Bisnis.com, SOLO - Sistem kerja yang diperkenalkan oleh Jack Ma, banyak dibicarakan oleh publik.
Beberapa waktu yang lalu, Jack Ma mengumumkan bahwa para pekerjanya harus bekerja lebih 12 jam dalam sehari.
Ia mengatakan, "pencapaian kesuksesan tanpa membayar usaha dan waktu yang lebih,"
Kemudian muncullah istilah '996' yang artinya, bekerja dari pukul 9 pagi sampai 9 malam, 6 hari seminggu.
Selain Jack Ma, pernyataan pendiri JD.com, Richard Liu, disebut sebagai dukungan 996. "Pemalas bukanlah saudara aku," katanya.
Kemudian pada Maret 2019, protes mengenai kultur '996' banyak mendapat protes.
Di China, setidaknya ada puluhan perusahaan yang menerapkan sistem kerja 996 untuk para pekerjanya.
Ramainya reaksi mengenai sistem kerja 996 akhirnya membuat pemerintah Chian melarang penerapan jam kerja tersebut.
Pihak pemerintahan mengatakan, para pegawai berhak untuk istirahat ataupun liburan dan mematuhi sistem kerja yang telah diatur negara.
Netizen China kemudian mengatakan bahwa sistem kerja 996 ala Jack Ma adalah bentok eksploitasi.
"Kami bekerja 996 karena kami dieksploitasi tanpa kompensasi lembur," tulisnya di Weibo.
Mengutip Tempo, sebuah studi yang diterbitkan The Lancet mengatakan bahwa orang yang kelebihan durasi bekerja berjam-jam memiliki risiko lebih tinggi terkena stroke daripada mereka yang bekerja dengan jam kerja standar.
Tambahan jam kerja juga mungkin tidak mengarah pada peningkatan produktivitas karena justru dapat menurunkan efisiensi karyawan.
Jerman memiliki ekonomi terbesar di Eropa, namun rata-rata pekerja hanya menghabiskan 35,6 jam per minggu untuk bekerja.
Swedia menjadi salah satu negara yang pertama bereksperimen dengan 6 jam kerja dan hasilnya dikabarkan menggembirakan.
Sementara, New Zealand sebuah perusahaan pernah mencoba 4 hari kerja dalam sehari untuk 240 karyawannya.
Dan hasilnya menunjukkan bahwa pengurangan jam kerja membantu menurunkan tingkat stres karyawan, di samping menambah komitmen mereka untuk meningkatkan kinerja.