Bisnis.com, JAKARTA—Pada abad 13 hingga 16, wilayah kekuasaan Kerajaan Majapahit di Nusantara berkembang meliputi Sumatra Utara hingga Maluku. Dengan armada laut yang kuat wilayah perniagaannya pun tidak terbatas di Nusantara saja, melainkan juga merambah hingga menuju Samudera Hindia.
Dominasi perdagangan Kerajaan Majapahit diberbagai daerah yang awalnya berada dikekuasaan Kerajaan Sriwijaya, berhasil menempatkan Kerajaan Majapahit sebagai pusat perdagangan baru.
Sejalan dengan perkembangan perdagangan antar Nusantara ini, lahir dan tumbuh beberapa bandar seperti Bandar Kambang Putih (di kota Tuban), dan Bandar Hujung Galuh (Surabaya).
Dalam upaya memperkenalkan kembali kejayaan kota bandar pada masa kerajaan Majapahit, House of Sampoerna (HoS) menggelar rangkaian program dengan tema “Bandar Warisan Majapahit” yang digelar pada 5 Desember 2017—7 Januari 2018.
Program tersebut dapat menjadi referensi bagi Anda yang tertarik berwisata di Surabaya dan sekitarnya sambil belajar sejarah. Lantas, apa saja yang dapat dijelajahi? Berikut rekomendasi Diyah Dwi Kurniasari, perwakilan dari HoS:
Pameran Museum “Bandar Kambang Putih“
Sebagai pusat perdagangan, Kambang Putih atau saat ini dikenal sebagai Kota Tuban, memiliki peranan penting bagi Kerajaan Majapahit yakni sebagai pusat pengumpulan komoditas dari sejumlah daerah di wilayah Nusantara, maupun komoditas yang dibawa masuk oleh pedagang asing.
Komoditas Nusantara yang menjadi daya tarik utama pedagang asing antara lain adalah pala, cengkeh, kayu manis dan lada.
Rempah-rempah yang berasal dari Nusantara bagian Timur ini masuk ke Kerajaan Majapahit dilakukan dengan cara tukar menukar dengan beras dan garam yang merupakan komoditas utama Jawa Timur.
Para pedagang asing ini mendapatkan rempahrempah dengan menukarnya dengan guci, mangkuk, dan piring keramik, kain sari dan dupa yang mereka bawa. Tidak hanya dengan tukar menukar, pedagang dari Cina telah menggunakan mata uang berupa uang Kepeng dalam proses jual beli.
Ramainya pertumbuhan perdagangan juga menumbuhkan masuknya berbagai budaya asing ke Nusantara, berbaur dengan budaya lokal. Interaksi yang terjadi antara masyarakat lokal dengan pedagang asing berdampak pada pembauran kedua budaya dalam kehidupan keseharian masyarakat.
Hal ini bisa ditemui pada motif Lokcan atau burung Hong dari Cina yang terdapat pada batik tenun Gedhog Tuban, maupun pada bentuk Kendi Susu Majapahit yang terinspirasi dari keramik yang dibawa pedagang Cina.
Sedangkan batu nisan dengan menggunakan huruf Arab yang banyak ditemukan di Tuban berasal dari pengaruh budaya Islam yang dibawa pedagang Gujarat India.
Dalam penyelenggaraan pameran museum ini HoS bekerjasama dengan UPTD Museum & Purbakala (Museum Kambang Putih) menghadirkan kurang lebih sekitar 15 koleksi yang diharapkan dapat memberikan gambaran akan kejayaan kota bandar Kambang Putih pada masa Kerajaan Majapahit atau yang saat ini dikenal dengan Kota Tuban.
Surabaya Heritage Track (SHT) “Bandar di Timur Jawa”
Pada masa kejayaan Kerajaan Majapahit, kondisi Kota Surabaya yang berperan sebagai jalur perdagangan sangat ramai hingga dijuluki sebagai “Kerajaan Niaga”. Sungai kalimas merupakan sebuah berkah yang menjadikan kota Surabaya berkembang pesat.
Hal ini dirasakan hingga masa pemerintahan kolonial Belanda. Untuk lebih mengenal peran Surabaya sebagai kota bandarserta gerbang utama Kerajaan Majapahit dan collecting center dimasa kolonial Belanda, House of Sampoerna mengajak masyarakat untuk mengenal sejarah bandar dan perkebunan di Surabaya.
Selain itu, HoS mengajak pengunjung untuk mengeksplorasi berbagai lokasi melalui program tematik tur Surabaya Heritage Track (SHT) ’Bandar di Timur Jawa’ yang diadakan setiap Selasa – Kamis.
Pada tematik tur ini, trackers akan diajak mengunjungi kawasan Kalimas Barat yang menjadi saksi kejayaan Kota Surabaya sebagai kota bandar Kerajaan Majapahit hingga terbentuknya Kota Surabaya sebagai Collecting Center di masa pemerintahan kolonial Belanda.
Fungsi Kota Surabaya sebagai pusat pengumpulan hasil bumi dan komoditas dari berbagai daerah, membuat Surabaya dipenuhi dengan berbagai macam kantor perkebunan, bandar, pabrik, gudang, sarana transportasi baik darat maupun laut.
Selain itu di kawasan Kalimas Barat trackers dapat pula melihat gudang penyimpanan milik Borsumij (Borneo Sumatra Maatschapij), dan Jembatan Petekan yang membantu masuknya kapal – kapal ke Surabaya.
Perjalanan trackers berlanjut ke kantor PTPN XI yang merupakan salah satu kantor perkebunan terbesar di masa kolonial Belanda yang dikenal dengan nama Handels Vereeniging Amsterdam (HVA). HVA mengurusi segala komoditi perkebunan dari berbagai macam daerah yang diterima di Surabaya.