Grebek Sudiro/solopos.com
Travel

Grebek Sudiro, Ceminan Hidup Harmonis Tionghoa dan Jawa

Dimas Novita Sari
Selasa, 29 Desember 2015 - 09:01
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Masyarakat Tionghoa-Jawa di Kota Solo merayakan Tahun Baru Imlek setiap tahunnya yang disebut Grebeg Sudiro.

Acara tersebut digelar pada 31 Januari-8 Februari 2016 bertempat di Kawasan Pasar Gede, Kota Solo, Provinsi Jawa Tengah, seperti yang dikutip dari Wonderful Indonesia, Selasa (29/12/2105).

Di sana, Anda dapat menikmati kesenian barongsai, tarian, pakaian tradisional, adat keraton juga kesenian kontemporer yang digelar di sepanjang Jalan Sudiroprajan.

Atraksi paling menarik dari Grebeg Sudiro adalah arak-arakan gunungan yang disusun dari ribuan kue ranjang, yaitu kue khas orang Tionghoa saat menyambut Imlek. Gunungan akan diarak di sekitar Kawasan Sudiroprajan, diikuti pawai dan kesenian Tionghoa serta Jawa. Arak-arakan tersebut akan berhenti di depan Klenteng Tien Kok Sie, di depan Pasar Gede.

Akhir dari perayaan ini ditandai dengan nyalanya lentera atau lampion berbentuk teko yang digantung di atas gerbang Pasar Gede. Penyalaan lampion juga dilakukan di tempat lainnya di kota tersebut.

Kata grebeg dalam bahasa Jawa kerap digunakan untuk menyambut hari-hari khusus, seperti kelahiran Nabi Muhammad SAW, Syawal, Idul Adha dan Suro.

Seperti perayaan lainnya di Kota Solo, Grebeg Sudiro pun ditandai dengan perebutan makanan dari gunungan. Tradisi rebutan didasari oleh falsafah jawa berbunyi ora babah ora mamah yang memiliki arti jika tidak berusaha maka tidak makan. Sedangkan bentuk gunung memiliki filosofi bahwa masyarakat Jawa senantiasa bersyukur pada Sang Pencipta.

Grebeg Sudiro membuktikan bahwa baik etnis Jawa dan Tionghoa hidup berdampingan dalam satu lingkungan yang diwarnai tradisi saling menghargai. Menjelang prosesi Grebeg Sudiro, kedua etnis tersebut saling bantu-membantu mempersiapkan ritual syukur bumi dan alam semesta ini.

Kawasan Sudiroprajan merupakan sebuah kelurahan di Kecataman Jebres, Kota Solo. Di kawasan itu, warga Peranakan Tionghoa telah puluhan tahun menetap dan tinggal berdampingan dengan masyarakat Jawa. Seiring berjalannya waktu, terjadilah perkawinan antara kedua etnis tersebut yang kemudian menciptakan generasi baru. Untuk menunjukkan akulturasi ini maka diciptakanlah perayaan Grebeg Sudiro.

Bagikan

Tags :


Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro