Munculnya penyair-penyair muda salah satunya ditunjukkan melalui peluncuran tiga buku pemenang Sayembara Manuskrip Buku Puisi DKJ 2015. / djk
Fashion

Penyair Muda Tawarkan Keberagaman Tema Lewat Sayembara Manuskrip

Azizah Nur Alfi
Sabtu, 14 Mei 2016 - 07:28
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Munculnya penyair-penyair muda menjadi pertanda baik bagi masa depan puisi Indonesia. Mereka menawarkan keberagaman gaya dan tema.

Munculnya penyair-penyair muda salah satunya ditunjukkan melalui peluncuran tiga buku pemenang Sayembara Manuskrip Buku Puisi DKJ 2015. Ketiga buku tersebut yakni Sergius Mencari Bacchus karya Norman Erikson Pasaribu (26) sebagai pemenang I, Kawitan karya Ni Made Purnama Sari (27) sebagai pemenang II, dan Ibu Mendulang Anak Berlari karya Cyntha Hariadi sebagai pemenang III.

Sastrawan Mikail Johani berharap besar pada tiga pemenang ini untuk kemajuan puisi Indonesia. Menurutnya, kehadiran anak muda menawarkan gaya yang lincah, tema yang berbeda, serta referensi yang luas. Alasan ini pula yang menjadi pertimbangan kuat ketiganya layak dipilih sebagai pemenang. Melalui karyanya, mereka menyuguhkan keberagaman tema yang jarang diangkat penyair terdahulu, keberagaman gaya, dan menguasai kepekaan bahasa yang kuat.

“Tiga buku ini menyajikan sesuatu yang jarang ditawarkan. Memprovokasi penyair lain, mempertanyakan kembali puisi Indonesia mau dibawa kemana,” katanya yang juga juri Sayembara Manuskrip Buku Puisi DKJ 2015.

Chynta Hariadi menulis puisi yang berangkat dari pengalamannya sebagai ibu. "Saya lebih banyak mengangkat hal-hal domestik. Orang banyak melupakan hal-hal domestik, yang sebenarnya itu merupakan sumber dari hal yang lebih besar," tuturnya saat peluncuran tiga buku puisi pemenang Sayembara Manuskrip Buku Puisi DKJ 2015.

Adapun, Purnama menyiapkan naskah Kawitan melalui proses yang panjang, sejak 2008 hingga 2015. Di dalamnya ada emosi dan suka cita, gugatan dan pemertanyaan Purnama kepada berbagai hal seperti, keluarga, bahkan iklan di surat kabar. "Kenapa di halaman koran kita menemukan satu halaman ucapan duka cita yang berdampingan dengan suka cita," katanya. 

Sedangkan Norman mengangkat kelompok yang terpinggirkan. Hal ini terlihat dari puisi berjudul Merebus Mie Instan di Ujung Pelangi, tentang waria yang menangisi sahabatnya yang terbunuh di bawah jembatan. "Hal ini menggelisahkan secara pribadi dan ini perlu dibaca banyak orang," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Azizah Nur Alfi
Editor : Setyardi Widodo
Bagikan

Tags :


Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro