Bisnis.com, JAKARTA- Beberapa data yang dirilis dari studi yang menyangkut kewirausahaan menunjukkan bahwa 90% dari total start-up mengalami kegagalan. Salah satu penyebabnya adalah kurangnya penanganan terhadap risiko-risiko yang mungkin timbul saat menjalankan usaha.
Sekeren apa pun sebuah usaha yang masih dalam taraf start-up dan business acceleration dinilai memiliki risiko kegagalan yang tinggi, meskipun sudah cukup mapan melalang buana di industrinya.
Sebagai contoh adalah kasus Valadoo. Start-up bisnis perjalanan online yang sudah beroperasi sejak 2010 itu, akhirnya memutuskan untuk menutup layanan per akhir April 2015. Padahal, perusahaan tersebut telah menjalin kemitraan strategi dengan Wego sejak 2012, dan di awal tahun ini juga melakukan merger dengan layanan social travel Burufly.
Setelah dikulik, keputusan tersebut disebabkan pendapatan perusahaan belum bisa menutupi biaya operasional yang harus dikeluarkan. Selain itu, ketergantungan Valadoo terhadap investor juga cukup menggerogoti manajemen perusahaan, karena Valadoo kerap mengikuti arah yang dituntun investor dan itu berisiko jika tidak sesuai denga visi misi perusahaan.
Biaya operasional, arus kas, dan investasi adalah beberapa hal yang patut dicermati oleh para pelaku usaha, karena memiliki risiko cukup tinggi dan berdampak terhadap kelangsungan usaha.
Untuk mengantisipasi kegagalan, diperlukan sebuah skema pengelolaan risiko usaha yang bisa diimplementasikan oleh para pelaku usaha, khususnya bagi yang masih dalam tahap awal pembentukan dan pengembangan usaha.
Adapun, manajemen risiko adalah suatu pendekatan terstruktur atau metodologi dalam mengelola ketidakpastian yang berkaitan dengan ancaman; suatu rangkaian aktivitas manusia termasuk penilaian risiko, pengembangan strategi untuk mengelolanya dan mitigasi risiko dengan menggunakan pemberdayaan atau pengelolaan sumberdaya.