Bisnis.com, JAKARTA – Sarah Gilbert, profesor yang memimpin pengembangan vaksin virus corona dari University of Oxford memperingatkan peningkatan risiko wabah penyakit yang ditularkan dari hewan kepada manusia.
Dia percaya bahwa penyebaran penyakit zoonosis menjadi lebih mungkin karena gaya hidup manusia saat ini dan faktor lain, seperti peningkatan kepadatan populasi, peningkatan perjalanan internasional, dan deforestasi.
Hingga kini, asal usul patogen virus corona baru masih menjadi misteri. Kendati sebagian besar peneliti dari berbagai negara percaya bahwa virus tersebut muncul pada hewan kelelawar sebelum masuk ke populasi manusia melalui inang hewan lain.
Penyakit lain yang telah menyebar ke seluruh dunia juga berasal dari hewan, seperti Ebola, SARS, dan virus West Nile. Adapun, Covid-19 merupakan virus yang paling menyebar sejauh ini dan telah menginfeksi lebih dari 25 juta orang di dunia.
Sejumlah pihak telah menyerukan upaya internasional untuk menekan perdagangan ilegal hewan liar, yang tetap menjadi salah satu ancaman terbesar bagi keanekaragaman hayati di masa depan, selain juga menjadi sarana penularan virus dari hewan ke hewan atau dari hewan ke manusia.
Menurut World Health Organization (WHO), sekitar 1 miliar kasus penyakit dan jutaan kematian terjadi setiap tahun akibat zoonosis. Sementara sekitar 60 persen penyakit menular baru yang dilaporkan secara global berkaitan dengan perpindahan dari hewan ke manusia.
Gilbert menyatakan bahwa ancaman yang ditimbulkan oleh penyakit-penyakit ini tidak akan berkurang di masa mendatang, karena dunia saat ini semakin mengglobal, “Karena hal-hal yang terjadi di dunia, kemungkinan kita akan mengalami infeksi zoonosis yang menyebabkan wabah di masa depan,” katanya seperti dikutip The Independent, Senin (31/8/2020).
Dia melanjutkan kepadatan populasi yang lebih besar, perjalanan yang lebih masif, dan penggundulan hutan di berbagai penjuru dunia membuat kemungkinan terjadinya wabah penyakit lebih besar, dan kemungkinan menyebarnya juga tinggi.
Bulan lalu, para ahli dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nations/UN) juga telah memperingatkan bahwa jumlah penyakit zoonosis akan terus meningkat kecuali ada tindakan yang diambil guna melindungi satwa liar dan melestarikan lingkungan.
Menurut laporan dari UN Environment Programme and the International Livestock Research Institute, transfer patogen dari hewan ke manusia didorong oleh kerusakan lingkungan alam, termasuk melalui degradasi lahan, eksploitasi satwa liar, ekstraksi sumber daya, dan perubahan iklim.
Di luar ancaman yang ditimbulkan oleh penyakit ini, Gilbert, yang terlibat dalam pengembangan dan pengujian vaksin flu universal, juga yakin akan ada wabah jenis influenza lain yang kuat di masa mendatang, serupa dengan yang terlihat selama musim 2017-2018.
Di Amerika Serikat, menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC), influenza menewaskan sekitar 80.000 orang sepanjang musim dingin 2017-2018, menjadikannya salah satu wabah paling mematikan dalam beberapa dekade.
“Akan ada pandemi flu lain di masa depan. Ini akan muncul lagi, [tetapi] kami tidak tahu subtipe flu apa itu. Saya sedang mengerjakan vaksin flu universal yang akan bekerja melawan semua jenis flu, apakah itu H1N1, H3N3, atau H7N7,” tandasnya.
Sejauh ini belum ada vaksin flu universal yang disetujui untuk penggunaan umum. Dia menuturkan bahwa berdasarkan pengalaman dan penelitian, ada begitu banyak virus flu yang beredar di luar sana dan itu berbahaya karena bersifat musiman dan penyebarannya bisa melalui hewan.
Dia menyebut bahwa ilmuwan telah memberantas cacar air, karena penyakit itu tidak ada pada hewan. Begitu juga dengan polio yang hampir dihilangkan dari muka bumi. Penyakit lain adalah campak yang secara teori dapat diberantas karena tidak ada reservoir hewan.
“Akan tetapi, itu tidak berlaku untuk flu. Penyakit itu ada pada banyak burung liar yang bermigrasi dan kita tidak dapat menyingkirkan reservoir itu. Ini akan terus menginfeksi orang dan kemudian akan ada pandemi lain dengan jenis flu berbeda yang belum pernah kita lihat,” ujarnya.