Ajak anak menghindari isu dan spekulasi, dan arahkan pembahasan secara singkat mengenai apa yang terjadi berdasarkan fakta-fakta yang sudah terkonfirmasi.
Health

Mencegah Trauma Anak Terhadap Terorisme

Wike Dita Herlinda
Sabtu, 23 Januari 2016 - 09:00
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Masih belum luntur dari benak bangsa Indonesia mengenai serangan teroris di jantung DKI Jakarta pada Kamis (14/1). Insiden yang juga kerap disebut tragedi Sarinah itu menyisakan berbagai respons di kalangan masyarakat.

Sebagian menanggapinya dengan sikap positif untuk membangun semangat keberanian, tapi ada juga yang melihat momentum tersebut dari sudut pandang humor. Namun, tidak sedikit juga yang menderita trauma dan paranoia akibat serangan teroris tersebut.

Tidak sedikit orang tua yang mengeluh anak-anaknya menjadi takut ke sekolah atau keluar rumah pascakejadian itu. Ada pula yang mengaku anaknya jadi sering menangis karena khawatir keluarganya akan menjadi korban aksi keji tersebut.

Di balik hiruk pikuk masyarakat dalam menanggapi kejadian di sekitar Jalan M.H. Thamrin Jakarta Pusat itu, terdapat secuplik permasalahan baru yang menggelayuti bangsa ini. Salah satunya adalah mengatasi rendahnya pengetahuan soal terorisme pada generasi muda.

Masih jarang orang tua dan guru yang membekali anak-anaknya dengan pengetahuan soal kejahatan terorisme sejak dini, dan bagaimana mencegah serta menyikapinya. Padahal, pengetahuan yang mumpuni akan menghindarkan si kecil dari trauma atau paranoia.

Menyadari hal tersebut, pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan berencana membuat panduan bagi guru dan orang tua dalam membahas kejahatan terorisme dengan siswa dan anak-anak, menyusul peristiwa tragedi Sarinah.

Mendikbud Anies Baswedan menegaskan akan menyebarluaskan panduan tersebut sesegera mungkin. Dalam situasi seperti ini, ortu dan guru perlu membantu anak-anak mencerna dan menanggapi peristiwa teror ini, katanya di Jakarta, tidak lama setelah tragedi tersebut.

Panduan tersebut terbagi menjadi dua format, yaitu petunjuk bagi guru dalam membahas terorisme dengan siswa dan bagi para orang tua dalam membicarakan terorisme dengan anak-anak mereka.

Dalam panduan itu, para guru diharapkan menyediakan waktu bicara pada siswa tentang kejahatan terorisme. [Sebab], Siswa sering menjadikan guru tempat mencari informasi dan pemahaman tentang apa yang sedang terjadi, paparnya.

Langkah selanjutnya adalah membahas secara singkat tentang apa yang terjadi. Pembahasan hendaknya meliputi fakta-fakta yang sudah terkonfirmasi, dan jangan membuka ruang diskusi mengenai rumor, spekulasi, dan isu yang belum tentu benar.

Selain itu, guru diharuskan untuk memberi kesempatan muridnya dalam mengungkapkan perasaan tentang tragedi yang terjadi. Nyatakan dengan jelas rasa duka kita terhadap para korban dan keluarganya.

Guru juga harus bisa mengarahkan amarah para siswa kepada sasaran yang tepat, yaitu para pelaku kejahatan dan bukan pada identitas golongan tertentu yang dilandaskan oleh prasangka dan rumor.

Hal yang tidak kalah penting untuk dilakukan adalah mengembalikan suasana di sekolah pada rutinitas normal. Sebab, menurut Anies, terorisme akan sukses apabila mereka berhasil memengaruhi kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia.

Ajaklah siswa berpikir posititf. Ingatkan bahwa negara ini telah melewati banyak tragedi dan masalah dengan sikap tegar, gotong royong, serta semangat persatuan dan saling menjaga, lanjutnya.

Tidak hanya itu, ajaklah para murid untuk mengapresiasi kinerja kepolisian, TNI, dan petugas kesehatan yang melayani masyarakat pada masa tragedi. Banyak-banyaklah berdiskusi tentang kesigapan dan keberanian aparat ketimbang membicarakan sisi kejahatan teroris.

PETUNJUK ORTU

Sementara itu, Anies juga menyarankan agar para orang tua terlibat aktif dalam menangani anak-anak mereka pada masa teror. Langkah pertama yang harus dilakukan adalah mencari tahu apa yang anak-anak pahami mengenai terorisme.

Ajak anak menghindari isu dan spekulasi, dan arahkan pembahasan secara singkat mengenai apa yang terjadi berdasarkan fakta-fakta yang sudah terkonfirmasi. Hindari paparan media dan medsos yang menampilkan gambar/adegan mengerikan bagi anak di bawah 12 tahun.

Selanjutnya, orang tua diharapkan dapat mengidentifikasi rasa takut yang berlebihan pada anak. Sebab, setiap anak memiliki karakternya masing-masing. Untuk itu, ortu harus menjelaskan bahwa aksi terorisme jarang terjadi, tapi semua orang tetap harus selalu waspada.

Bantulah anak mengungkapkan perasaannya terhadap tragedi yang terjadi. Bila anak merasa marah, arahkan amarah itu ke pelaku kejahatannya, bukan kepada golongan tertentu yang didasari oleh prasangka semata, tutur Anies.

Untuk menghindari paranoia berlebihan pada anak, usahakan untuk tetap menjaani kegiatan keluarga secara normal guna memberi rasa aman dan nyaman pada buah hati, dan menunjukkan bahwa aksi teror tidak mengganggu kehidupannya.

Panduan tersebut tidak hanya dikhususkan untuk menghadapi masa-masa teror, tapi penting bagi para orang dewasa untuk memberi pendampingan pada anak saat ada tragedi yang menimpa bangsa ini. Sebab, perlu diingat, kejahatan tidak hanya melulu mengenai terorisme.

Editor : Fatkhul Maskur
Sumber : Bisnis Indonesia, Minggu (24/1/2016)
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro