Bisnis.com, JAKARTA - Merawat pengidap Alzheimer sudah barang tentu bukan perkara mudah. Kerusakan sel-sel otak atau neuron membuat tingkah laku seseorang berubah drastis, sebagian besar diantaranya bahkan perilakunya cenderung menyebalkan. Oleh karena itu, tak sedikit pengidap Alzheimer yang akhirnya ditinggalkan begitu saja oleh orang-orang terdekatnya lantaran tak kuasa menghadapinya.
Direktur Eksekutif Alzheimer Indonesia Michael Dirk Roelof Maitimoe mengatakan diperlukan sejumlah persiapan untuk menghadapi orang dengan demensia (ODD), terlebih bagi mereka yang mendapatkan mandat untuk merawatnya atau menjadi caregiver. Hal yang paling utama sebagai bekal untuk menghadapi ODD adalah perasaan yang gembira dan kesabaran.
Selain itu, yang tak kalah penting adalah memahami betul bagaimana gaya komunikasi untuk menghindari kesalahpahaman. Setiap ODD mempunyai gaya komunikasi yang berbeda dan tak jarang diantaranya tidak mampu mengkomunikasikan apa yang dia maksud secara verbal lantaran keterbatasan kemampuan otaknya.
“Kita perlu memahami lebih dalam dengan mata hati kita. Jadi kita bisa paham apa yang dimaksud oleh ODD ini. Apakah dia mau makan, dia mau tidur, tetapi mengungkapkannya dengan ekspresi. Kita perlu menangkapnya dengan baik dan mengobservasi detail apa yang dimaksud dan diminta,” katanya.
Kemudian yang tak kalah penting adalah bagaimana menyampaikan sesuatu kepada ODD. Karena keterbatasan kemampuan otaknya mereka tentunya kesulitan untuk mencerna kalimat panjang layaknya orang normal.
“Sampaikan dan tanyakan kata-kata sederhana seperti apa kabar atau sudah makan atau belum? Kemudian ketika memberikan instruksi sesuatu juga perlu diperhatikan harus dilakukan bertahap dan dijelaskan. Seperti akan makan dijelaskan ini sendok, garpu, dan bagaimana cara menggunakannya,” ungkapnya.
Di sisi lain, Michael tak menampik bahwa semua orang tidak bisa menjadi seorang caregiver, termasuk anak-anak yang orang tuanya menjadi pengidap Alzheimer. Sebagai contoh, dari lima orang anak dari seorang pengidap Alzheimer hanya ada dua yang berkenan merawat orang tuanya.
Karena memang, merawat ODD bukanlah perkara mudah. Perhatian caregiver mau tidak mau harus dicurahkan sepenuhnya kepada pengidap mereka. Bahkan, tak sedikit yang harus menahan amarah atau bersedih lantaran ODD yang notabene adalah orang tua mereka berubah sikap atau malah tidak mengenalinya.
“Ada yang harus fokus atau sepenuhnya mengalihkan perhatian kepada orangtuanya yang ODD sehingga terpaksa berhenti dari pekerjaannya atau kehilangan pekerjaannya,” ungkap Michael.
Terlebih di tengah kondisi pandemi Covid-19 menjadi seorang caregiver tentu jauh lebih berat dari sebelumnya. Caregiver yang masih harus beraktivitas di luar rumah tentunya harus lebih protektif agar ODD yang rentan tidak terpapar virus.
Selain itu, mereka juga harus bisa menjelaskan serta meyakinkan ODD seberapa bahayanya Covid-19 dan tentunya alasan mengapa anggota keluarga lainnya tidak bisa menemui mereka. Caregiver dalam hal ini punya peran yang sangat penting untuk membuat mereka jauh dari kata kesepian.
Sebagai upaya untuk mengatasi permasalahan tersebut, Alzheimer Indonesia selaku organisasi non-profit yang fokus dalam pencegahan Alzheimer dan penanganan ODD, selama pandemi Covid-19 menyelenggarakan sejumlah diskusi atau pertemuan daring yang mempertemukan sesame caregiver atau pakar.
Sebagai catatan, Alzheimer’s Indonesia adalah sebuah organisasi non-profit yang memiliki visi dan bertujuan untuk membantu dan meningkatkan kualitas hidup ODD, Alzheimer, beserta keluarga dan caregivers ODD di Indonesia. Alzheimer’s Indonesia didukung oleh relawan dari berbagai usia dan profesional dari berbagai bidang seperti dokter ahli saraf (neurolog), psikiater, psycho-getriatrician atau geriatric psychiatrist (ahli kejiwaan manula), pengacara, spesialis komunikasi kesehatan, dan lainnya.
Saat ini, Alzheimer’s Indonesia memiliki perwakilan di 18 kota besar di Indonesia dan tiga kota di Eropa, yakni Groningen, Jenewa, San Fransisco.