Bisnis.com, JAKARTA - Perkembangan dunia koleksi benda-benda seni dan antik oleh para kolektor di Indonesia tenyata cukup diakui masyarakat dunia. Terbukti, Indonesia merupakan salah satu negara yang dituju oleh Syndicate National des Antiquaires, penyelenggara pameran barang antik tersohor di dunia yaitu Biennale des Antiquaires.
Pameran tersebut akan digelar ke-27 kalinya pada 11—21 September 2015 di Grand Palais, Paris, Prancis. Indonesia merupakan satu dari 22 negara yang akan dikunjungi oleh Presiden Syndicate National des Antiquaires Christian Deydier untuk mempromosikan pameran bertaraf internasional tersebut.
Dalam wawancara yang dilakukan oleh Bisnis.com, Deydier menyampaikan alasannya berkunjung ke Indonesia yaitu karena Indonesia merupakan pasar yang potensial. Kesukaan masyarakat Indonesia akan perjalanan ke berbagai negara dan jiwa ingin tahu akan barang baru termasuk hasrat untuk memiliki barang tersebut menjadi pertimbangan mereka memilih Indonesia.
Pernyataan tersebut diaminin oleh salah satu pemerhati benda seni yang juga seorang kolektor lukisan, Syakieb Sungkar.Menurutnya,jumlah kolektor seni di Indonesia sudah terbilang banyak mulai dari kolektor lukisan, patung, keramik, dan juga kolektor perabotan antik.
Bahkan tak jarang para kolektor Indonesia memburu benda seni incarannya hingga ke berbagai negara di Amerika Serikat dan Eropa dengan mendatangi balai lelang dan juga beberapa kenalan. "Kalau ke luar negeri biasanya melalui balai lelang yang terpercaya untuk menghindari penipuan.Selain itu, keuntungan membeli di balai lelang adalah adanya jaminan uang kembali bila barang tersebut palsu.”
Saat ini di Indonesia, lanjutnya, untuk kolektor lukisan ada sekitar 1.000 orang, akan tetapi yang masih aktif membeli hanya sekitar 300 kolektor saja. Jumlah ini memang tidak seimbang antara jumlah karya seniman yang terus bermunculan.
Selain lukisan, Wakil Ketua Himpunan Keramik Indonesia (HKI) Handojo Susanto mengatakan bahwa hingga saat ini jumlah kolektor keramik di Indonesia yang aktif dalam Himpunan Keramik Indonesia sudah mencapai sekitar 200 kolektor, itu belum ditambah yang tidak terdaftar.
Menurutnya kebanyakan keramik yang menjadi buruan kolektor adalah keramik jenis imperial atau Guan Yao, yakni keramik yang awalnya khusus dibuat untuk keperluan kerajaan saja dan tidak bisa pergi atau keluar dari wilayah istana.
Akan tetapi, lanjutnya keramik yang jenis ini harganya sangat tinggi dan menjadi incaran kolektor dunia.Keramik ini mahal lantaran jumlahnya terbatas.Barangnya sekarang kebanyakan di Eropa.
Handojo dan Syakieb menuturkan dua alasan orang memutuskan untuk menjadi kolektor. Pertama, karena memang si kolektor menyukai atau senang dengan benda yang akan dikoleksinya itu. Kedua, lebih dilihat dari sisi bisnis, yakni harganya akan semakin mahal jika benda yang dikoleksi itu secara mutu dianggap baik dan langka."Jadi ada nilai investasi jangka panjang jika benda yang dikoleksi memang tepat dan benar."
Menurut Syakieb selain benda yang dipilihnya benar-benar baik, biasanya investasi dalam bidang seni adalah investasi jangka panjang, minimal 5 tahun."Dalam dunia koleksi lukisan, karya pelukis oldmaster masih bernilai tinggi, diatas Rp1 miliar.Beberapa diantaranya Hendra Gunawan, S. Sudjojono, Lee Man Fong, Affandi, Basoeki Abdullah," tuturnya.
Dia mengatakan saat ini benda seni Indonesia termahal, utamanya lukisan, yang pernah terjual adalah lukisan karya Sindoesoedarsono Sudjojono yang berjudul Pangeran Diponegoro."Lukisan itu terjual di Balai Lelang Sotheby's Hong Kong pada April 2014 dengan harga hampir Rp100 miliar, sudah termasuk premium fee," tuturnya.
Syakieb mengingatkan, meskipun beberapa harga koleksi benda seni, terutama lukisan, bisa naik beberapa kali lipat dari sebelumnya, tetapi investasi pada benda ini sulit untuk dibilang liquid karena menjualnya membutuhkan proses dan waktu.
Maya Sudjatmiko, salah seorang kolektor sekaligus pemilik galeri Artsphere mengatakan dalam dunia kolektor, Maya merasa harus mengedepankan apresiasi budaya dan sejarah Indonesia sendiri.
Dia mengakui bila investasi pada barang antik dirasa tidak seagresif dan sedinamis lukisan. Barang antik memiliki usia yang cukup tua mungkin lebih tua dari karya seni lukis tetapi jarang ada yang tahu siapa yang membuatnya.Sedangkan kalau seni rupa terutama lukisan, kita akan menilai siapa yang membuat lukisan itu. “Jadi, tidak bisa disamakan sisi investasinya,” jelasnya.
Mengoleksi seni rupa bisa dibilang investasi dalam jangka panjang, tetapi ada juga yang short term atau agresif dan banyak yang mau ambil risiko.Banyak orang yang ingin menginvestasikan dibandingkan hanya sekadar mengoleksi.
Menurut Maya, Indonesia cukup disegani dan menghargai bidang seni rupa.Dilihatdari berbagai hasil lelang di balai lelang masih ada beberapa karya yang harganya tinggi misal dari para old master masih dicari.
Kuss Indarto, pengamat seni, melihat perkembangan seni di Indonesia semakin bagus. “Karya seni itu menyangkut produksi, apresiasi, dan konsumsi,” ujar Kuss.
Semakin Produktif
Produksi di sini merupakan karya-karya seniman yang semakin banyak.Tidak hanya karyanya saja, tetapi potensi senimannya pun semakin baik dan berkembang.Masyarakat juga mengapresiasikan karya tersebut dengan baik.Kuss menceritakan salah satu pameran kecil di Yogyakarta saja bisa didatangi hingga 200-500 penonton.
Kolektor seni di Indonesia pun tak jarang menunjukkan nasionalismenya dengan mengejar karya oldmasteranak bangsa hingga ke balai lelang luar negeri.Misalnya untuk lukisan karya Affandi.Kolektor Indonesia mengejar hingga ke balai lelang di Amsterdam dan London.Mereka tidak ingin karya oldmaster ini jatuh ke tangan kolektor asing.
Tidak hanya lukisan Affandi, lukisan karya old master Lee Man Fong ini pun menjadi perhatian para kolektor Indonesia.Lukisan karya Lee Man Fong memiliki nilai yang sangat tinggi, nilainya melebihi lukisan Affandi.
Lee Man Fong merupakan pelukis kelahiran China, dan berkarya di Indonesia.Dia sempat menjadi kurator dari koleksi seni Soekarno, sekaligus pelukis istana.Setelah Soekarno turun, Lee Man Fong pindah ke Singapura. Sehingga karyanya diperebutkan oleh kolektor dari China, Indonesia dan Singapura atas nama nasionalisme masing-masing negara tersebut.
Selain mengejar karya pelukis Indonesia, kolektor Tanah Air juga aktif mencari karya lukis lainnya seperti yang dilakukan oleh Budi Raharjo Tek. Dia membeli lukisan karya pelukis China Zhang Xiaogang yang berjudul Chapter of a New Century-Birth of the People’s Republic of China II (1992) di balai lelang Sotheby’s, Hong Kong. Dia memberikan penawaran tertinggi dengan harga HK$52,18 juta atau sekitar Rp56 miliar. Harga yang cukup fantastis untuk sebuah lukisan.
Di tengah menggeliatnya aktivitas jual-beli lukisan para maestro, Kuss menyayangkan sikap pemerintah yang masih kurang peduli terhadap benda seni di Indonesia.Seharusnya pemerintah bisa membentuk lembaga yang melindungi karya seni, tidak hanya masalah hak cipta.“Indonesia membutuhkan lembaga yang berperan sebagai payung hukum terhadap benda seni di Indonesia,” tutur Kuss.
Hal serupa juga diungkapkan oleh Nala Nandana, Program Manajer Gallery Sarasvati.“Peran pemerintah masih kurang.Masih kurangnya perlindungan terhadap benda seni.”
Nala memberikan contoh mengenai perlindungan benda seni di salah satu museum di New York. Pemerintah di sana mengatur hingga harga karya seni yang beredar, agar pendapatan seniman pun tetap stabil.
Kuss menjelaskan aksi pemalsuan yang kerap menghantui karya lukis dan benda antik lainnya merupakan implikasi negatif dari pasar seni rupa yang semakin dinamis dari masa ke masa.“Karya old master sudah langka, sesuai hukum pasar, semakin langka produk maka akan semakin tinggi harga jualnya, itulah menjadi pemicu karya seni rupa palsu,” tutur Kuss. (Puput Ady Sukarno, Agnes Savithri, Atiqa Hanum, Deliana Pradhita Sari)