Pedagang membuat kulit ketupat di salah satu pasar di Jakarta, Selasa (11/5/2021). Menjelang hari Idulfitri, marak pedagang kulit ketupat musiman menggelar dagangannya di pasar-pasar hingga ke tepi jalan. Harganya Rp10.000-Rp15.000 per 10 unit. /Bisnis-Himawan L Nugraha
Kuliner

Mengungkap Filosofi Ketupat, Sajian Eksis Saat Lebaran

Janlika Putri Indah Sari
Rabu, 12 Mei 2021 - 16:51
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA — Ketupat dan Lebaran menjadi dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Meskipun ada banyak makanan yang disajikan saat Lebaran, ketupat akan selalu eksis segala lapisan ekonomi keluarga.

Ketupat adalah hidangan yang terbuat dari beras dan dibungkus dengan anyaman daun kelapa muda. Di Indonesia, cara penyajian ketupat biasanya akan di kolaborasikan dengan hidangan lain, seperti rendang, opor, sayur pepaya atau sate.

Melansir dari saynews.com, Rabu (12/5/2021), tradisi menyajikan ketupat untuk Idulfitri sudah ada di wilayah Indonesia pada abad ke-15, tepatnya di pulau Jawa. Ikatan ketupat dengan perayaan meriah Lebaran dikatakan telah dimulai di Jawa Tengah.

Menurut Journal of Ethnic Foods, hidangan tersebut diperkenalkan oleh Sunan Kalijaga, salah satu dari sembilan wali Islam Jawa, pada masa Kesultanan Demak di Jawa Tengah.

Mereka mengatakan tradisi dimulai karena representasi makanan tersebut tepat bagi perayaan besar, terutama dari filosofi di balik namanya hingga cara pembuatannya.

Ketupat juga dikenal sebagai kupat di Jawa, dikatakan sebagai singkatan dari ngaku lepat. Dalam bahasa Jawa, ungkapan tersebut berarti mengakui kesalahan dan terkait dengan tindakan meminta maaf pada hari Idulfitri.

Kemudian, jalinan pola silang daun pada lapisan luar ketupat melambangkan dosa dan kesalahan kodrat manusia.

Di bagian dalam, lontong putih melambangkan kesucian yang diraih setelah sebulan berpuasa di bulan Ramadan.

Daun kelapa muda yang digunakan untuk menenun ketupat disebut janur di Jawa, dan ini berasal dari frasa bahasa Arab jatining nur, yang juga berarti hati yang murni.

Selain ngaku lepat, ketupat juga bisa diartikan sebagai laku papat, atau empat perbuatan dalam bahasa Jawa.

Empat perbuatan tersebut ialah lebaran yang artinya keterbukaan, luberan yang artinya kelimpahan, leburan yaitu memaafkan, dan laburan atau kebersihan. Keempatnya juga terkait erat dengan ajaran selama Ramadan, yakni memaafkan seluas-luasnya, berbagi rejeki melalui sedekah, dan tetap memelihara kemurnian dan kesucian.

Dikatakan juga mengapa ketupat secara tradisional diiris menjadi empat, untuk menunjukkan masing-masing artinya.

Namun, asal muasal ketupat lebih dalam dari tradisi Islam dalam budaya Jawa dan Melayu. Bahkan sebelum peran pentingnya dalam Islam di Nusantara, umat Hindu Bali sudah memberikan persembahan beras ini kepada Dewi Padi, Dewi Sri.

Sementara itu, sejarawan lain hanya percaya bahwa pelaut menciptakan ketupat untuk mencegah nasi matang dalam perjalanan jauh di laut.

Terlepas dari itu, ketupat kini dinikmati sepanjang tahun, dan dapat ditemukan di banyak negara Asia Tenggara lainnya seperti Singapura, Brunei, dan Filipina.

Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro