Usai melahirkan anak kedua sekitar 3 tahun yang lalu, Adianti Reksoprodjo mulai mengalami depresi pasca-melahirkan yang sering disebut sebagai baby blues syndrome.
Kondisi ini dipicu oleh berbagai faktor mulai dari masalah di dalam rumah tangga, kepindahannya ke rumah baru sehingga merasa asing dan seolah sendiri, belum keluarnya air susu ibu (ASI), hingga perasaan belum siap dengan kehadiran anak kedua.
“Setelah melahirkan saya membawa anak pulang ke rumah baru, sampai di sana kok berasa kayak asing. Malam itu saya sulit bisa tidur, banyak hal yang pikirkan dan semua mbulet. Besok paginya begitu melek saya nggak berhenti menangis, terus menangis sampai 3 hari,” ujarnya.
Baca Juga Saat Hoaks dan Bencana Satu Irama |
---|
Dia merasa semua masalah berputar-putar di dalam kepalanya seperti gelap dan asing. Bahkan, sempat pada saat setelah memandikan dan membersihkan pusar bayinya, sambil berurai air mata, wanita yang akrab disapa Nita ini hampir saja menenggak alkohol yang ada di tangannya.
“Aku tuh sudah hampir tiga kali percobaan bunuh diri, sempat mau minum obat tidur sebanyak-banyaknya dan nggak mau bangun lagi. Saat itu benar-benar merasa sangat depresi dan seperti nggak berharga, rasanya ingin mati saja,” tuturnya menceritakan kondisi baby blues yang dialami.
Melihat kondisinya tersebut, Nita mulai merasa ada yang tidak beres. Sempat berbicara kepada suami, sayangnya hal tersebut tidak dipahami oleh sang suami. Hal yang ada dalam pikiran suami adalah Nita sudah memiliki segalanya mulai dari rumah baru, anak yang lengkap dan sempurna, kasih sayang, dan lainnya sehingga tidak ada lagi hal yang harus dicemaskan.
Namun, tetap saja dia merasa cemas dan depresi. Akhirnya setelah mencari tahu kondisi yang dialami, Nita baru menyadari bahwa itu merupakan postpartum depression berupa baby blues syndrome.
Hal pertama yang dilakukannya adalah segera pulang ke rumah orang tua bertemu dengan orang tua, lalu pergi ke psikolog. Karena masalahnya lumayan berat, Nita disarankan ke psikiater agar diberi obat untuk mengatasi kondisinya.
“Saat ke psikiater ditawarin minum obat biar cepat sembuh tapi konsekuensinya jadi tidak bisa menyusui. Saya menolak dengan tegas karena meski mengalami baby blues saya tetap menjadi ibu yang baik dalam merawat anak, ketidakberesan hanya pada diri sendiri,” terangnya.
Baca Juga Cara Mempercepat Pelunasan KPR |
---|
Kemudian psikiater menyarankan Nita melakukan hal yang paling disukai. Sebagai seorang trainer crossfit, tentu saja dia sangat menyukai olahraga tetapi karena sedang mengasuh dua orang anak dia merasa agak kesulitan.
Apalagi saat itu belum ada tempat olahraga yang kondusif membawa bayi. Mencari di internet olahraga bersama bayi yang ada hanya yoga. Menurutnya itu kurang menantang karena dia biasa melakukan olahraga crossfit.
“Lama-lama aku jadi sibuk mencari jenis olahraga bersama bayi dan rutin melakukannya. Iseng masukin ke Instagram ternyata banyak para ibu yang juga butuh informasi tentang olahraga usai melahirkan. Saya jadi semakin bersemangat dan akhirnya lupa dengan postpartum depression itu,” ujar Nita yang kini telah memiliki sertifikat sebagai prenatal dan postnatal trainer serta pendiri Fit Mum and Bub.
Dengan berolahraga dia merasa benang kusut yang ada di dalam pikirannya mulai terurai. Apalagi ketika banyak yang membutuhkan informasi mengenai olahraga usai melahirkan. Saat itu, dia kembali merasa berharga setelah kurang lebih 6 bulan memiliki perasaan yang naik turun.
Sementara itu, psikolog Klinis Liza M Djaprie mengatakan banyak faktor yang menyebabkan seseorang mengalami baby blues. Hal paling utama adalah ketidakseimbangan hormon setelah melahirkan, ditambah lagi dengan banyaknya perubahan yang dialami ibu dengan kehadiran anggota keluarga baru sehingga perlu adanya proses adaptasi atau penyesuaian.
Kondisi ini akan semakin parah jika dipicu oleh beberapa hal lainnya, termasuk pandangan lingkungan sekitar mengenai fisik, cara ibu merawat bayi, hingga proses persalinan. Banyaknya informasi dan pandangan ini bisa membuat ibu stres dan depresi.
“Manifestasi dari baby blues ini dapat berupa insomnia, panic attack, leak of energy, gampang menangis, sensitif, hingga tidak ingin melakukan apapun,” ujarnya.
Baby blues ini menurutnya dapat terjadi dalam kurun 6 bulan hingga 1 tahun. Jika lebih dari 1 tahun dan kondisinya sudah sangat parah, ibu disarankan untuk berkonsultasi ke psikolog atau psikiater.
Berolahraga
Selain dengan berkonsultasi, olahraga juga bisa membantu. Melalui olahraga, hormon bahagia akan kembali teraktivasi. Apalagi ketika muncul keringat akan menghadirkan sugesti di dalam pikiran ibu bahwa berat badannya berkurang sehingga bisa membuatnya bahagia.
Liza mengatakan ketika seorang mengalami baby blues, ada hormon yang tidak seimbang dan pemikiran yang konslet. Jika diibaratkan di dalam pikiran tersebut banyak kabel-kabel yang konslet. Sayangnya, saat itu korsleting yang mendominasi pikiran dan perasaan seseorang sehingga menjadi stress dan depresi.
“Olahraga itu memunculkan hormon happy yang membuat rileks. Ada hormon endorfin juga yang keluar sehingga menjadi lega. Apalagi jika dilakukan bersama anak misalnya dengan memanfaatkan stroler untuk berolahraga, selain membuat happy juga meningkatkan bonding bersama anak,” tuturnya.
Selain olahraga, ibu juga dapat menumpahkan uneg-unegnya dengan curhat, kepada suami, orang tua, atau sahabat. Sebab, jika tidak dikeluarkan, semua pikiran dan perasaan tidak menyenangkan itu akan seperti air yang ketika sudah terisi banyak akan semakin menumpuk dan kemudian luber tak karuan.
Selain istri, baby blues syndrome juga dapat dialami suami karena adanya ketidakmampuan untuk beradaptasi dengan situasi baru. Liza mengatakan banyak diantara suami yang mengalami baby blues karena tidak siap untuk begadang di malam hari, merasa risih dengan hadirnya anak di tengah tempat tidur.
Selain itu, suami juga kadang merasa dirinya tidak berguna karena ketidakmampuan untuk mengatasi anak menangis atau merasa tidak mampu untuk membantu istri mengurus anak. Apalagi, lelaki juga memiliki hormon yang bisa menjadi tidak seimbang dalam situasi tertentu.
Sindrom baby blues pada suami akan lebih parah sebab yang terkena dampak bukan hanya suami tetapi juga istri berpengaruh pada ASI.