JAKARTA—DPR meminta Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional mengatasi fenomena tingginya angka seks pra nikah di kalangan remaja, bahkan terus tinggi dari tahun ke tahun.
Menurut Anggota Komisi IX DPR Zuber Safawi, masalah seks bebas ini pangkal dari bermacam penyakit sosial dan kesehatan di masyarakat, seperti prostitusi, HIV/AIDS, narkoba, dan kehamilan dini.
“Ini tentu kontra-produktif dengan program pengendalian penduduk dan kesejahteraan keluarga yang diemban BKKBN [badan koordinasi keluarga berencana nasional],” ujarnya, Jumat (15/2/2013).
Sebelumnya, BKKBN sempat merilis data dari hasil penelitian Kementerian Kesehatan di 4 kota besar (Medan, Jakarta Pusat, Bandung, dan Surabaya) pada 2009.
Data itu menunjukkan 35,9% remaja mempunyai teman yang pernah melakukan hubungan seks pranikah dan 6,9% responden telah melakukan hubungan seks pranikah.
Sementara itu, Australian National University (ANU) dan Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia di Jakarta, Tangerang dan Bekasi (Jatabek) pada 2010 melakukan penelitian pada 3.006 orang responden (usia <17 tahun-24 tahun).
Hasil penelitian itu mengindikasikan sebanyak 20,9% remaja mengalami kehamilan dan kelahiran sebelum menikah, sedangkan 38,7% remaja mengalami kehamilan sebelum menikah dan kelahiran setelah menikah.
Menurut Zuber, data yang sempat dirilis oleh BKKBN itu seharusnya menjadi perhatian serius, karena jumlah remaja di Indonesia relatif banyak, yakni mencapai 26,7% dari total penduduk atau lebih dari 63 juta jiwa.
Zuber mempertanyakan efektivitas dari program Pusat Informasi Konseling Kesehatan Reproduksi Remaja (PIK-KRR) yang digagas BKKBN dan tersebar di belasan ribu tempat di Tanah Air.
“Ada laporan salah satu PIK-KRR di Papua yang menjadi nominasi terbaik tingkat nasional, tapi dikabarkan tidak pernah ada kegiatannya,” ungkapnya.
Untuk itu, Zuber menambahkan diperlukan kerja sama antarlembaga yang terkoneksi baik, seperti dengan bimbingan konseling di sekolah dan kampus, maupun dengan komunitas remaja yang memiliki jejaring luas untuk mengendalikan penyakit sosial itu. (*)