Bisnis.com, JAKARTA - Langkah kaki Mimin berjalan perlahan, sambil menggendong bayinya berusia 2 tahun. Sandal karetnya mulai menipis pada bagian tumit. Ada aroma pesing yang menyengat saat dia berhenti sejenak di warung sembako.
Bobot tubuh Mimin (36) sekitar 40 kg, padahal dia sudah memiliki 6 orang anak. Bayi yang sedang digendongnya adalah anak ke-6. Putri bungsunya tampak lebih gemuk dan lincah, dibandingkan dengan kelima kakaknya.
Mimin memiliki anak berusia 18 tahun, 12 tahun, 8 tahun, 6 tahun, 3 tahun, dan 2 tahun. Suaminya hanya buruh lepas harian yang gajian tiap Sabtu, bila menjadi kuli bangunan.
Rambutnya megar, seperti jarang disisir, karena dia lebih banyak menjaga anak-anaknya bermain di bawah terik matahari dan teras rumah tetangga. Sesekali dia menarik bagian belakang rambutnya dan menggaruk kulit kepala yang gatal, sambil menggendong bayinya yang berusia 2 tahun.
"Susah, punya anak banyak. Kalau kata orang tua dulu, banyak anak, banyak rejeki," ucapnya sambil nyengir. Tampak juga tubuhnya lebih condong ke kiri, sambil menggendong bayinya.
Kondisi fisik anak pertama hingga kelima lebih kurus dibandingkan anak sebayanya. Dia tidak paham apa itu stunting, baginya anak-anaknya hanya malas makan, meskipun dia terkadang sering menggabungkan sarapan dan jam makan siang anaknya.
Mimin juga marah dan diam kalau dibilang anaknya kurang gizi. Sebab, dia sudah berupaya keras memberikan ASI eksklusif ke anak ketiga dan keempat, tetapi tubuh anak-anaknya tetap kurus.
Maklum saja, kondisi keuangan Mimin sangat terbatas dan cukup sering makan mi instan, kadang pakai telur, kadang tidak. Terkadang, dia mendapatkan sepotong daging ayam yang sudah matang dari tetangga. Dibawanya pulang, lalu dibagi ke anak-anaknya untuk makan bersama.
Saat ke Posyandu, Mimin mengakui sering mendapatkan bantuan susu bubuk 1 kg dari posyandu dan juga biskuit susu dari Kemenkes untuk meningkatkan berat badan anak-anaknya.
Menghidup anak banyak di era modern ditambah biaya pendidikan yang kian melambung membuat Mimin ogah untuk hamil lagi. Namun, 'kebobolan' dan melahirkan anak kelima. "Masing-masing anak, sudah ada rejekinya yang mengatur. Enggak usah khawatir," ungkapnya sembari menghibur diri sendiri.
Bidan tempat Mimin melahirkan pun iba melihat kondisi keluarganya dan menyarankan agar melakukan steril. Namun, suaminya menolak dan tidak setuju.
Alhasil, bidan pun meringankan biaya persalinan saat Mimin melahirkan anak kelimanya. Faktor ekonomi yang sulit, membuatnya harus menitipkan anaknya ke rumah mertua, karena dia masih mengemong 2 balita saat itu.
Selang setahun kemudian, Mimin kebobolan lagi. Untuk persalinan anak pertama hingga kelima berjalan lancar dan normal, tetapi untuk persalinan anak keenam, tubuh Mimin melemah dan kekurangan nutrisi. Tidak teratur makan dan kelelahan menjaga anak, sangat nyata dialaminya.
Nyawa Mimin hampir melayang saat melahirkan anak keenam. Pihak keluarga sempat bernegosiasi agar melakukan persalinan normal, tetapi kekuatan Mimin hampir habis dan dokter menyarankan untuk segera melakukan operasi caesar demi menyelamatkan nyawa bayi dan ibu.
Dokter yang menangani operasi Mimin, meminta kepada suami agar menyetujui dilakukan steril kepada Mimin, mengingat masalah kesehatan Mimin saat melahirkan anak keenam. Lantas, suaminya pun setuju.
Ada hal yang berbeda dari anak Mimin yang keenam. Kelima anak Mimin selalu mendapatkan ASI, selalu memiliki bobot badan yang kurang bahkan ada pula anaknya yang berusia 12 tahun, tetapi tingginya sama dengan anak-anak umur 7 tahun. Namun, untuk anak keenam ini, memiliki bobot yang proporsional.
"Anak terakhir ini, enggak ASI. Air susunya saya enggak ada, karena habis operasi. Jadinya, minum susu sapi," ungkapnya.
Kini dia menyadari bahwa kelima anaknya yang bertubuh kurus, bukan karena malas makan, tetapi karena faktor kekurangan nutrisi. Namun, anak keenam tumbuh lebih gemuk dibandingkan dengan kakak-kakaknya.
Dalam kesempatan terpisah, Kader Posyandu Bina Warga 3A di Kaliputih, Desa Citayam, Suryama mengatakan faktor kelahiran anak sangat mempengaruhi gizi anak. Maksudnya, orang tua sebaiknya merencanakan kelahiran, sehingga bisa lebih mudah dalam mengatur kondisi keuangan dan membagi makanan bergizi di meja makan.
Namun, jika jarak kelahiran tidak diatur, maka akan menyebabkan anak kurang mendapatkan perhatian, gizi, dan bisa menyebabkan stunting.
"Kalau ada anak yang sangat kurang atau masuk dalam kategori pemantauan, maka akan diberikan intervensi seperti susu sapi, roti, telur, dan daging ayam. Faktor jumlah anak dan jarak kehamilan juga menjadi salah satu faktor untuk pemenuhan gizi," kata Suryama.
Dia mengungkapkan saat ibu-ibu membawa anak-anak ke Posyandu maka pihaknya melakukan pemeriksaan kondisi fisik dan melihat kecukupan nutrisi. Sering sekali, ibu-ibu tidak paham kebutuhan nutrisi yang dibutuhkan balita.
Untuk mencegah stunting, dia memberikan edukasi agar para ibu bisa memberikan telur ayam ke anak yang berusia 6-8 bulan, supaya kebutuhan protein terpenuhi. Caranya, memasak beras menjadi bubur, lalu memasukan 10 gram wortel yang sudah diparut, dan telur, lalu diaduk-aduk, masak sampai kental.
Suryama mengatakan protein hewani sangat dibutuhkan oleh bayi yang sudah mpasi. Saat di posyandu, dia juga selalu mengedukasi, makanan sehat tidak harus mahal tetapi bisa rutin memberikan telur, memasukan air rebusan ayam ke bubur anak, atau membuat sup ayam wortel untuk balita, agar kebutuhan gizi anak bisa terpenuhi.
Saat ditemui terpisah, Nunung (44 tahun) yang memiliki anak berusia 4 tahun mendapatkan bantuan pemerintah, untuk meningkatkan gizi anaknya. Dia mengaku baru mendapatkan bantuan telur 1 papan dan 1 ekor ayam, yang dibagi setiap bulan.
"Untungnya, anak saya doyan telur dadar dan ini sangat membantu meningkatkan nafsu makan," ungkapnya.
Selain telur, dia memaksimal bantuan ayam yang diterima ke putrinya yang berusia 4 tahun, agar kebutuhan nutrisi selalu terpenuhi, seperti memasak nasi goreng ayam, memasuk sup ayam wortel, dan terkadang membuat ayam semur agar napsu makan anak bertambah.
Saat ini, pemerintah aktif mengentaskan stunting di Indonesia dengan melakukan intervensi melalui produk pangan protein hewani yakni susu sapi, daging ayam, dan telur.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan stunting bisa dicegah, dengan memenuhi kebutuhan gizi 1.000 hari pertama, sejak bayi tumbuh menjadi janin. Pencegahan stunting juga bisa dilakukan dengan memenuhi kebutuhan gizi ibu hamil.
Menkes Budi menuturkan bahwa saat kebutuhan ibu hamil tercukupi maka asupan gizi ke janin juga terpenuhi. Namun, saat ibu hamil hanya mengonsumsi mi intan dan karbohidrat, tanpa adanya serat sayuran, protein hewani, maka hal ini harus diwaspadai.
"Stunting bisa dideteksi pada kehidupan 9 bulan di kandungan dan 2 tahun. Namun, deteksi stunting yang perlu diperhatikan adalah 1000 hari," ungkapnya baru-baru ini.
Dia menuturkan bahwa hasil penelitian determinan paling besar dalam stunting untuk usia bayi, paling besar di saat hamil dan saat sudah selesai memberikan ASI 6 bulan. Setelah bayi berusia 6 bulan, lanjutnya, bayi membutuhkan protein hewani.
Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 Kemenkes mencatatkan angka stunting di Indonesia masih relatif tinggi yakni 21,5 persen, meskipun sempat turun 0,1 persen dari 2022. Budi menambahkan butuh kerja sama yang baik antara pemerintah dan seluruh elemen masyarakat untuk meminimalisir potensi stunting agar terciptanya generasi emas.
Tabel Persentase Stunting di Indonesia
Tahun | Persentase Stunting |
2019 | 27,7 |
2020 | (tidak ada survei karena awal Covid-19) |
2021 | 24,4 |
2022 | 21,6 |
2023 | 17,8 |
2024 (target) | 14 |
Sumber: Survei Status Gizi Indonesia, Kemenkes
Japfa Bantu Pengentasan Stunting
Mengutip dari laporan berkelanjutan PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk., perseroan dikenal sebagai produsen protein hewani dengan pengalaman lebih dari 52 tahun, Japfa ingin berkontribusi dalam menghadapi mengentaskan stunting di Indonesia.
Japfa berkomitmen untuk menyediakan produk pangan berprotein terjangkau di Indonesia berlandaskan kerja sama dan pengalaman teruji, dalam upaya memberikan manfaat bagi seluruh pihak terkait. Perseroan berpegang teguh untuk menyediakan produk pangan berprotein untuk mencegah mal nutrisi pada anak.
Laporan berkelanjutan Japfa 2023 mencatatkan bahwa Indonesia menjadi salah satu tingkat negara dengan prevalensi malnutrisi tertinggi di dunia, yakni 3 dari 10 anak mengalami stunting, kondisi kesehatan sebagai akibat kekurangan gizi 2022.
"Sebagai perusahaan penyedia protein hewani, Japfa secara aktif berkontribusi dalam penyediaan pangan yang bergizi dan terjangkau bagi masyarakat dan konsumen," dikutip dari Japfa.
Japfa juga mengentaskan stunting balita melalui program Santosa untuk Anak Nusantara (SAN), khusus anak kurang dari 5 tahun. Perseroan juga berkolaborasi dengan Yayasan Edu Farmers Internasional dalam mengatasi masalah gizi buruk dan gizi kurang.
Melalui program ini, manajemen Japfa bekerja sama dengan pemerintah setempat dan kader Posyandu dalam mendistribusikan telur bersubsidi kepada orang tua yang anaknya mengalami stunting sehingga memudahkan mereka untuk menyediakan telur setiap hari.
Pada tahun 2023, Japfa menaikkan subsidi telur sehingga para orang tua dapat membeli telur dengan harga yang lebih murah. Pada 2023, program SAN telah berhasil menurunkan angka stunting sebesar 17,1 persen di seluruh lokasi SAN beroperasi.
Perusahaan penyedian protein hewani ini berkomitmen untuk membantu pemerintah dalam menurunkan angka stunting. Japfa juga berupaya agar masyarakat mendapatkan produk protein hewani tanpa biaya mahal, agar anak tumbuh kembang optimal.