Referensi

Kisah Kyai Hasyim Asyari dan Cerita Kebo Kicak

Puput Ady Sukarno
Sabtu, 29 Maret 2014 - 12:18
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA-- "Jangan lupa, setiap hendak mengawali bercocok tanam, tubuh kita harus menghadap kiblat. Dan ketika bibit mulai ditanam, kita harus membaca shalawat tiga kali, demikian seterusnya," pesan Hasyim pada para santrinya.

Demikian bunyi salah satu bait yang terdapat di halaman 259 pada sebuah novel sejarah berjudul Guru Sejati: Hasyim Asy'ari dengan sub judul Pendiri Pesantren Tebu Ireng yang mengakhiri era kejayaan Kebo Ireng dan Kebo Kicak.

Kutipan yang mengajarkan cara bercocok tanam dengan hasil yang melimpah seperti yang pernah dialami Hayim Asy'ari itu, hanyalah salah satu dari sekian ajaran tentang ilmu yang berkaitan dengan perekonomian, yang diwariskan oleh pendiri Nahdlatul Ulama, organisasi massa Islam terbesar di Indonesia tersebut, di samping ajaran lainnnya mengenai ilmu agama.

Seperti judulnya, novel yang ditulis oleh Masyamsul Huda ini, secara garis besar mengisahkan tentang perjalanan sejarah berdirinya Pondok Pesantren Tebu Ireng, Jombang, Jawa Timur, beserta sejumlah fakta-fakta tersembunyi yang belum banyak diketahui masyarakat, mengenai apa yang sebenarnya terjadi pada masa-masa perjuangan melawan penjajah Belanda dan kerusakan moral di Desa Cukir, Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang, tempat berdirinya pondok pesantren tersebut, kala itu.

Dengan gaya tutur yang ringan dan mudah dimengerti, penulis yang juga kelahiran Tebu Ireng, Desa Cukir itu mengisahkan perjalanan berdirinya Pondok Pesantren Tebu Ireng dari sudut pandang seorang kyai bernama Sakiban. Seorang ulama yang pernah menjadi dalang terkenal di Dusun Cukir, mantan telik sandi atau intelijen Pangeran Diponegoro, serta pemilik pertama tanah Tebu Ireng yang juga merupakan kakek dari penulis.

Berdasarkan catatan sejarah dan informasi dari keturunan langsung tokoh-tokoh yang terlibat dalam kejadian kala itu, novel ini mengungkapkan tentang betapa luar biasanya perjuangan Hasyim Asy'ari dalam mendirikan, membesarkan, dan mempertahankan Pondok Pesantren Tebu Ireng dari gempuran preman dunia hitam yang dikenal dengan sebutan Kebo Ireng, yang didukung penuh pemerintahan Belanda ketika itu.

Era kapitalisme masuk ke Indonesia pada 1870 yang diawali lahirnya Undang-Undang (UU) Gula dan UU Agraria di Hindia Belanda. Pada 1984, era kapitalisme itu akhirnya juga masuk ke Dusun Cukir dengan dibangunnya pabrik gula Cukir oleh Belanda. Pembangunan inilah yang akhirnya melahirkan premanisme terorganisir dibawah pengamanan Belanda yang melahirkan dunia hitam Kebo Ireng.

Berdirinya pabrik gula Cukir menimbulkan pengaruh industrialisasi yang negatif terhadap masyarakat sekitar. Salah satu cara penjajah Belanda menekan perlawanan rakyat, dengan mengamini berdirinya lokalisasi di dekat pabrik, daerah maksiat yang dikenal dengan nama Kebo Ireng. Dan dari sinilah melahirkan dua legenda yang begitu merakyat, yakni cerita Kebo Kicak dan Tebu Ireng.

Sebelum periode perjuangan Hasyim Asy'ari, sudah banyak rakyat yang mencoba melawan Belanda dan membubarkan kawasan maksiat tersebut, salah satunya dilakukan oleh santri muda bernama Surontanu. Namun, perjuangan yang mulia itu gagal, lantaran cara dan strategi yang digunakan tidak dipersiapkan dengan matang. Pemilihan perlawanan secara frontal yang dilakukan Surontanu, tidak efektif sehingga malah menimbulkan banyak kerugian di pihak orang-orang yang menginginkan hidup bersih.

Selengkapnya bisa disimak melalui Bisnis Indonesia Week End edisi 30 Maret 2014

Editor : Setyardi Widodo
Bagikan

Tags :


Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro