Bisnis.com, JAKARTA - Pandemi Covid-19 mengubah wajah sosial ekologi secara drastis. Kesenian dan kebudayaan memiliki peran yang sentral dan sangat strategis, seniman bisa menggunakan medium seni untuk mengatasi krisis sosial-ekologi ini.
Dirjen Kebudayaan Kemdikbud Hilmar Farid mengatakan bahwa pendekatan budaya kesenian bukan saja merupakan satu alternatif tetapi sesungguhnya menjadi tenaga utama untuk mengatasi krisis sosial ekologi ini. Memang seharusnya ada yang bisa lebih mengangkat lebih strategis ke permasalahan ini.
“Mengapa kebudayaan seni menjadi penting yang pasti krisis sosial ekologi yang kita hadapi masih akan berlangsung. Berbagi cerita dengan seniman merupakan langkah-langkah kreatif dan inovatif, kreatifitas harus dibangun dan diperluas untuk pemulihan,” ujarnya dalam Siaran CangKir KoPPI, Senin (30/11/12).
Tujuan besar dari penyelenggaraan kegiatan ini adalah untuk mentransformasi pengalaman dan pembelajaran dalam memanfaatkan aset lokal dalam rangka adaptasi dan mitigasi menghadapi krisis sosial ekologi di berbagai wilayah.
Sementara tujuan khusus yang ingin dicapai adalah:
1. Berbagi ide dan praktik baik yang telah diinisiasi agar mampu menginspirasi banyak pihak di berbagai belahan bumi Nusantara ini.
Baca Juga Mola TV Akan Tayangkan Teater Musikal |
---|
2. Membangun lingkar belajar dan pengetahuan dalam rangka mengatasi krisis sosial ekologi dengan berbagai pendekatan termasuk seni budaya dan Inklusi Sosial
3. Menjaring berbagai ide dan praktik baik untuk nantinya dapat dibawa dalam Jambore Nusantara II pada tahun 2021 mendatang.
Salah satu seniman yang berbagi pengalaman adalah Cok Sawitri atau Cokorda Sawitri, seniman, sastrawan, dan aktivis perempuan yang banyak memberikan dukungan terhadap pelestarian budaya Bali. Ia melakukan kegiatan pelestarian tenun asli Bali yang terkait langsung dengan pelestarian tanaman pewarna alam dan pohon penghasil kapas.
Pada tahun 2017, Cok Sawitri membuat Arja Siki “Kampanye Calon Gubernur Air” menggunakan tata visual yang dirancang oleh Adrian Tan. Dibuka dengan tampilan Kelompok Penari Misra yang membawakan tarian bertajuk “Sesapi Ngundang Ujan” dengan Ida Ayu Arya Satyani sebagai koreografer.
Pagelaran ini menunjukkan bahwa pengelolaan air di Bali salah satunya Cekungan Air Tanah (CAT), membutuhkan kebijakan-kebijakan yang menyeluruh dan tidak hanya mementingkan bagian-bagian yang membentuknya. Tidak mudah membuat pagelaran yang bersinggungan dengan politik.
“Konsekuensinya dijauhi setelah bikin karya-karya strategis, dari awal seni teater saya melawan. Saya buktikan dengan kerja, saya nggak pernah berhenti bekerja dan konsisten sampai sekarang, saya nggak membangun hoax sikap saya humanis tapi tegas saya nggak suka menjilat,” ujarnya.