Bisnis.com, JAKARTA – Juru Bicara Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) Dedy Permadi mengatakan penunjukan Maudy Ayunda sebagai Tim Juru Bicara Presidensi G20 Indonesia karena sosoknya mampu menarik dan menjangkau Gen Milenial dan Gen Z.
Berdasarkan data sensus BPS menyebut Indonesia memiliki 270 juta jiwa, dalam hal ini Gen Z mendominasi populasi 27,94% dan Milenial 25,87% dari total populasi.
“Gen Z dan Milenial adalah generasi masa depan Indonesia yang juga perlu mengetahui urgensi Presidensi G20 Indonesia. Maudy sangat dekat dengan publik di kategori tersebut. Bahkan di luar generasi itu, pubik juga mengenal Maudy. Penunjukan Maudy merupakan langkah pemerintah untuk ‘membumikan’ Presidensi G20 kepada masyarakat umum,” tuturnya melalui diskusi virtual, Kamis (7/4/2022).
Dedy pun menyoroti pentingnya Forum G20, yakni forum kerja sama multilateral yang terdiri atas 19 negara dan Uni Eropa. G20 merepresentasikan lebih dari 60% populasi dunia, 75% perdagangan global, dan 80% PDB dunia.
“Bisa kita bayangkan bayangkan seberapa penting forum ini jika dilihat dari kontribusinya terhadap perekonomian dunia. Menjadi Presidensi G20, berarti Indonesia memainkan peran penting,” ujarnya.
Dia melanjutkan, Posisi strategis G20 sekaligus memberikan pesan kepada masyarakat global bahwa Indonesia adalah salah satu negara dengan ekonomi terbesar dunia. Meski berada di tengah pandemi, kita tetap bisa berkarya.
“Kontribusi penting ini juga menunjukkan ketangguhan resiliensi Indonesia. Kita ditantang dengan permasalahan global namun tetap bisa menyelenggarakan agenda secara lancar,” katanya.
Lebih lanjut Dedy menyampaikan, di ajang Presidensi G20, Indonesia akan fokus pada 3 pilar utama, yakni Arsitektur Kesehatan Global, Transisi Energi Berkelanjutan, dan Transformasi Digital.
“Itu merupakan 3 isu prioritas yang bukan hanya didasarkan kondisi global tapi juga kepentingan nasional Indonesia. Jika kita mendorong satu agenda di forum internasional maka harus berdampak untuk masyarakat Indonesia. Dan ketiga isu itu penting bagi masyarakat,” katanya.
Dia pun menyoroti pilar Arsitektur Kesehatan Global misalnya, Indonesia butuh tata kelola yang lebih tangguh pasca pandemi Covid-19. Untuk mencapai tujuan ini, perlu kerja sama dengan negara lain dalam menetapkan sistem kesehatan yang lebih kokoh agar masyarakat di daerah pelosok (3T, yakni Terdepan, Terluar, Tertinggal) dan pedesaan dapat merasakan layanan kesehatan yang optimal.
“Digitalisasi sektor kesehatan untuk daerah 3T dengan ehealth memungkinkan dokter bisa chat dengan masyarakat. Hal itu bisa dilakukan dengan dukungan negara lain. Demikian juga isu lainnya,” ujarnya.
Sementara itu, terkait dengan pilar Transformasi Digital, sebanyak 204,6 juta masyarakat indonesia 91% di antaranya merupakan pengguna media sosial.
“Media sosial menjadi isu yang dekat dengan kita, sehingga perlu diatur bagaimana tata kelaola data lintas negara. Saat mengakses internet kita perlu menyepakati dengan negara lain tentang prinsip yang perlu kta rujuk bersama untuk mencapai kesepahaman. Tujuannya tak lain agar data masyarakat lebih aman,” katanya.