Bisnis.com, JAKARTA -- Bernapas merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia untuk dapat bertahan hidup, karena itu menjaga kesehatan organ pernapasan menjadi suatu hal yang tidak dapat ditawar.
Kendati demikian, lingkungan serta gaya hidup individu, terutama di zaman sekarang, justru memberi dampak yang merugikan bagi organ pernapasan utama, yaitu paru-paru. Bahaya penyakit pun mengancam, termasuk kanker paru.
“Secara garis besar, faktor risiko munculnya kanker paru dapat dikelompokkan menjadi dua jenis,” kata Budhi Antariksa, Ketua Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI.
Jenis yang pertama yakni kebiasaan buruk, seperti perokok aktif maupun pasif atau bekerja di tempat yang mengandung zat kimia yang bersifat terinspiratif (terhirup).
Jenis kedua yakni faktor genetik, yakni memiliki keluarga yang punya riwayat kanker dan tidak harus kanker paru.
Budhi menjelaskan, karena berada di jalur pernapasan, sel kanker di paru dapat berkembang dalam waktu yang sangat cepat. Pasalnya, sel buruk ini berada di organ yang paling awal mendapat asupan oksigen yang dibutuhkan untuk mengembangkan sel. Karena itu, penderita kanker paru memiliki angka harapan hidup yang kecil.
Terlebih, penyakit ini tidak menunjukkan gejala berarti di tahap awal sehingga sulit sekali terdeteksi dan gejala biasanya baru muncul bila stadium telah lanjut.
Pada umumnya, gejala dirasakan penderita adalah batuk berdarah yang menandakan sel kanker sudah berada pada saluran pernapasan di paru. Kemudian terjadi penurunan berat badan serta sesak napas karena volume paru mengecil akibat massa kanker itu sendiri atau timbul cairan (efusi pleura) yang mengisi rongga paru.
Bagi Budhi Antariksa, penyakit ini merupakan sebuah kondisi yang menakutkan sehingga upaya mencegah agar jangan sampai sel kanker tumbuh, merupakan pilihan terbaik. Setiap individu pun dapat melakukan berbagai upaya agar terhindar dari risiko tumbuhnya sel kanker paru.
“Hindari rokok. Bila masih merokok, ikuti tips berhenti merokok di klinik dokter spesialis paru,” tegas Budhi yang juga menjadi salah satu anggota Tim Dokter Kepresidenan.
Upaya lainnya yakni menjalani pola hidup sehat, terutama dengan tidak merokok. Lalu menggunakan masker jika bekerja di tempat yang berpolusi atau dengan paparan zat kimia yang terhirup. Penggunaan masker diyakini dapat mengurangi masuknya zat yang bersifat karsinogenik (memiliki bawaan untuk menjadi kanker).
Jika memiliki faktor keturunan maka individu sangat disarankan melakukan deteksi dini dan secara rutin. Selanjutnya, mengonsumsi makanan yang memiliki kandungan antioksidan yang tinggi.
Selain itu, lanjut dia, pemeriksaan rutin merupakan tindakan preventif yang perlu dilakukan dan ada beberapa jenis pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk mendiagnosis keberadaan sel kanker paru, yakni melalui rontgen paru (foto toraks).
Pemeriksaan itu dilakukan sekali dalam setahun, terutama bagi mereka yang menjadi perokok aktif, perokok pasif atau pekerja dengan pajanan silika (tambang, semen, pabrik kaca, batubara, konstruksi, pajanan radon tinggi, dan lain-lain).
Pemeriksaan juga dapat dilakukan dengan CT-scan Toraks yang merupakan pemeriksaan lanjutan bila ditemukan kecurigaan dari hasil rontgen.
Selanjutnya pemeriksaan biopsi, yaitu pemeriksaan lanjutan untuk mencari tahu jenis kanker paru.
Terdapat dua jenis biopsi yang dapat dilakukan, a.l. bronchoscopy, biopsi jarum dengan tuntunan CT-scan jika sel kanker tidak pada saluran napas besar. Lalu biopsi dengan tuntunan CT-scan yang juga dilakukan jika sel kanker tidak pada saluran napas besar.
Jika hasil biopsi memastikan kecurigaan yang didapat merupakan kanker, maka kemudian dilakukan pemeriksaan lanjutan. Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendiagnosis secara lengkap mengenai jenis-jenis kanker, stadium serta kondisi pasien (performance status).
Selain itu, dapat dilakukan pula PET Scan untuk memastikan penyebaran sel kanker. “Karena biasanya kanker paru menyebar ke tulang, otak dan liver, dapat dilakukan pula scan tulang, scan otak serta USG liver.”
Lebih jauh, Budhi yang juga bertugas di Rumah Sakit Puri Indah memaparkan, setelah terdiagnosis, terapi kanker paru tergantung pada jenis kanker dan stadiumnya. Adapun pengobatan kanker paru dapat berupa bedah, radioterapi, kemoterapi, targeted therapy atau immunotherapy.
Dalam mendiagnosis dan memilih jenis terapi, dokter spesialis paru akan memilihkan terapi secara personalized therapy, sesuai dengan marker genetik pasien. Termasuk asuhan paliatif, seperti tatalaksana nyeri, sesak dan batuk untuk meningkatkan kualitas hidup penderita kanker paru.
Kendati demikian, dia kembali menegaskan, menjalani gaya hidup sehat, menjauhi faktor risiko dan melakukan pemeriksaan rutin tetap menjadi merupakan pilihan terbaik untuk terus menjaga kualitas hidup.