Bisnis.com, JAKARTA - Peneliti dari salah satu universitas terkemuka Sri Lanka, Universitas Sri Jayewardenepura, menemukan bahwa vaksin Sinopharm COVID-19 China sangat efisien terhadap varian Delta yang menjadi varian dominan di seluruh dunia.
"Vaksin ini ternyata sangat efektif untuk varian Delta juga. Respon antibodi terhadap varian delta dan antibodi penetralisir mirip dengan tingkat yang terlihat setelah infeksi alami," kata Universitas tersebut di situsnya, dilansir dari China.org.
Menurut penelitian, 95 persen orang yang menerima dua dosis vaksin Sinopharm telah mengembangkan antibodi yang mirip dengan orang yang terinfeksi COVID-19 secara alami.
Studi tersebut menunjukkan bahwa dua dosis vaksin Sinopharm menghasilkan antibodi penetralisir pada 81,25 persen penerima dan tingkat antibodi ini serupa dengan apa yang akan terjadi setelah selamat dari infeksi alami COVID-19.
Tim peneliti termasuk ilmuwan Sri Lanka Prof. Neelika Malavige, kepala Departemen Imunologi dan Kedokteran Molekuler Universitas Sri Jayewardenepura, rekannya Dr. Chandima Jeewandara dan peneliti Universitas Oxford Prof. Graham Ogg dan Prof. Alain Townsend.
Prof. Neelika mengatakan kepada Xinhua bahwa Sinopharm adalah vaksin yang paling banyak digunakan yang diluncurkan di Sri Lanka saat ini karena ketersediaan stok di negara tersebut.
Hingga saat ini, 4,63 juta orang di Sri Lanka telah menerima dosis pertama vaksin Sinopharm COVID-19, dan 1,29 juta lainnya telah menerima vaksin dosis kedua. Tidak ada satu pun kasus efek samping parah yang relevan dengan vaksin yang telah dilaporkan.
Prof Malavige mengatakan penelitian ini adalah yang pertama dari jenisnya yang dipublikasikan di dunia dan para ahli melihat setiap sudut yang mungkin dari sistem kekebalan dari tusukan Sinopharm.
Vaksin tersebut juga dibandingkan dengan varian virus Alpha dan Beta serta virus aslinya.
"Kesimpulan dari laporan ini adalah bahwa ketika menyangkut Delta dan varian lainnya, vaksin Sinopharm menginduksi tingkat respons antibodi yang sama dengan orang yang secara alami telah terinfeksi, yang sangat bagus," kata Prof. Malavige.
"Antara kelompok usia 20 hingga 40, 98 persen mengembangkan antibodi sementara pada kelompok usia di atas 60, 93 persen mengembangkan antibodi. Ini tidak mengejutkan karena orang tua kurang merespons vaksin," tambah Profesor.
Dia mengatakan data di Sinopharm ini tidak muncul ke dunia sebelumnya, dan data dunia nyata seperti itu penting untuk membangun kepercayaan vaksin di dalam negeri dan internasional.