JAKARTA - Potensi Indonesia pada sektor bahan baku obat herbal sangat besar. Namun, penelitian dan riset di bidang obat herbal masih kurang.
Listyani Wijayanti, Deputi Kepala BPPT Bidang Teknologi Agroindustri dan Bioteknologi, mengatakan pasar industri obat herbal nasional mencapai Rp12 triliun.
Dana itu diperebutkan oleh sedikitnya 1.000 pelaku dari industri rumahan hingga perusahaan besar, dan sejumlah produsen dari luar negeri, diantaranya Malaysia dan China.
Untuk bisa meningkatkan kualitas dan proses produksi agar efisien, katanya, strateginya antara lain perlu dilakukan kerja sama dengan institusi riset, dan litbang.
Menurut Listyani, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) sudah merintis obat herbal sebagai bagian dari pengembangan teknologi kesehatan, sejak 1999.
Dia menuturkan Indonesia kaya akan bahan alam yang bisa dijadikan obat. Ada tiga kategorinya, yaitu jamu yang jenis kini mencapai ribuan macam, obat herbal standar yang baru berjumlah 38 macam, dan dan fitofarmaka yang berjumlah 5 macam.
“Saat ini yang belum tersentuh industri obat herbal ini, adalah bahan baku berupa ekstrak yang terstandar. Kebanyakan industri ini melupakan bahwa ekstrak terstandar itu dimulai sejak awal tanaman ditanam, sampai dipanen,” kata Listyani di Jakarta, Selasa (19/2).
Dia mengatakan untuk memperkuat riset pengembangan dan teknologi produk herbal ini, BPPT sudah bekerja sama dengan sejumlah perusahan farmasi, diantaranya dengan PT Deltomed Laboratories.
PT Deltomed Laboratories adalah perusahaan ke-10 yang bekerja sama dengan BPPT di bidang riset herbal. Kerja sama ini antara lain mencari formula obat dari herbal untuk penyakit antigeneratif seperti jantung.
“Untuk mengatasi impor obat kimia yang makin tinggi, kita perlu membuat obat dari potensi kekayaan alam Indonesia, seperti obat herbal dari berbagai tumbuhan yang ada di negeri ini,” ungkapnya. (fsi)
Fashion