Bisnis.com, JAKARTA - Memasuki pusat perbelanjaan di Ibu Kota, Anda akan menemukan banyak kedai kopi bertebaran di mana-mana.
Tidak hanya di Jakarta, hampir seluruh kota memiliki kedai kopi. Meminum kopi sambil berbincang dengan kerabat sudah menjadi gaya hidup, bahkan beberapa diantaranya sudah menjadikannya sebagai kebutuhan. Namun, beberapa tahun terakhir ini, teh mulai muncul dan mencuri hati penikmatnya.
Kedai teh mulai bermunculan, memang jumlahnya belum sebanyak kedai kopi. Di beberapa pusat perbelanjaan, salah satu merek dagang teh di Inggris telah membuka cabangnya di Indonesia. Tidak mau kalah, kedai kopi pun banyak yang menyediakan berbagai jenis teh.
Teh dalam kemasan pun muncul dengan pilihan rasa dan merek yang semakin variatif. Tidak hanya disajikan sebagai minuman, teh mulai bermunculan dalam makanan, seperti kue dengan mengusung rasa green tea.
Indonesia menjadi salah satu negara penghasil teh. Saat ini Indonesia menempati urutan ke-8 sebagai penghasil teh terbesar di dunia. Pembicara teh dan penulis buku The Story in a Cup of Tea, Ratna Somantri berbagi sedikit cerita mengenai kisah sejarah teh kepada bisnis.
“Teh pada awalnya berasal dari China, pada zaman dahulu China merupakan pusat kebudayaan. Banyak negara, seperti Korea dan Jepang mencoba mengadaptasi kebudayaan China,” cerita Ratna.
Teh berkembang sangat pesat di China. Pada awalnya teh disajikan bukan sebagai minuman sehari-hari, namun sebagai tonic, sejenis minuman yang bermanfaat bagi tubuh. Ratna bercerita, pada masa Dinasti Tang (618-907 M), kerajaan ini berkembang sangat maju, hampir di segala bidang seperti ekonomi, militer, agama, dan sosial budaya.
Pada Dinasti Tang ini, teh menjadi minuman yang bergengsi di kalangan istana. Namun, teh pada masa itu bukan teh seperti sekarang ini. Pada masa itu, teh berbentuk bubuk yang dipadatkan menjadi bongkahan. Untuk meminumnya, bongkahan tersebut harus dihaluskan dan dididihkan bersama air. Pada Dinasti Tang ini pula, disebutkan kedai dan toko teh pertama kali muncul.
Dinasti Tang pun runtuh dan berganti Dinasti Song, pada dinasti ini penyajian teh tidak sama lagi. Teh berbentuk serbuk dimasukkan ke dalam mangkuk teh. Teh tersebut diseduh dengan air panas dan dikocok. Cara penyajian teh ini pula yang kemudian diadaptasi oleh Jepang hingga saat ini.
Penyajian teh di China terus berkembang seiring pergantian Dinasti Song menjadi Dinasti Ming (1368-1644). Pada dinasti ini, penyeduhan teh mulai menggunakan teko. Kebudayaan minum teh pada Dinasti Ming inilah yang hingga saat ini digunakan oleh China. Teh mulai disajikan dalam bentuk daun atau loose leaf.
Untuk penyebaran teh dari China ke negara lainnya baru dimulai pada Dinasti Qing (1644-1911). Dalam buku The Story in a Cup of Tea, dituliskan pada masa dinasti ini, China menjadi satu-satunya negara yang mengekspor teh melalui pelabuhan dagangnya. Pada masa tersebut pula, perkebunan teh China berkembang pesat. Teh menjadi bisnis yang besar, yang hingga kini masih menjadikan China sebagai negara penghasil teh terbesar di dunia.
“Jepang pun mulai mengenal teh dari pendeta Budha yang belajar agama di China,” cerita Ratna. Pada abad ke-8, teh mulai masuk ke Jepang sebagai minuman yang dikonsumsi pada upacara keagamaan di kuil-kuil. Teh ini berasal dari China karena di Jepang belum ada pohon teh.
Sekitar 400 tahun kemudian, Jepang sudah memiliki pohon teh dan cara memproduksi teh sendiri. Tradisi minum teh yang diadaptasi dari Dinasti Song di China ini, melahirkan upacara minum teh Jepang, Chanoyu. Teh yang dihaluskan menjadi serbuk, setelah itu diseduh dalam mangkuk dan dikocok menggunakan kocokan bambu. Teh yang disajikan ini dikenal dengan nama matcha.
Ratna menuliskan di bukunya, teh di Indonesia masuk pada 1684. Pada tahun tersebut biji teh dari Jepang dibawa oleh orang Jerman, Andreas Cleyer. Pada masa itu teh belum dibudidayakan, hanya sebagai tanaman hias. Baru pada 1826, teh mulai ditanam di Kebun Raya Bogor dan berhasil. Dimulai dari situ, teh berkembang menjadi perkebunan yang besar.
Bahkan pada abad ke-19, teh di Indonesia dibawa ke Eropa untuk disajikan bagi kaum bangsawan dan kerajaan. Selain China, Jepang, dan Indonesia masih banyak negara lainnya yang memiliki kebudayaan minum teh. “Tidak akan pernah ada habisnya jika membicarakan sejarah teh,” tutur Ratna sambil tersenyum.