Bisnis.com, PADANG—Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia meminta pemda mengoptimalkan pengembangan dan promosi sektor meeting, incentive, convention, dan exhibition (MICE) sebagai antisipasi jangka pendek penurunan okupansi hotel, akibat efisiensi anggaran pemerintah.
Ketua PHRI Sumatra Barat Maulana Yusran menyebutkan kinerja industri perhotelan di seluruh daerah mengalami penurunan signifikan akibat kebijakan pengetatan anggaran pemerintah, sebab pasar dari segmen government activity menurun drastis.
“Untuk jangka pendek MICE perlu digiatkan, sembari mengalihkan pengembangan ke sektor leasure,” katanya kepada Bisnis.com, Selasa (6/12/2016). Bahkan, imbuhnya, untuk di Sumbar kontribusi kegiatan pemerintah di sektor perhotelan masih terbilang tinggi, berkisar 40%-50% dari total okupansi.
Menurutnya, diperlukan konsolidasi antara pemerintah daerah dan sektor swasta lewat Kamar Dagang dan Industri (Kadin) untuk memprioritaskan pengembangan industri MICE di daerah itu.
Apalagi, Pemprov Sumbar sudah menunjukkan komitmen mengembangkan pariwisata yang sejalan dengan pengembangan MICE. “Arahnya sudah ada, pemerintah cukup komitmen mengembangkan pariwisata. Ini bisa sejalan dengan MICE, yang mesti harus diprioritaskan untuk menggantikan kegiatan pemerintah,” ujarnya.
Dia mengatakan kebijakan pemangkasan anggaran tahun ini diyakini bakal menyebabkan kinerja perhotelan Sumbar jauh dari target. Apalagi, persaingan industri hotel kian ketat dengan banyaknya hotel-hotel baru.
Selain MICE, Maulana juga mendorong peningkatan kunjungan leasure dengan mengoptimalkan promosi destinasi wisata daerah, dan meningkatkan pelayanan kepada wisatawan. “Salah satunya model layanan wisata one day trip. Di Sumbar belum ada sama sekali, padahal pasarnya banyak,” katanya.
Soal okupansi, General Manager Grand Zuri Padang Surni Yanti memprediksi kebijakan pemangkasan anggaran itu bisa mempengaruhi penurunan kinerja hotel hingga 15% di Sumbar. “Dampaknya sudah terasa. Bulan-bulan ini malah sepi. Saya kira penurunan bisa sampai 10% hingga 15%,” ujarnya.
Dia menyebutkan kontribusi kegiatan pemerintah terhadap pendapatan hotel di daerah itu masih cukup besar, mengingat belum maksimalnya pengembangan pariwisata untuk mendongkrak kunjungan.
Meski begitu, dia mengakui pengelola hotel juga harus lebih giat dan lebih inovatif meningkatkan layanan, guna memaksimalkan potensi sektor corporate dan leisure yang mulai tumbuh.
Adapun, tingkat hunian atau okupansi Grand Zuri Padang rata-rata masih di atas 80%. Apalagi sepanjang awal tahun okupansi hotel di bawah Zuri Hospitality Management (ZHM) itu jauh di atas target.
“Kinerja Januari –September cukup memuaskan. Cuma perkiraan kami periode Oktober hingga Desember kemungkinan lebih rendah dari capaian tahun lalu,” ujarnya.
Meski bernada pesimistis, Surni meyakini kinerja keseluruhan masih bisa melebihi 80% karena pencapaian sepanjang semester pertama dianggap bisa menutupi kelemahan di penghujung tahun ini.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) Sumbar per Oktober 2016 mencatatkan okupansi hotel di daerha itu hanya 49,57% atau lebih rendah daripada periode yang sama tahun sebelumnya 60,91%.
“Turun 11,34 poin secara yoy dari Oktober tahun lalu. Kalau dilihat dari bulan sebelumnya juga turun 2,73 poin,” kata Dody Herlando, Kepala BPS Sumbar.
Dia mengungkapkan tingginya okupansi di periode Oktober tahun lalu karena ditopang event balap sepeda Tour de Singkarak (TdS) yang tahun ini dialihkan kegiatannya ke Agustus.