Bisnis.com, JAKARTA - Dibanding film panjang yang diputar di bioskop, film pendek lebih menyajikan realita masyarakat. Masih minimnya pasar film pendek membuat sineas bebas bereksplorasi. Selera pasar bukan lagi pertimbangan utama dalam membuat sebuah karya.
Melalui film berjudul Semalam Anak Kita Pulang (2015), sutradara Adi Marsono memotret fenomena kemiskinan dan migrasi yang banyak terjadi di desa. Berbeda dari beberapa film yang lebih banyak mengangkat persoalan buruh migran. Adi justru menggunakan sudut pandang dari mereka yang ditinggalkan. Sisi yang sedikit sekali terungkap dalam film Indonesia.
Film berdurasi 13 menit ini berkisah tentang kerinduan seorang ibu akan kabar anak perempuannya yang pergi merantau. Kabar sang anak tak kunjung datang meski ibu dan bapaknya yang sudah tua renta menunggu di desa sekian lama. Waktu yang panjang tergambar dari gubug reyot pada akhir film. Adi mengatakan film ini terinspirasi dari kisah buruh migran yang seringkali tak bernasib baik.
"Realita di masyarakat ada sisi baik dan buruknya. Yang sebenarnya sebagai sineas itu adalah pilihan untuk menyampaikan realita yang mana," tutur Adi saat sesi diskusi Indonesia dalam Film Pendek di Bentara Budaya Jakarta.
Pesan toleransi dalam keberagaman pula yang ingin disampaikan sutradara Ninndi Raras melalui film Kitorang Basudara (2015). Film berdurasi 30 menit ini mengangkat fenomena sulitnya mahasiswa asal Papua ketika mencari kamar kos di Yogyakarta. Ekspresi para pemilik kos yang menolak Berto dan Roni, tokoh utama dalam film ini, seolah menunjukkan stigma negatif yang digeneralisir kepada mereka yang berasal dari Papua. Ninndi melihat fenomena ini tidak terjadi di Yogyakarta, tetapi juga di beberapa kota lain.
"Roni adalah teman dekat saya. Dan teman-teman Roni memang cukup sulit untuk dapat kos. Ini yang harus saya sampaikan ke teman-teman," imbuhnya.
Co-Founder Cinema Poetica, Adrian Jonathan Pasaribu, mengatakan film pendek Indonesia lebih mudah menangkap realita di masyarakat. Sebaliknya, realita seringkali hilang dalam film panjang di bioskop. Hal ini berlaku sebab film pendek dibuat tanpa melihat pasar, sehingga sineas lebih mudah bereksplorasi. Diketahui, pasar film pendek memang masih minim dan terbatas diputar di komunitas-komunitas.
“Jika ingin melihat wajah Indonesia sebenarnya, maka lihat film pendeknya,” ujar Adrian.