Bisnis.com, JAKARTA - Bak zombi, virus penyebab penyakit Herpes Zoster (HZ), varicella zoster, adalah virus yang sempat mengalami fase 'tidur' dalam beberapa tahun dan 'bangkit' kembali saat usia senja.
Virus tersebut merupakan virus yang sama dengan penyebab cacar air, karena itu penyakit HZ juga dikenal dengan shingles, cacar ular, cacar api, yaitu penyakit yang disebabkan oleh virus varicella-zoster yang aktif kembali.
Gejala virus tersebut aktif kembali dapat ditandai dengan munculnya ruam merah berisi cairan (bintil) dan biasanya disertai rasa nyeri yang menyakitkan.
Bahkan, menurut Neurolog Dr dr Andardi Suryamiharja, nyeri yang ditimbulkan dari penyakit herpes zoster (NPH) bisa menimbulkan gangguan jiwa atau depresi.
"Tingkat nyeri akut dan NPH tergolong nyeri berat, bahkan lebih nyeri dari sakit melahirkan," katanya, Kamis (27/11/2014).
Andardi mengatakan pada umumnya NPH ditandai dengan adanya warna yang memerah (ruam) pada kulit.
Berbeda dengan herpes simplex, bintil dan ruam merah yang ditimbulkan HZ, berurut berdasarkan (dermatom), artinya pola kulit yang sejajar tidak menyebar, biasanya di sisi kiri atau kanan saja.
Penderita biasanya sudah merasakan nyeri sebelum terjadinya ruam kulit (memerah), tetapi rasa nyeri itu lebih hebat, luas dan lama ketika muncul ruam kulit dan lesi kulit.
"Sebetulnya tidak fatal, tetapi sangat menyiksa sekali, mempunyai efek yang hebat dan berkepanjangan terhadap pasien, sehingga menimbulkan gangguan psikologis," katanya.
Seringkali, Andardi mencontohkan, rasa nyeri tersebut ditimbulkan oleh rangsang yang bukan nyeri atau dikenal dengan allodynia.
"Misalnya, terkena handuk atau tergesek pakaian itu kan bukan rangsang nyeri, tetapi rasa sakit yang ditimbulkan luar biasa atau chronic intractable pain," katanya.
Karena itu, HZ sangat menganggu aktivitas sehari-hari yang bisa berakibat mengurangi kualitas hidup.
Penurunan Kualitas Hidup Pakar Geriatri Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dr. Edy Rizal Wachyudi, SpPD KGer mengatakan penurunan kualitas hidup terjadi pada fisik dan psikologis penderita HZ.
Gangguan pada fisik, lanjut dia, di antaranya keterbatasan gerak, susah tidur, penurunan nafsu makan dan berat badan.
Karena itu, dia mengatakan, banyak penderita yang terserang depresi karena tidak kuat menahan rasa sakit dan terbatasanya gerak fisik.
Pada aspek psikologis, di antaranya dapat menimbulkan depresi, gelisah, tekanan emosional, susah berkonsentrasi, sehingga pada akhirnya mempengaruhi aktivitas sehari-hari.
"Sehingga menjadi kurang percaya diri, perubahan peran sosial dan penurunan aktivitas sosial," katanya.
Selain itu, lanjut Edy, gejala HZ pada usia lanjut sangat berbeda, yakni beberapa pasien mengalami serangan jantung dan sesak napas, tetapi ternyata setelah diperiksa terserang HZ.
NPH digambarkan sebagai nyeri yang masih menetap selama 3 bulan atau lebih setelah ruam kulit menghilang sampai berbulan-bulan atau menahun.
Lebih Berisiko Karena virus varicella-zoster umumnya bangkit kembali pada usia senja seiring menurunnya imunitas, maka lansia lah yang paling beririsko terhadap penyakit yang tidak bisa diprediksi ini.
Menurut Kenneth Schmader dalam bukunya "Herpes Zoster in Older Adults", 95% orang dewasa berusia di atas 50 tahun yang pernah mengalami cacar air sebelumnya, berisiko menderita HZ.
Edy menyebutkan NPH meningkat 27 kali lipat pada umur 50 tahun ke atas dan pada usia di atas 60 tahun meningkat 40%. Walaupun mendapat terapi antivirus, NPH tetap terjadi pada 10%-20% pasien HZ.
"Kelompok lansia akan mengalami`immunosenescence`, yakni suatu kondisi di mana menurunnya kekebalan tubuh pada seseorang, sehingga respon imun tubuh terhadap pertahanan infeksi kuman dan virus menurun," katanya.
Hal itu lah yang menjelaskan mengapa kelompok lansia menjadi lebih mudah terkena infeksi, bahkan sering disertai komplikasinya dibandingkan kelompok berusia muda.
Selain itu, Edy menambahkan, pada lansia berpotensi besar untuk sulit dalam melakukan pengendaliannya bila sudah terinfeksi yang akan meningkatkan angka kesakitan kelompok tersebut.
"Sehingga, nyeri pasca herpes (NPH) yang merupakan komplikasi paling umum dari herpes zoster (NPH) dapat menimbulkan luar biasa bagi pasien lanjut usia," katanya.
Dia menjelaskan pengobatan terhadap NPH tidak lah mudah dan hanya sedikit yang dilaporkan merasakan keberhasilan pengobatan.
Edy menyebutkan usia yang berisiko terkena herpes zoster mulai dari usia 50 tahun ke atas, namun tidak tertutup kemungkinan usia muda juga bisa terserang.
Dia mengatakan Indonesia merupakan negara dengan percepatan usia lanjut tertinggi di dunia sebanyak 25 juta jiwa, meskipun dari segi jumlah masih kalah dengan Tiongkok dan India.
Sementara itu, lanjut dia, salah satu indikator keberhasilan pembangunan kesehatan di suatu negara adalah meningkatnya usia harapan hidup (UHH).
Di Indonesia, UHH terus meningkat dari 66,2 tahun pada 2004, 70.6 tahun (2009) dan 72 tahun (2014).
"Dengan meningkatnya populasi lansia di Indonesia serta meningkatnya usia harapan hidup, kesehatan dan kualitas hidup lansia juga lebih menjadi sorotan, salah satu penyakit herpes zoster," katanya.
Prevalensi NPH di 13 rumah sakit pendidikan Indonesia sepanjang 2011-2013, terdapat sebanyak 593 kasus (26,5%) dari total kasus herpes zoster 2.232 kasus.
Dari jumlah tersebut 250 kasus dialami kelompok usia 45-64 tahun dan 140 kasus pada kelompok usia 65 tahun ke atas.
Medical Affairs Director MSD Indonesia Dr Suria Nataatmadja menambahkan bahwa reaktivasi HZ pada orang tua 10 kali lebih tingi dibanding usia muda.
"Diperlukan penyerapan informasi melalui sosialisasi secara luas kepada masyarakat agar kita bis amengetahui cara efektif untuk menghindarinya," katanya.
Jurus Jitu Vaksinasi Untuk mencegah virus mematikan HZ di usia lanjut, Edy menyarankan masyarakat melakukan vaksinasi. "Kami menyarankan untuk vaksinasi karena terbukti efektif dan ekonomis" katanya.
Dia mengatakan karena HZ ditimbulkan oleh virus, maka cara yang tepat untuk mencegah risiko penyakit tersebut yakni dengan vaksinasi.
"Nah sekarang bagaimana supaya tidak bangun, salah satunya dengan vaksin agar yang menurun ini (imunitas) tidak sampai curam," katanya.
Vaksinasi dilakukan pada saat tubuh fit dan optimal sesuai saran dokter yang mampu mengevaluasi kondisi tubuh pasien siap untuk divaksinasi atau tidak," katanya.
Edy mengatakan vaksin yang bernama "zostavax" itu menurut penelitian hanya bisa dilakukan sekali seumur hidup dengan biaya sekitar Rp1,8 juta.
"Kalau dibandingkan dengan risiko kesakitan yang luar biasa dengan pengobatan seumur hidup, vaksinasi itu cukup ekonomis," katanya.
Dia menilai seharusnya vaksinasi HZ difasilitasi oleh pemerintah di puskesmas-puskemas dengan (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan karena penyakit tersebut tidak mengenal status ekonomi seseorang.
Namun, Edy mengatakan vaksinasi tersebut tidak direkomendasikan pada usia muda karena daya tahan tubuh masih cukup tinggi.
Untuk itu, lanjut dia, penecegahan dini bisa dengan memperbaiki gaya hidup dengan olahraga dan pola makan sehat. "Bicara imunitas, pasti terkait dengan gaya hidup," katanya.
Edy mengatakan faktor risiko selain lansia adalah wanita, distribusi daerah oftalmik (mata), adanya ansietas, depresi, kurang kepuasan hidup serta diabetes.
Seperti pepatah lawas, "mencegah lebih baik daripada mengobati", tidak ada salahnya untuk memulai hidup sehat sejak dini, untuk menghindari penyakit-penyakit mematikan yang tidak bisa terprediksi nanti.