Bisnis.com, JAKARTA — Absennya ketentuan mengenai iklan dan promosi atas minuman tidak sehat, serta tidak adanya regulasi cukai minuman berpemanis dalam kemasan atau MBDK menghambat penanganan kesehatan masyarakat dari tingginya konsumsi gula.
Direktur Kebijakan Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) Olivia Herlinda menjelaskan bahwa berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS), prevalensi diabetes melitus pada kelompok umur 15—24 tahun tidak kunjung berkurang. Angkanya terus berada di 0,1 persen pada 2013 dan 2018 atau tidak terjadi perbaikan.
CISDI menemukan salah satu studi yang menunjukkan bahwa anak-anak Indonesia terpapar promosi iklan minuman tidak sehat di televisi setiap 4 menit sekali. Mayoritas dari iklan tersebut merupakan MBDK.
Temuan lainnya menunjukkan bahwa 1 dari 10 anak Indonesia mengonsumsi satu jenis MBDK, minuman berkarbonasi (soft drinks), sebanyak satu hingga enam kali per minggunya. Olivia menilai bahwa berbagai temuan itu saling berkorelasi, karena masyarakat, terutama anak-anak Indonesia beranggapan bahwa MBDK merupakan minuman yang lazim untuk dikonsumsi.
"Belum ada regulasi terkait iklan, promosi, dan sponsor MBDK. Ini membuat pemasaran MBDK selalu dikemas sangat menarik bagi anak-anak muda. Akibatnya, jumlah konsumen terus meningkat dan menciptakan kesan MBDK adalah produk yang normal dan baik-baik saja," ujar Olivia dalam acara Forum for Young Indonesians pada akhir pekan lalu.
CISDI menilai bahwa masyarakat Indonesia cenderung belum menuruti anjuran konsumsi gula maksimal 4 sendok makan (sdm) per hari. Konsumsi minuman berpemanis menjadi salah satu faktor risiko yang meningkatkan prevalensi obesitas dan penyakit tidak menular di Indonesia, termasuk bagi anak-anak muda.
Olivia pun menyebut bahwa tidak adanya pengenaan cukai terhadap MBDK membuat konsumsinya belum terkendali, padahal terdapat risiko eksternalitas dari konsumsi minuman manis. Oleh karena itu, Olivia mendorong agar pemerintah segera mengenakan cukai terhadap MBDK.
Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia Julius Ibrani menilai bahwa dalam konteks hukum, instrumen cukai berfungsi untuk memberikan pembatasan dan perlindungan. Selain itu, menurutnya, cukai pun menjadi instrumen untuk mendorong kesejahteraan sehingga pemerintah dapat menggali berbagai potensi cukai, termasuk dari MBDK.
"Dari sini instrumen HAM bisa diberikan dalam hal perlindungan dari barang yang memang boleh dikonsumsi terapi harus dibatasi. Tugas negara adalah melindungi masyarakat dari bahaya konsumsi MBDK yang merusak kesehatan masyarakat,'' ujar Julius.