Bisnis.com, JAKARTA - Work from home atau bekerja dari rumah saat ini menjadi hal yang lumrah dilakukan pekerja kantoran di seluruh dunia, tak terkecuali Indonesia. Sebagai upaya memutus mata rantai penularan Covid-19, banyak perusahaan yang memutuskan untuk “memindahkan” kantornya ke kediaman pekerja masing-masing.
Dengan adanya teknologi yang berkembang pesat, tentunya bekerja dari rumah bukan lagi hal yang sulit. Banyak pekerjaan yang bisa dilakukan bermodalkan perangkat komputer atau ponsel pintar yang terhubung dengan jaringan internet.
Selain itu, bekerja dari rumah juga menghadirkan beberapa kelebihan yang tak bisa didapatkan saat Anda diharuskan datang ke kantor. Mulai dari menghemat pengeluaran biaya transportasi, punya lebih banyak waktu luang, hingga suasana kerja yang dinilai lebih bersahabat.
Bahkan, beberapa perusahaan merasa bekerja dari rumah berhasil mendongkrak produktivitas para pekerjanya. Head of Corporate Solutions Research Jones Lang LaSalle Asia Pacific James Taylor mengungkapkan 7 dari 10 pekerja di konsultan properti itu performanya meningkat setelah kebijakan bekerja dari rumah diterapkan.
Hal tersebut diketahui berdasarkan survei Human Performance Indicator (HPI) yang dilakukan terhadap 1.500 pekerja di lima negara Asia dan Pasifik. Pekerja di bidang teknologi (53 persen) dan profesional muda berusia 25 hingga 34 tahun (37 persen) merupakan mayoritas dari pekerja yang berperforma tinggi selama bekerja dari rumah.
Taylor menyebut mereka semua bisa produktif karena memiliki akses ke lingkungan kerja kolaboratif, teknologi canggih, atau budaya inklusif. Sebaliknya, 34 persen sisanya tidak bisa sebaik rekan-rekannya karena tak didukung oleh kondisi yang sudah disebutkan di atas.
Berbicara mengenai kondisi yang tak mendukung, banyak pekerja di Tanah Air yang merasakan hal serupa. Salah satu diantaranya adalah Andini yang bekerja di salah satu perusahaan swasta sebagai staf pengembangan sumber daya manusia.
Bekerja dari rumah menjadi sebuah tantangan tersendiri bagi dirinya yang harus berhubungan dengan banyak pihak, baik di dalam maupun luar perusahaan. Sebisa mungkin dia harus berupaya agar pihak yang berurusan dengannya mengalami miskomunikasi.
“Tantangannya banyak banget, apalagi yang kerjanya harus urusan sama banyak orang. Dari user sampai kandidat atau bagian-bagian lain di kantor. Biasanya ketemu bisa dijelasin. Kalau virtual begini agak susah. Entah ada kendala teknis macam atau memang mereka sulit memahami kalau nggak disampaikan langsung,” tuturnya.
Selain itu, hal yang tak kalah menantang adalah menciptakan suasana kondusif ketika bekerja. Maklum, perempuan asal Malang, Jawa Timur ini tinggal di indekos yang ramai penghuni dan tak jauh dari jalan raya.
“Ini juga susah, aku udah siap rapi, peralatan semua siap, [rapat] dimulai lancar. Nah, ditengah-tengah Zoom meeting ada pengamen ondel-ondel pakai sound system gede lewat. Mau ngomong terpaksa mute dulu, kacau deh,” ungkapnya.
Oleh karena itu, dia menyambut baik kebijakan dari perusahaannya yang akhirnya memperbolehkan kembali pergi ke kantor belakangan ini. Tentunya, dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan dan mempertimbangkan persentase pekerja yang sudah divaksin.
“Pengen mah pengen, tapi ya masih banyak yang belum vaksin di kantorku, termasuk aku karena nunggu giliran, tunggu aja dulu ya,” pungkasnya.
Sementara itu, Aditya salah satu pekerja di bank BUMN sejak awal tahun ini sudah kembali ke kantor. Setelah menerima vaksinasi lengkap bank tempatnya bekerja memutuskan untuk menerapkan kebijakan bekerja dari kantor dan rumah secara parsial.
Dia sendiri menyambut baik kebijakan tersebut mengingat tempat tinggalnya juga tak begitu mendukung untuk bekerja dari rumah. Selain itu, dia menilai bekerja dari rumah justru membuatnya tak memiliki waktu luang untuk bersantai.
“Handphone harus standby terus, kadang jam istirahat siang, atau di luar jam kerja masih ada yang hubungi. Kerja jadinya sampai larut malam. Masih ada yang belum paham konteks work from home itu ya jam kerja sama, cuma tempatnya berubah. Bukan berarti ready 24 jam kerja,” keluhnya.
Selain itu, yang tak kalah menyebalkan menurut Aditya adalah sulitnya komunikasi saat bekerja di rumah diterapkan. Selain permasalahan teknis, menurutnya masih ada beberapa orang yang menganggap bekerja di rumah seperti sedang cuti.
“Dihubungi alasannya sedang WFH [work from home] jadi tidak respon. Ada yang begitu. Kaya begini kan jadinya menghambat kerja yang lain. Gue yang stres jadinya,” ujarnya.
Pakar pengembangan sumber daya manusia (human resource development/HRD) Mirna Astari Magetsari tak menampik bahwa bekerja dari rumah bukanlah hal mudah bagi sebagian pekerja. Selain menghadapi permasalahan teknis akibat peralatan penunjang yang tak memadai, masih banyak pekerja yang sulit berkoordinasi satu sama lain dari tempat berbeda.
“Masalahnya di koordinasi, mungkin masih ada yang belum terbiasa di awal-awal. Tetapi seiring berjalannya waktu sepertinya sudah biasa dan bisa berjalan dengan baik terutama untuk koordinasi itu ya,” katanya.
Selain itu, menurut Mirna beberapa pekerja juga merasa bekerja dari rumah membuat mereka kesulitan bertanya atau meminta bantuan ketika menghadapi masalah pekerjaan mereka. Karena tak dapat dipungkiri banyak orang yang merasa tidak enak atau sungkan apabila menghubungi seseorang hanya untuk bertanya atau meminta bantuan.
“Kalau di kantor kan bisa langsung dicolek aja tanya atau minta bantu sebentar. Nah, kalau WFH ini kan susah mau tanya atau minta bantuan gimana. Kalaupun mau menjelaskannya bisa jadi agak susah karena enggak langsung,” ungkapnya.
Masalah lainnya saat harus dihadapi beberapa pekerja saat bekerja dari rumah adalah ketidakdisiplinan soal jam kerja. Karena tak dapat dipungkiri masih ada petinggi perusahaan atau instansi yang beranggapan bahwa bekerja dari rumah memungkinkan mereka menghubungi atau menugaskan pekerja tanpa kenal waktu.
“Jam kerja ini harus tegas, tempatnya saja yang berubah bukan jamnya. Jadi ya harus disiplin dan disepakati untuk deadline. WFH bukan berarti bebas dihubungi atau disuruh kapan saja. Begitu juga sebaliknya, ketika jam kerja ya pekerja siapapun itu harus responsif, mau sambil mengurus anak misalnya bisa saja, tapi pekerjaan jangan sampai terbengkalai,” tuturnya.
Terakhir, sebagai upaya menghilangkan kejenuhan pekerja, menurut Mirna manajemen di suatu perusahaan sebaiknya rutin menggelar pertemuan virtual yang memungkinkan antarpekerja bersosialisasi atau berkegiatan bersama. Karena tak bisa ditampik jika bekerja dari rumah membuat kesempatan bersosialisasi jauh berkurang atau bahkan menghilang.
“Adakan pertemuan virtual, bisa makan siang bareng, makan virtual, olahraga virtual, misalnya yoga. Bisa juga ngobrol-ngobrol santai, cerita soal persoalan masing-masing dan tentunya mengingatkan mereka untuk tetap bersyukur dengan kondisi saat ini,” pungkasnya.
BELUM SEPENUHNYA
Program vaksinasi Covid-19 yang berjalan saat ini sudah menyentuh kalangan pekerja, termasuk pekerja swasta di luar sektor pelayanan publik. Walaupun demikian, sejumlah perusahaan di Tanah Air tidak ingin terburu-buru menerapkan regulasi seperti sebelum masa pandemi.
Salah satu diantaranya adalah PT Astra Internasional Tbk. yang hingga saat ini masih menerapkan kebijakan bekerja untuk sebagian besar pekerjanya. Ketua Tim Task Force Covid-19 PT Astra Internasional Aloysius Budi Santoso mengatakan pihaknya tak ingin mengambil risiko dan tetap berupaya mengikuti aturan pemerintah untuk memutus mata rantai penyebaran Covid-19.
"Setelah vaksinasi kita lihat dulu, karena in the end atau pada akhirnya keselamatan dari karyawan adalah yang utama," tegasnya.
Selain menerapkan kebijakan bekerja dari rumah dan protokol kesehatan ketat di kantor maupun area produksi, menurut Aloysius pihaknya juga memberikan asupan suplemen makanan atau vitamin untuk menjaga daya tahan tubuh para pekerja.
“Selain itu kita tetap ikuti regulasi pemerintah, seperti kita Jakarta misalnya 50% WFO [work from office] dan 50% WFH ini tetap menjadi panduan kita,” tegasnya.
Hal yang sama juga diterapkan oleh PT Bank Central Asia (BCA) Tbk. Executive Vice President Secretariat & Corporate Communication BCA, Hera F. Haryn mengatakan pekerja yang tak melayani nasabah secara langsung atau back office saat ini bekerja dari rumah dan kantor bergantian sesuai jadwal yang ditentukan.
Untuk menghindari munculnya klaster Covid-19 di kantor, Hera menyebut pihaknya telah menyiapkan pemeriksaan khusus.
“Kami juga mewajibkan seluruh karyawan BCA yang WFO untuk mengisi self assessment demi menjaga kesehatan dan keselamatan bersama di tempat kerja,” katanya.
Mengenai kebijakan rapat, Hera mengungkapkan pihaknya masih mengadakan rapat secara daring melalui platform yang telah disediakan. Adapun, untuk pekerja yang harus berinteraksi dengan nasabah pihaknya melakukan pemeriksaan berkala untuk menjamin kesehatan dan keselamatan pekerja serta nasabah.
“Bagi karyawan yang memang harus berinteraksi langsung dengan nasabah, kami terus memastikan kebersihan dan kenyamanan bagi karyawan dan nasabah. Di sisi lain, kami juga menerapkan pengaturan antrian nasabah yang ketat untuk implementasi physical distancing,” tuturnya.