Bisnis.com, JAKARTA - Rencana Kementerian Kesehatan mengundang dokter asing tengah jadi pembicaraan hangat. Pasalnya, banyak lulusan dokter di Indonesia yang tak terserap, bahkan banyak fasilitas kesehatan yang tidak memiliki dokter.
Sebelumnya, rencana Kementerian Kesehatan untuk mengundang dokter asing didasari untuk menolong 12.000 nyawa bayi setiap tahun yang berisiko meninggal karena memilii kelainan jantung.
Menkes Budi Gunadi Sadikin mengungkap bahwa di dokter yang ada di Indonesia hanya mampu melakukan operasi jantung pada 6.000-an pasien per tahun, padahal ada 12.000 pasien yang berpotensi mengalami kelainan jantung.
Rencana tersebut menuai pro kontra di kalangan dokter. Salah satunya Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Budi Santoso, yang dengan tegas menolak kebijakan tersebut karena masih banyaknya dokter yang belum terserap di Indonesia.
Prof. DR Dr Sukman Tulus Putra, Ketua Divisi Standar Pendidikan Konsil Kedokteran Indonesia 2014 -2019 mengungkapkan bahwa setiap tahunnya, ada 12.000 - 13.000 dokter baru yang lulus dan antara 3.000 - 4.000 dokter spesialis yang lulus. Namun, yang banyak terjadi adalah masih banyak fasilitas kesehatan, termasuk puskesmas, yang tidak memiiki dokter.
"Puskesmas sendiri ada 600 yang tidak punya dokter. Sebetulnya mengisi dokter ini kan tugasnya pemerintah," jelasnya.
Menurutnya, terkait dengan masalah kekurangan dokter, semua negara mengalaminya, termasuk di negara maju seperti Amerika dan Australia. Oleh karena itu, negara-negara tersebut membuka kesempata bagi dokter asing namun tetap dengan seleksi yang sangat ketat.
"Jadi setiap negara memang punya regulasi itu. Saya kira yang jadi masalah lebih besar adalah kekurangan fasilitas yang tidak ada di daerah. Ada dokter spesialis atau dokter bedah dikirim ke daerah, tapi di sana tidak bisa kerja, tidak bisa operasi karena tidak ada alat," ungkapnya dalam Media Briefing, Selasa (9/7/2024).
Menurutnya, kurangnya fasilitas juga menjadi masalah penting yang harus ditangani, bukan hanya sekadar kurangnya sumber daya manusia (SDM).
Belum lagi, menurutnya, mendatangkan dokter asing bisa jadi masalah baru bagi pemerintah dari segi pembiayaan.
"Nanti siapa yang menggaji tenaga dokter asing ini? Rumah sakit atau pemerintah? Karena gaji dokter jantung AS itu Rp400 - Rp600 juta per orang per bulan. Dengan gaji segitu bisa membayar 4-6 orang dokter Indonesia," lanjutnya.
Kemudian, dengan biaya gaji dokter yang mahal, akan berimbas pada biaya pengobatan yang lebih besar. Hal ini akan kembali menghambat akses masyarakat pada pengobatan yang sangat dibutuhkan.