Bisnis.com, JAKARTA - Stunting masih menjadi masalah yang belum terselesaikan di Indonesia. Masalah ini disebabkan oleh berbagai faktor, salah satunya karena kekurangan gizi.
Berdasarkan data WHO secara global kasus stunting masih besar antara 20%-30%. Di Indonesia sendiri menurut Kementerian Kesehatan, angka kasus stunting masih mencapai 21,6 persen.
Dokter spesialis anak Isti Ansharina Kathin mengatakan jika pemberian gizi setelah anak terkena stunting atau lebih dari 1.000 hari pertama kehidupan akan terlambat dan sia-sia.
Baca Juga Awas! Stunting Tidak Bisa Sembuh |
---|
Pasalnya, stunting merupakan penyakit yang "irreversible" atau tidak bisa dikembalikan ke kondisi normal. Adapun, pencegahannya bahkan harus dilakukan sebelum konsepsi atau pra-kehamilan.
Terkait dengan pemberian makanan tambahan yang cenderung berupa cemilan manis gitu dan program pemberian makanan tambahan berupa makan siang gratis untuk mencegah stunting menjadi kurang cocok diberikan.
"Untuk menu makan sebetulnya dilihat sesuai dengan kebutuhan, tidak bisa dipukul rata. Kalau memang dia usia 0-6 bulan kan masih ASI eksklusif, jika dia masalah gizi buruk di situ, harus diperbaiki gizi dari ibunya," jelasnya dalam Dialog Kebangsaan "Mengatasi Stunting: Upaya Menyelamatkan Generasi Bangsa", Rabu (7/2/2024).
Kemudian, lanjut dr. Isti, pada saat anak makan makanan pendamping AS atau MPASI, juga bertahap. Mulai usia 6 sampai 9 bulan, bentuk pemberian makanannya harus yang lembut, sampai berikutnya menjadi makanan keluarga saat usia 12 bulan.
"Jadi nggak bisa dipukul rata sebetulnya untuk menu, apalagi kalau kita memberikannya dalam bentuk snack," tegasnya.
dr. Isti menyebutkan beberapa komponen makronutrien yang sangat diperlukan oleh anak-anak adalah karbohidrat, protein, utamanya adalah protein hewani, lemak, zat besi dan mineral lain-lain.
"Jadi untuk program pemberian makanan tambahan, itu sebetulnya kita bisa kasih pertama telur, itu protein hewani yang paling gampang kalau memang mau mengadakan program makanan tambahan. Berikut yang lebih gampang lagi setelah telur adalah ayam, setelah itu bisa ikan-ikanan atau daging-dagingan. Jadi sebetulnya memang tidak efektif bagi pemberian makanan tambahan berupa snack apalagi yang menggunakan pemanis buatan," imbuhnya.
Perlu juga diperhatikan bahwa kebutuhan gula pada anak masih sangat sedikit, hanya 5 gram per hari, sehingga pemberian camilan bukan menambah gizi, malah menambah masalah baru pada kesehatan anak.
"Artinya untuk memberi makanan tambahan harus yang sifatnya alami, tidak melebihi batas maksimum pemberian gula tambahan per hari," tambahnya.