Bisnis.com, JAKARTA - Pembesaran prostat jinak (Benign Prostatic Hyperplasia) merupakan penyakit yang mengintai pria pada usia 50 tahun ke atas. Meskipun tidak berbahaya, penyakit ini tetap harus ditangani agar tidak berkembang menjadi penyakit yang lebih serius.
BPH (Pembesaran Prostat Jinak) atau hiperplasia prostat jinak merupakan suatu kondisi ketika kelenjar prostat membesar melebihi ukuran yang seharusnya.
Kondisi ini umum terjadi pada pria yang berusia lebih tua, sekitar 40 tahun ke atas.
BPH dapat mengganggu kualitas hidup karena bisa menekan uretra dan menyebabkan masalah seperti kesulitan berkemih, kerap buang air kecil, merasa nyeri setiap kali buang air kecil, dan aliran yang urine melemah. Namun, penyakit ini tidak berkaitan dan tidak meningkatkan risiko kanker prostat.
Benign prostatic hyperplasia tidak membahayakan jiwa, namun jika tidak segera ditangani, dapat menyebabkan masalah yang signifikan dalam kehidupan sehari-hari dan bahkan berkembang menjadi penyakit yang lebih serius, termasuk kerusakan ginjal.
Gejala BPH
BPH bisa jadi tidak bergejala. Umumnya penderta pembesaran prostat jinak didiagnosis secara tidak sengaja saat pemeriksaan untuk mengecek masalah kesehatan lain, seperti wasir, inkontinensia feses, atau dugaan kanker dubur.
Baca Juga Raja Charles akan Jalani Operasi Prostat |
---|
Namun, ada beberapa gejala yang mungkin bisa dirasakan antara lain:
- Laju urine yang melemah atau keluar lambat
- Nyeri saat buang air kecil
- Kencing berdarah
- Infeksi saluran kemih berulang
- Sulit buang air kecil
- Tidak dapat buang air kecil dengan tuntas
- Tidak mampu mengendalikan buang air kecil
- Sering merasa ingin buang air kecil, terutama saat malam hari
BPH sendiri disebabkan oleh berbagai faktor, mulai dari genetik, gaya hidup, hingga hormonal, di mana hormon testosteron dan dihidrotestosteron yang memiliki kontribusi paling besar terhadap kondisi ini.
Menurut sejumlah studi prevalensi BPH meningkat setelah usia 40 tahun. Namun, berdasarkan data dari Perkumpulan Urologi Indonesia pada 2015, BPH terjadi pada sekitar 70% pria di atas usia 60 tahun. Jumlah ini terus meningkat hingga 90% pada pria berusia di atas 80 tahun.
Adapun, faktor risiko terkena pembesaran prostat semakin besar bila terdapat anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama.
Selain itu, gaya hidup yang tidak sehat seperti kurang beraktivitas fisik dan senang makan makanan berlemak juga berpotensi meningkatkan risiko terkena BPH.
Penanganan BPH dengan Terapi Uap Air Rezum
Untuk menangani penyakit ini, terdapat sebuah terapi dengan minim invasif dan efektif selain dengan mengonsumsi obat, yakni dengan terapi uap air Rezum.
Pada tindakan Rezum, pasien akan diberikan anestesi dalam dosis yang lebih ringan bila dibandingkan dengan tindakan konvensional.
Tindakan akan dimulai dengan endoskopi ke dalam saluran kemih, kandung kemih dan prostat. Alat Rezum akan mengalirkan energi dalam bentuk uap air yang terukur kekuatan dan dosisnya ke dalam jaringan prostat, sehingga dalam waktu berjalan jaringan prostat tersebut akan mengecil secara alamiah dan membuka sumbatan saluran kemih.
Pasien akan mulai merasakan hasilnya dua minggu hingga tiga bulan setelah Tindakan Rezum.
Tim Dokter Spesialis Urologi Primaya Hospital mengatakan, tindakan Rezum merupakan tindakan invasif minimal untuk penderita BPH.
Tindakan ini dapat memperbaiki keluhan, membuka sumbatan dan mengurangi volume jaringan prostat akibat BPH
Tindakan Rezüm juga dapat dijadikan sebagai pilihan untuk pasien yang sudah mengkonsumsi obat untuk BPH dan tidak mengalami perbaikan, ingin menghindari efek samping dari terapi obat BPH, ingin mempertahankan fungsi seksual terutama ejakulasi dan pasien BPH yang tidak dapat menjalani tindakan pembedahan konvensional dengan teknik anestesi yang lebih dalam.
Secara umum, tindakan Rezum juga memiliki masa rawat yang lebih singkat, risiko kontraktur yang lebih rendah dan tidak ada jaringan yang diangkat.