Bisnis.com, JAKARTA - Pertengkaran antarsaudara atau Sibling rivalry meski jarang terdengar, tapi bukan berarti tak pernah terjadi dalam sebuah keluarga.
Psikolog anak dari Klinik Terpadu Universitas Indonesia, Ratih Zulhaqqi, mengatakan penyebab adanya Sibling rivalry adalah kecemburuan, persaingan, atau kompetisi dan pertengkaran antarsaudara atau adik kakak dan terjadi pada hampir semua orang tua yang memiliki anak lebih dari satu.
Permasalahan seringkali dimulai setelah kelahiran anak kedua. Sibling rivalry biasanya berlanjut sepanjang masa dan dapat menyebabkan orang tua menjadi frustrasi dan stres karena situasi tersebut tidak kunjung reda atau selesai.
Ada banyak hal yang bisa dilakukan orang tua untuk membantu anak-anak mereka untuk bergaul lebih baik dan menyelesaikan suatu konflik dengan cara yang positif. Namun, kita perlu mengetahui terlebih dahulu mengenai hal-hal yang menyebabkan sibling rivalry terjadi.
Lebih dalam Ratih menjabarkan penyebab persaingan antara saudara terjadi karena beberapa faktor, yaitu evolving needs atau perubahan kebutuhan anak-anak. Di mana kecemasan dan identitas mempengaruhi bagaimana mereka berhubungan satu sama lain.
Faktor lain yakni individual temperament. Dalam hal ini termasuk suasana hati, kemampuan beradaptasi dan kepribadian anak-anak untuk memainkan peran besar dalam pergaulan. Sebagai contoh, jika seorang anak memiliki karakter anak yang santai sedangkan saudaranya memiliki karakter mudah marah atau sensitif, hal ini mungkin dapat menyebabkan pertengkaran saudara.
Kemudian ada special needs atau sick kids yaitu anak berkebutuhan khusus atau memiliki masalah emosional memerlukan lebih banyak waktu orangtua. Hal ini membuat saudara-saudaranya melihatnya sebagai perbedaan sikap orang tua, sehingga mereka melakukan beberapa perlakuan sebagai bentuk upaya untuk mendapatkan perhatian orang tua.
Terakhir ada role models yaitu cara orang tua mengatasi masalah dan pertengkaran memberikan contoh yang kuat pada anak-anak.
Ketika orang tua berkonflik dan memberikan contoh penyelesaian secara baik-baik dan tidak agresif, hal ini menjadi contoh yang akan ditiru anak-anak ketika mereka mengalami masalah satu sama lain.
"Jika anak-anak melihat sikap orang tua yang secara rutin berteriak, membanting pintu, dan membantah dengan suara keras ketika menghadapi masalah, maka mereka cenderung untuk menirukan sikap orang tuanya tersebut," kata Ratih.