Bisnis.com, JAKARTA-- Sejauh ini stigmatisasi dan pemahaman soal penyakit HIV/AIDS di tengah masyarakat masih banyak yang salah kaprah.
Beberapa stigma yang kerap muncul misalnya virus HIV/AIDS diasosiasikan sebagai penyakit karena berhubungan sesama jenis.
Padahal berdasarkan data Ditjen P2P, Kementerian Kesehatan Desember 2016 lalu, infeksi HIV dominan terjadi pada heteroseksual sebanyak 4.672 laporan, hubungan sesama jenis sebanyak 3.604 laporan, lain-lain sebanyak 2.448 laporan, dan penggunaan narkoba dengan jarum suntik sebanyak 360 laporan.
Sementara terkait dengan AIDS, jumlah kumulatif AIDS yang dilaporkan menurut jenis pekerjaan sampai dengan Juni 2016 menunjukan ibu rumah tangga justru paling banyak hidup dengan AIDS, yaitu sebanyak 11.655 orang, wirausaha sebanyak 10.565 orang, karyawan swasta sebanyak 10.488 orang, sementara pekerja seks lebih rendah sebanyak 2.818 orang.
"Ibu rumah tangga justru menjadi kelompok yang paling rentan terpapar virus ini karena perilaku seksual pasangannya," kata Tenaga Medis Klinik Angsamerah Jakarta Dokter Adyana Esti dalam diskusi di Jakarta, Kamis (9/8/2018).
Lebih lanjut, jumlah kumulatif penderita HIV di Indonesia sampai dengan Juni 2016 sebanyak 208.920 orang, sedangkan total kumulatif kasus AIDS sebanyak 82.556 orang. Infeksi HIV paling banyak terjadi pada kelompok usia 24-49 tahun, dan kelompok usia 20-24 tahun.
Guna menanggulangi hal tersebut, ARV adalah obat yang dipakai untuk menghambat aktivitas virus HIV agar tubuh orang dengan HIV/AIDS (ODHA) memiliki kesempatan untuk membangun sistem kekebalan.
Melalui pengobatan dan kontrol yang baik, lanjutnya, sangat memungkinlan ODHA memiliki pasangan dengan ODHA dan tidak tertular.
"Sampai saat ini ARV disubsidi pemerintah, akses ARV pun juga bisa sampai ke puskesmas, diharapkan semakin banyak ODHA yang mengakses ARV. Pemerintah juga perlu perlu menjaga ketersediaan ARV hingga ke pelosok,"katanya.
Baca Juga Sudah Waktunya HPP Gabah Direvisi |
---|