara bersamaan dengan obat ARV lainnya.

2. AZITHROMYCIN adalah obat antibiotik generik golongan makrolida yang aktivitasnya terhadap bakteri gram positif dan gram negatif.

3. Hydroxychloroquine adalah obat yang digunakan untuk mencegah dan mengobati penyakit malaria di daerah yang malaria masih sensitif terhadap klorokuin. Kegunaan lain termasuk pengobatan rheumatoid arthritis, lupus, dan porphyria cutanea tarda.

4. Doxycycline adalah antibiotik kelas tetrasiklin spektrum luas yang digunakan dalam pengobatan infeksi yang disebabkan oleh bakteri dan parasit tertentu. Ini digunakan untuk mengobati pneumonia bakteri, jerawat, infeksi klamidia, penyakit awal Lyme, kolera, tifus, dan sifilis. Ini juga digunakan untuk mencegah malaria dan dalam kombinasi dengan kina, untuk mengobati malaria.  Doksisiklin dapat diminum atau disuntikkan ke pembuluh darah

Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro