Bisnis.com, JAKARTA—Kawah Ijen di Banyuwangi, Jawa Timur menjadi salah satu destinasi wisata favorit terutama karena blue fire di perut kawahnya. Untuk dapat menikmati pemandangan di Ijen, berikut tips untuk mengunjunginya.
Salah seorang pemandu wisata, Napian, mengatakan waktu terbaik untuk mengunjungi Ijen yakni setelah Desember. Menurutnya, pada waktu ini, intensitas kabut di Kawah Ijen lebih rendah. Dengan demikian, pengunjung bisa melihat birunya danau dan blue fire tanpa terhalang kabut.
Bila kabut tinggi, katanya, blue fire hanya terlihat samar dan cenderung redup. Sementara, danau yang berada di permukaan dasarnya hanya terlihat berwarna hijau kendati sesungguhnya berwarna biru.
Namun, bila ingin menikmati Ijen dengan suasana yang lebih tenang, lebih baik tak memilih menghabiskan malam pergantian tahun di Ijen. Pasalnya, pada saat itu, Ijen berada di puncak kunjungan. Dia menyarankan agar memilih hari biasa pada Januari dan Februari agar bisa puas menikmati pemandangan.
“Waktu terbaik kunjungan itu bulan setelah Desember. Blue fire akan kelihatan jelas dan danaunya akan kelihatan birunya, bukan hijau,” ujarnya kepada Bisnis belum lama ini.
Selain itu, jalur pendakian menuju kawah cukup ekstrem bagi pengunjung yang jarang atau bahkan baru pertama kali mendaki. Sekitar 1,5 kilometer menuju kawah merupakan jalanan menanjak yang begitu curam. Napian menyarankan agar sebelum melakukan pendakian, pengunjung melakukan sejumlah aktivitas olahraga untuk meregangkan otot. Aktivitas olahraga seperti jogging, katanya, bisa dilakukan sebelum menghadapi jalur pendakian yang tertutup pasir.
“Lebih baik olahraga dulu sebelum mendaki,” katanya
Hal penting lainnya yang harus diperhatikan yakni memulai perjalanan pada malam hari. Pengunjung disarankan untuk memulai pendakian pada pukul 22.00 agar perjalanan bisa lebih santai. Sebagai gambaran, katanya, jalur pendakian menuju Kawah Ijen bisa diselesaikan dalam kurun waktu dua hingga tiga jam. Jalur tersebut termasuk jalan menanjak sepanjang 3 kilometer dan sekitar 700 meter jalan menurun menuju dasar kawah.
Jalanan menurun menuju dasar kawah ini pun tak mudah dilewati. Jalur tersebut merupakan jalur yang dibuat para penambang belerang. Jalurnya dibuat menurun melalui pecahan batu acak yang menyerupai tangga.
Tentunya, permukaannya tak akan senyaman saat berpijak pada anak tangga biasanya. Beberapa kali mungkin tinggi anak tangganya akan mudah dilewati. Lalu, beberapa meter berikutnya, begitu acak, bahkan pengunjung perlu berpikir harus menginjak batu yang mana agar tak terjatuh.
Kondisi semakin sulit bila terdapat banyak pengunjung karena pengunjung harus mengantre dan tentunya membutuhkan waktu lebih panjang. Terlebih, ketika menuruni jalur menuju perut kawah, pengunjung harus berbagi ruang dengan para penambang belerang yang mengangkut puluhan kilogram belerang. Di sisi lain, blue fire bisa dinikmati sebelum langit terang. Setelah menikmati blue fire, pengunjung bisa melanjutkan perjalanan dengan menempuh sekitar 1 kilometer dari puncak kawah untuk menikmati matahari terbit.
“Mulai perjalanan pukul 22.00, agar lebih santai,” katanya.
Hal ini penting diketahui karena menurut Napian, banyak pengunjung yang tak mengetahui medan bahkan tak mau berbagi jalan dengan para penambang belerang. Beberapa masalah seperti pengunjung yang pingsan akibat kelelahan dan tertabrak penambang belerang terjadi karena kurangnya persiapan dan pemahaman pengunjung.
TAKSI IJEN
Menariknya, baru sejak sekitar 2015, terdapat ‘taksi’ di Ijen. ‘Taksi’ di Ijen bukan seperti taksi yang beredar di jalan beraspal yakni memiliki empat roda lengkap dengan argo terpasang dan pendingin di dalamnya. ‘Taksi’ Ijen merupakan gerobak beroda empat yang pada bagian depannya terdapat dua tali penarik.
Untuk setiap taksi biasanya ditarik oleh satu atau dua orang. Khusus untuk penumpang yang memiliki bobot lebih besar, biasanya membutuhkan lebih banyak orang untuk menarik juga mendorong demi mencapai puncak kawah.
Taksi Ijen dimanfaatkan para penambang belerang untuk menambah penghasilan. Upah untuk pengangkutan belerang hanya Rp950 per kilogram pada kesempatan pertama dan Rp1.025 per kilogram untuk kesempatan berikutnya. Setiap harinya, rata-rata penambang mengangkut 70 kilogram hingga 100 kilogram sehari dalam empat kali kesempatan angkut. Alhasil, penghasilan sehari dari mengangkut belerang hanya sekitar Rp100.000 dengan medan yang berat. Sementara, biaya menarik Taksi Ijen jauh lebih dari itu.
Tarif untuk menggunakan jasa Taksi Ijen adalah Rp700.000 per orang untuk perjalanan menuju dan meninggalkan kawah. Sementara, untuk satu perjalanan dibebankan biaya Rp300.000 hingga Rp400.000. Khusus untuk sekali perjalanan, Taksi Ijen bisa mengangkut hingga dua orang dengan biaya yang lebih murah.
Napian yang pernah merasakan menjadi penambang belerang selama 10 tahun pun mengakui pekerjaan tersebut sangatlah berat. Jelas saja, jalur pendakian yang cukup membuat pengunjung yang baru pertama kali mendaki terengah-engah itu harus dilewati beberapa kali dalam sehari sambil memanggul puluhan kilogram belerang. Ketika masih menambang, belum ada gerobak di puncak kawah. Dulu, katanya, semua penambang memanggul hasil tambangnya dari dasar kawah hingga ke tempat pengepul.
“Hanya dibayar Rp950 per kilo untuk pengangkutan pertama. Kalau narik taksi ini, baru. Dulu tidak ada yang pakai gerobak. Semua dipanggul,” katanya.