Bisnis.com, JAKARTA – Para pelaku usaha Startup, eCommerce, Komunitas, Kelompok masyarakat dan UMKM digital terus bersinergi mengembangkan potensi ekonomi digital di daerah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T) melalui program Dayamaya yang dikembangkan oleh Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) Kementerian Komunikasi dan Informatika.
Danny Januar Ismawan, Direktur Layanan TI untuk Masyarakat dan Pemerintah mengatakan saat ini sudah ada lima inisiatif yang mulai berproses di masyarakat dari 18 yang terpilih pada tahun 2019.
“Kami yakin dengan peran serta mereka, akan segera terjadi perubahan di daerah 3T menuju ke arah yang lebih baik,” ujarnya, Rabu (2/12/2020).
Salah satu startup yang berkesempatan memberikan kontribusi kepada masyarakat adalah Atourin, yaitu perusahaan teknologi di sektor pariwisata yang menyediakan jasa dan layanan baik secara online maupun offline untuk industri pariwisata Indonesia.
Pada tahun 2019, Autorin berkesempatan menyelenggarakan pelatihan dan sertifikasi pemandu wisata di Natuna melalui program Dayamaya.
Reza Permadi Tim Operasional Atourin mengatakan terdapat 10 pemandu wisata di Natuna sudah memiliki lisensi, lebih berani melakukan self branding, dan mulai memanfaatkan media sosial untuk melakukan promosi. Melalui pelatihan tersebut diharapkan akan ada lebih banyak lagi pemandu wisata yang berlisensi.
“Pariwisata menjadi salah satu sektor yang paling terdampak di masa pandemi ini. Untuk itu, kami membuat pelatihan secara daring bagi pemandu wisata se-Indonesia mengenai cara membuat tur virtual,” tuturnya.
Melalui pelatihan tersebut diharapkan pemandu wisata dapat memanfaatkan internet untuk menghadirkan layanan virtual tour baik kepada wisatawan dalam negeri maupun mancanegara. Apalagi saat ini tur virtual menjadi platform baru, yang dapat dimanfaatkan untuk jangka waktu panjang, tidak hanya di masa pandemi saja.
Selaras dengan Atourin, Cakap sebagai platform online pembelajaran bahasa asing juga mendukung pengembangan daerah wisata dengan meningkatkan kemampuan masyarakat dari sisi penguasaan bahasa, utamanya bahasa Inggris.
Dalam kontribusinya, pada tahun 2019 melalui program Dayamaya, Cakap telah menyelenggarakan digital assessment di Kabupaten Sabu Raijua dan Kabupaten Sumba Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), menggunakan standarisasi CEFR (The Common European Framework of Reference for Languages).
Program melibatkan peserta setingkat pelajar SMA sebanyak 250 orang, kegiatan ini dilakukan secara daring melalui ruang belajar digital dalam sebuah kelas online yang diisi oleh guru bahasa Inggris asing (ESL Teacher).
Tommy Yunus, CEO Cakap mengatakan bahwa kemampuan berbahasa Inggris sangat penting dalam usaha mengembangkan daerah wisata, karena menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi jumlah wisatawan dalam menciptakan pariwisata berkelanjutan.
Di masa pandemi ini pihaknya menggelar program pelatihan secara daring bagi penggiat dan pelaku pariwisata yang tentu saja difasilitasi oleh BAKTI, Kementerian Pariwisata dan pemerintah daerah. Cakap selaku mitra platform pembelajaran memberikan kesempatan kepada masyarakat pelaku industri pariwisata untuk belajar bahasa Inggris secara gratis.
“Sejauh ini sudah ada beberapa daerah yang mendaftar yaitu Kalimantan Selatan, Maluku Utara, Sulawesi Utara dan Bangka Belitung. Sulawesi Utara dan Kalimantan Selatan sebagai daerah terbanyak yang mendaftar menjadi peserta,” tuturnya.
Bila Cakap meningkatkan kemampuan SDM dari sisi bahasa, maka Jahitin Academy memberdayakan SDM dengan meningkatkan skill para penjahit di Provinsi NTT, khususnya di Sumba Barat dan Sumba Barat Daya.
Melalui workshop pengolahan limbah kain tenun, Jahitin mengajarkan bagaimana cara mengolah limbah tenun menjadi produk yang bernilai jual, seperti untuk membuat cushion pillow.
Tidak hanya itu, Jahitin juga membantu para penjahit agar dapat lebih mudah mengakses pasar. Dampaknya saat ini penjahit di Sumba sudah mendapatkan akses langsung berhubungan dengan Dinas Perdagangan.
“Di masa pandemi kami melakukan pelatihan kepada para penjahit, bagaimana cara membuat masker sesuai dengan standar kesehatan yang difasilitasi oleh BAKTI dan Kementerian Desa, dan Pemberdayaan Daerah Tertinggal. Hasilnya, para penjahit di Sumba berhasil mendapatkan orderan membuat 5000 masker,” kata Asri Wijayanti.
Sebagai sebuah bangsa, Indonesia merupakan negara yang memiliki keberagaman, dalam membangun daerah 3T pemerintah tentu tidak dapat bekerja sendiri. Untuk itu, peran dari para startup dan komunitas sangat diperlukan untuk bersama-sama bersinergi mempercepat pembangunan di daerah 3T.
“Dengan merangkul stakeholder strategis, kami yakin kita akan memiliki daya atau berdaya untuk bersama-sama membawa perubahan di daerah 3T. Utamanya perbaikan dari sisi perekonomian berbasis ekonomi digital. Hal ini selaras dengan campaign yang kami angkat, yaitu Berdaya Bersama,” jelas Ari Soegeng Wahyuniarti, selaku Kepala Divisi Layanan Telekomunikasi dan Informasi untuk Masyarakat.