Bisnis.com, JAKARTA - Alergi tidak mengenal usia. Mulai dari anak-anak hingga orang dewasa bisa mengalami alergi. Namun, alergi pada anak-anak bisa menjadi sangat berbahaya jika tidak ditangani secara serius.
Di Indonesia, tingkat kesadaran alergi ini masih rendah karena dianggap belum menjadi endemik seperti penyakit berbahaya lainnya. Padahal, data dari World Allergy Organization pada 2011 menunjukkan prevalensi alergi terus meningkat dengan angka 30%-40% dari total populasi dunia.
Center for Disease Control and Prevention mencatat angka kejadian alergi meningkat tiga kali lipat sejak 1993-2006. Di Indonesia, peningkatan kasus alergi diperkirakan mencapai 30% setiap tahunnya.
Zakiudin Munasir, Konsultan Ahli Alergi-Imunologi dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, mengatakan salah satu alergi yang paling sering menimpa anak-anak di Indonesia adalah alergi terhadap protein, terutama susu sapi. Selain susu sapi, alergi protein juga bisa ditimbulkan oleh telur, kelompok crustacea seperti udang dan kepiting dan kacang-kacangan.
Salah satu penyebabnya adalah karena anak tidak diberikan ASI eksklusif pada periode 6 bulan pertama kehidupannya.
“Jika anak tidak diberikan penanganan sejak dini, alergi bisa bertambah parah karena alergi ini penyakit seumur hidup,” ujarnya.
Alergi susu memang menjadi masalah anak di banyak negara. Riset Allergy & Asthma Foundation of America menunjukkan prevalensinya mencapai 2%-5% pada tahun pertama kehidupan anak-anak. Di Indonesia, diperkirakan satu dari 25 anak menderita alergi ini.
Anak yang menderita alergi susu sapi seringkali mengalami gangguan pencernaan sehingga sulit makan. Akibatnya, banyak anak yang mengalami malnutrisi dan kekurangan gizi.
Pada usia dini,tanda-tanda reaksi alergi biasanya berupa infeksi kulit seperti ruam-ruam yang terasa gatal hingga gangguan pencernaan seperti muntah dan diare. Selain itu, sistem pernapasan juga rentan terkena dampak alergi sehingga menimbulkan penyakit asma.
Khusus untuk asma, tanda-tanda awalnya justru bisa dideteksi melalui penyakit kulit pada anak seperti eksim. Sebuah penelitian menunjukkan 4 dari 10 anak yang mengalami eksim akan menderita asma dalam perkembangannya.
Menurut Zakiudin, alergi disebabkan oleh beberapa hal seperti genetik lingkungan dan imunologi. Gaya hidup orang tua seperti merokok saat hamil, diet atau terpapar populasi juga menjadi salah satu penyebabnya.
Peningkatan penderita alergi juga disebabkan oleh ketidaktahuan para orang tua. Seringkali gejala yang ditimbulkan oleh alergi dianggap biasa sehingga akar permasalahannya tidak ditangani secara maksimal.
Selain pemberian ASI eksklusif dan pembatasan gaya hidup, alergi bisa dicegah dengan memberikan susu formula hidrolisat penuh, formula asam amino atau susu kedelai bagi bayi-bayi yang tidak bisa mencerna susu sapi biasa. Selain itu, anak juga harus mulai diperkenalkan dengan makanan padat mulai usia 6 bulan.
“Saat hamil, ibu tidak disarankan menghindari makanan yang bisa memicu alergi seperti susu sapi, kacang-kacangan, dan seafood,” paparnya.
Faktor lainnya yang bisa memicu alergi adalah operasi ceasar. Sejumlah penelitian menunjukkan anak yang lahir dengan operasi ini lebih rentan mengalami alergi di kemudian hari.
Operasi ceasar akan membuat anak kehilangan elemen penting yang hanya diperoleh melalui proses persalinan normal. Selain itu, anak membutuhkan waktu 6 bulan lebih lama untuk membentuk bakteri baik dalam sistem pencernaan yang akan memperlambat pembentukan kekebalan tubuh.