Bisnis.com, JAKARTA - Galeri Apik Jakarta menghadirkan pameran karya seni bertajuk Small Bites dengan menyandingkan seni lukis, sejumlah batik tulis kuno, kain tenun dan kebaya antik. Menurut Direktur Galeri Apik Rahmat, pameran kali ini memang istimewa yang juga bertepatan dengan momen Hari Kartini.
"Batik tulis itu kan dekat dengan citra wanita berkain. Bagi saya keduanya, baik lukisan maupun batik memiliki nilai seni dan budaya tinggi, karena kreativitas perancangnya yang mengagumkan, memiliki banyak arti simbol khas dan dibuat handmade," ujar Rahmat dalam rilisnya.
Pameran di Galeri Apik di kawasan Jl. Radio Dalam, Jakarta Selatan itu berlangsung hingga 25 Mei 2015. “Seluruh lukisan dan batik yang dipamerkan tidak untuk dijual,” ungkapnya.
Dia sengaja mengangkat tema Small Bites, karena lukisan yang dipamerkan seluruhnya berukuran kecil, tidak lebih dari 90 cm x 90 cm namun sebagian besar adalah karya old master (seniman ternama) dan maestro antara lain, Popo Iskandar, Nashar, Gerard Pieter Adolfs, Sunaryo, Made Wianta, Willem Gerard Hofker, Rustamadji, Arie Smit, Leo Eland, HAL Wichers, Willem Imandt, Rudolf Bonnet, Lee Man Fong dan Soedibio.
Sementara kain yang dipamerkan adalah kebaya antik, kain tenun wastra nusantara berusia 40 tahun lebih, dan koleksi batik-batik tua berusia 80 tahun lebih dari kawasan atau daerah perancang terkenal zaman itu. Batik tertua berusia 95 tahun, yaitu jenis batik tulis asli Oey Soe Tjoen dan Kopi Tutung. Kain batik dan tenun, katanya, adalah bagian dari karya seni, budaya dan desain tradisi. Hanya saja menggunakan media kain, malam, pewarna yang terkadang alami dan canting.
Dalam proses pembuatan batik, bisa memakan waktu cukup lama jika dibuat tekun seperti halnya lukisan. Lalu bagaimana dengan perbandingan lukisan dan kain batik sebagai investasi? Menurut Rahmat, dilihat dari sisi modal membeli kain batik butuh waktu lebih lama namun biaya lebih murah ketimbang lukisan, namun masih banyak kolektor salah beli tekstil printing bermotif mirip batik dikira batik tulis.
Tapi pada akhirnya, ketika kain bertambah tua dan dijual kepada kolektor batik lain, maka harganya bisa saja setara atau bahkan lebih tinggi dari lukisan tertentu akibat sangat langkanya. Menurut dia, pasar batik sangat luas dan beberapa investor kolektor negara asing seperti Jepang, Amerika, Australia dan negara ASEAN seperti Singapura dan Malaysia antusias mengumpulkannya sejak puluhan tahun lalu.
Saat ini, katanya, masyarakat belum banyak yang memandang batik sebagai barang seni dan potensi investasi namun telah ada beberapa khas batik tulis antik yang harganya di atas lukisan maestro berukuran kecil. "Ini tantangan untuk membawa batik ke tingkat internasional terutama terasa booming pasca pengakuan UNESCO terutama bagi generasi muda untuk setia melestarikannya sebagai national heritage."