Ilustrasi-Peragaan busana muslim karya Juwita Heraris di Surabaya Fashion Parade 2016/Antara-M Risyal Hidayat
Fashion

Indonesia Menjadi Simpul Fashion Dunia, Mungkinkah?

Wike Dita Herlinda
Selasa, 24 Mei 2016 - 16:55
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Di sela-sela hiruk pikuk suasana Pasar Baru Bandung pada suatu Sabtu siang, tiga orang gadis berkerudung sibuk memilah-milah koleksi hijab di salah satu gerai toko. Perhatian tercuri oleh si penjual, yang mewarkan dagangannya dengan logat Melayu fasih.

“Jangan heran, banyak sekali pedagang di sini yang jago berbahasa Melayu. Gimana enggak, mayoritas pelanggan tetap mereka orang Malaysia,” kata seorang teman asal Kota Kembang, yang mengantar berjalan-jalan di Pasar Baru waktu itu.

Saat didekati, salah satu dari tiga perempuan tadi tersenyum dan mulai bercerita bahwa dia sangat sering terbang ke Indonesia. Dalam sebulan, bisa tiga kali dia menyinggahi Tanah Air. Tujuannya? Sekadar belanja hijab. Atau, lebih tepatnya, ‘memborong’ hijab.

Perempuan 30 tahun bernama Sara itu mengaku kerap mengajak—atau diajak—sanak saudaranya melancong ke Ibukota Indonesia dan sekitarnya. “Ya, kalau tak ke Tanah Abang, ya ke Bandung,” kata warga Kuala Lumpur itu.

Mengapa belanja hijab saja sampai harus ke luar negeri? Mengapa sampai segitunya? Memangnya di Negeri Jiran tidak ada yang jualan kerudung? Bisa-bisanya menguras kocek sekadar untuk belanja akhir pekan di negeri orang; secara rutin.

Bagi kalangan menengah/bawah, mungkin pertanyaan-pertanyaan seperti itu bermunculan. Namun, bagi Sara, terbang ke Indonesia sangat perlu untuk memenuhi kebutuhannya akan fesyen. “Sebab di sini bagus-bagus. Lebih up to date [desain hijabnya] dan murah," jelasnya.

Sara hanyalah penggalan refleksi atas banyaknya warga negara tetangga yang menjadi staple tourists di Indonesia. Mayoritas dari mereka tahu persis akan menghabiskan uang di mana saat berada di Tanah Air. Pilihannya rata-rata tertuju pada gerai-gerai atau butik-butik hijab.

Lapak-lapak dan konter-konter pakaian tertutup (modest wear) seolah menjadi destinasi wisata baru di republik ini, yang ternyata mampu menggaet turis tidak kalah banyaknya dengan tempat wisata konvensional.

Terkait fenomena tersebut, ingatan melayang ke Februari 2014—di sela-sela konferensi pers Jakarta Fashion Week (JFW) di Galeri Nasional—saat pemerintah pertama kali menyerukan klaim ingin menjadikan RI sebagai simpul fashion (fashion hub) dunia pada 2025.

Saat itu, ide tersebut diungkapkan oleh Dirjen Industri Kecil Menengah (IKM) Kementerian Perindustrian Euis Saidah. Katanya, harapan menjadi fashion hub dunia akan diwujudkan melalui kerjasama dengan peritel untuk memperkuat label-label fesyen lokal berkualitas.

Terus terang, tidak sedikit pihak yang memandang sebelah mata cita-cita tersebut. Banyak yang berkata pemerintah terlalu ambisius dan asal bicara. Banyak yang berpikir, ‘Memangnya Indonesia bisa bersaing seperti apa di dunia fashion?’

Ketika tangkup pemerintahan beralih ke Presiden Joko Widodo, ternyata cita-cita tersebut masih belum luntur. Pada Oktober tahun yang sama, rencana menjadikan Indonesia sebagai fashion hub dunia sepertinya semakin dimatangkan.

Target yang tadinya 2025 pun kian dimajukan. Melalui Kementerian Perdagangan, pemerintah berkomitmen menjadikan RI sebagai pusat mode dan perdagangan produk fashion di Asia pada 2018 dan dunia pada 2020. Segmen yang digadang-gadang adalah modest wear.

Tidak tanggung-tanggung target tersebut diketok! Padahal, pangsa produk fesyen muslimah RI di pasar global saja masih relatif kecil. Potensi pasar modest wear dunia mencapai lebih dari US$322 miliar, kedua setelah pangsa pasar clothing lines AS dan China.

Namun, Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) mencatat pangsa pasar busana tertuturp Indonesia di seluruh dunia baru mencapai US$7,18 miliar atau masih kalah dari Bangladesh (US$22 miliar) dan Turki (US$14 miliar).

Bagaimanapun, pemerintah optimistis target tersebut dapat dicapai melalui gerilya promosi intensif ke negara-negara tujuan ekspor dengan pangsa konsumen muslim paling potensial. Misalnya saja Arab Saudi, UEA, Pakistan, Eropa Selatan dan Timur, serta Asia Selatan.

Lantas, mengapa Indonesia begitu getol ingin menjadi fashion hub dunia untuk segmen busana tertutup? Founder Indonesia Islamic Fashion Consortium, Gilarsih Setijono, menjelaskan modest wear adalah lini yang paling masuk akal untuk arena kompetisi RI.

“Susah kalau mau kejar-kejaran melawan produk fesyen Milan, Prancis, Italia, atau Inggris. Kita harus pikirkan pasar yang spesifik. Nah, pasar modest wear ini pangsanya 20%-25%. Bayangkan, US$322 miliar itu 1,6 kali lipat lebih besar dari postur APBN kita,” paparnya.

Lalu bagaimana cara bersaingnya? Menurutnya, kunci penting untuk bisa menaklukkan pasar modest wear dunia adalah penguatan kemampuan individual yang tinggi ketimbang kemampuan mekanis.

Masalahnya, harus diakui kemampuan individual Indonesia masih kalah telak jika dibandingkan dengan kompetitor di Asia lainnya seperti Hong Kong, yang sudah mampu mengekspor produk fashion senilai lebih dari US$70 miliar per tahun.

Untuk itu, strategi lain yang ingin dicoba adalah menguatkan standardisasi untuk bisa berkompetisi di luar negeri. Selama ini, label modest wear Indonesia dinilai belum cukup terstandar untuk bisa bersaing dengan brand-brand internasional.    

Bukti konkretnya? Merek-merek fashion muslimah belum banyak mendapat tempat strategis di Ground Floor (GF) pusat-pusat perbelanjaan premium di Tanah Air. Bukan karena diskriminasi, tapi karena label modest wear dinilai belum memenuhi kriteria etalase.

Masih Semangat

Lantas, apa kabar target ambisius itu saat ini? Lebih dari dua tahun berlalu, dan gaungnya sempat meredup. Mungkinkah, optimisme pemerintah luntur? Ternyata tidak juga. Semangat untuk mengangkat derajat industri fashion modest wear lokal masih membara.

Pemerintah layak mendapat acungan jempol untuk itu. Apalagi, tahun ini, untuk pertama kalinya Indonesia berani menggelar Muslim Fashion Festival (Muffest). Itu adalah strategi jitu untuk menciptakan etalase skala besar bagi para desainer modest wear lokal.

Plt Dirjen Pengembangan Ekspor Nasional (PEN) Kemendag Tjahya Widayanti menegaskan pemerintah masih optimistis dengan tekad menjadikan Indoensia sebagai fashion hub dunia. Sebab, negara ini berpotensi besar menjadi trend setter fashion tertutup global.

Otoritas perdagangan mencatat sepanjang lima tahun terakhir, tren ekspor produk fashion menunjukkan pertumbuhan positif 8,15%. Per Januari 2016 saja, volume ekspor produk fashion Indonesia meningkat 3,87% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Khusus untuk lini busana tertutup, pada 2014 ekspornya mencapai US$4,63 miliar, tumbuh 2,30% dari 2013. Tahun lalu, nilainya naik menjadi US$4,57 miliar. Per Janauri 2016, ekspor busana muslim Indonesia sudah mancapai US$374 juta, naik 2,13% dari Januari 2015.

Untuk semakin membuktikan keseriusan, pemerintah berupaya menetapkan Kode HS yang baku untuk lini pakaian tertutup. Selama ini, ekspor modest wear hanya dicatat berdasarkan pengelompokan rekomendasi Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan.

Muffest yang akan dihelat sepanjang 25-29 Mei di Senayan itu rencananya akan mengakomodasi ratusan desainer busana muslim lokal, termasuk Jenahara dan Nurzahra. Desainer asing pun turut diundang, termasuk dari Malaysia dan Turki.

Sedikit catatan, perkembangan terakhir pasar busana muslim dunia saat ini adalah 11% dari total belanja fashion penduduk dunia, dengan pertumbuhan rata-rata 3,8% per tahun. Thomson Reuters memprediksi angka itu akan melonjak menjadi 11,5% pada 2018.

Adapun, Indonesia masih menempati posisi ke-5 sebagai negara konsumen modest wear terbesar dengan nilai US$12,69 miliar per 2014. RI kalah dari Turki (US$24,84 miliar), UEA (US$18,24 miliar), Nigeria (US$14,99 miliar), dan Arab Saudi (US$14,73 miliar).    

Sementara itu, produk ekspor modest wear Indonesia akan difokuskan ke pasar-pasar busana muslim yang belum jenuh, seperti Amerika Serikat, Jepang, Jerman, Korea, Inggris, Australia, Kanada, UEA, Belgia, dan China.

“Data itu menunjukkan pentingnya pengembangan bisnis modest wear di Indonesia agar menjadi acuan industri mode dunia. Di tengah persaingan pasar global, pelaku industri modest wear harus memiliki fondasi hulu ke hilir yang tangguh dan unggul,” tutur Tjahya.

Jadi, selain menjadikan Indonesia sebagai jujugan belanja pakaian tertutup terfavorit dunia, ternyata masih ada upaya serius untuk menguasai pasar modest wear di luar negeri. Ya, layaklah dunia fesyen muslim Tanah Air bersikap ambisius.

Mengutip kata Sara, si gadis Malaysia yang gemar memborong hijab di Pasar Baru Bandug itu, “Soal [pakaian muslim], saya rasa Indonesia ini paling majulah. Kalau tak, untuk apa saya [hampir] setiap akhir pekan ke sini habiskan uang banyak.”   

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bagikan

Tags :


Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro