Bisnis.com, JAKARTA - Pandemi virus corona Covid-19 telah mendorong transformasi digital bergerak makin cepat, tak terkecuali di sektor kesehatan. Percepatan adopsi kesehatan digital perlu diimbangi dengan peraturan terkait yang diharapkan bisa memberikan kepastian.
CEO Asia Pasific Medical Technology Association (APACMed) Harjit Gill mengatakan adopsi teknologi informasi komunikasi yang terjadi akibat pandemi tak terkecuali menyentuh sektor kesehatan yang menghasilkan digitalisasi di sektor ini.
Tak hanya soal pelayanan kesehatan secara digital, tapi menyangkut perizinan daring hingga pengadaan fasilitas kesehatan yang perlu disesuaikan. Pemanfaatan layanannya sendiri mencakup banyak hal seperti konsultasi daring, pelatihan tenaga kesehatan jarak jauh, diagnosis menggunakan kecerdasan buatan dan lain-lain.
Laporan dari Healthcare Information and Management Systems Society (HIMSS) dan Roche menyatakan pandemi membawa sejumlah benefit terkait hal ini. Pertama, teknologi digital dilaporkan mengurangi biaya perawatan kesehatan antara 7% hingga 11%.
Kedua, peningkatan dalam telemedis dan kesehatan elektronik memungkinkan diagnosis yang mudah dan akurat tentang kesehatan dan penyakit. Selain itu, penyebaran perangkat teknologi memungkinkan intervensi tahap awal yang meningkatkan hasil perawatan kesehatan.
Benefit ketiga adalah penggunaan sumber daya yang lebih baik. Intervensi kesehatan digital memiliki potensi besar untuk pelayanan kesehatan menjadi lebih efektif dan efisien. Penerapan teknologi juga diharapkan mengurangi tekanan pada profesional perawatan kesehatan.
Namun demikian, adopsi teknologi digital terhadap sektor kesehatan bukannya tanpa halangan. Chief Clinical Officer HIMSS Charles Alessi menuturkan ada banyak tantangan yang dihadapi dalam mengembangkan pemanfaatan teknologi di sektor kesehatan
Tantangan ini termasuk tenaga kerja yang perlu dilatih dan ditingkatkan keterampilannya dalam mengoperasikan teknologi kesehatan. Mereka perlu beralih dari pelayanan tradisional menuju digital.
Belum lagi, persoalan terkait biaya dan pendanaan yang tak sedikit, isu keamanan siber dan privasi data serta penggunaannya, infrastruktur teknis, perubahan manajemen, implementasi yang kompleks, hingga kebijakan.
Oleh sebab itu, Gill menuturkan pembuat kebijakan perlu bergerak cepat menghadirkan regulasi yang sesuai untuk mengakomodasi perubahan dan implementasi kesehatan digital yang baik.
"Pemanfaatan teknologi digital membutuhkan regulasi yang kuat. Regulasi akan mendorong implementasi teknologi di sektor kesehatan dengan lebih luas sehingga kita akan lebih siap menghadapi krisis kesehatan di masa mendatang," katanya.
Pengalaman Asia Pasifik
Alessi menuturkan bahwa digitalisasi sistem kesehatan sudah mulai diterapkan di beberapa negara di Asia Pasifik. Bahkan negara seperti Singapura, Korea Selatan, dan Australia telah memiliki model kesehatan digital yang mumpuni.
Singapura telah menjalankan layanan perawatan kesehatan dengan pemanfaatan teknologi. Dari segi regulasi, The Lion City itu juga telah memiliki kerangka aturan software as a medical device (SaMD), artificial Intelligence/Machine Learning (AI/ML) yang menunjang implementasi teknologi di sektor kesehatan.
Korea Selatan juga telah mempercepat reformasi peraturan, termasuk mengenai standar yang jelas untuk de-identifikasi informasi pribadi serta konvergensi data publik dan swasta menggunakan ponsel, pembayaran kartu kredit, dan teknologi lain. Tak ayal negara ini terbilang sukses dalam penanganan pandemi Covid-19.
Adapun di Indonesia, Presiden Direktur PT Prodia Widyahusada Tbk. Dewi Muliaty menuturkan bahwa sejumlah regulasi dan kebijakan terkait layanan kesehatan digital di dalam negeri telah dikeluarkan.
Menurutnya, pandemi Covid-19 telah mendorong perubahan perilaku masyarakat dalam mengakses layanan kesehatan dari tradisional menuju digital. Hal ini tentunya menjadi potensi besar yang perlu dimanfaatkan untuk mendorong digitalisasi kesehatan.
Namun demikian, ada sejumlah tantangan yang dihadapi termasuk infrastruktur kesehatan dan teknologi yang tidak merata serta konektivitas antarwilayah yang masih rendah. Dalam hal ini, lanjutnya, perlu peran besar pemerintah untuk menyediakan sarana dan prasarana yang memadai.
"Indonesia punya potensi yang sangat besar [terkait digitalisasi kesehatan]. Apa yang diharapkan sekarang adalah untuk memudahkan akses orang terhadap fasilitas kesehatan dan teknologi digital. Hal itu akan sangat membantu realisasi kesehatan digital," katanya.