Bisnis.com, LOMBOK - Di pinggir Pantai Gili Trawangan, masih terlihat bekas reruntuhan bangunan. Pascagempa, kondisi pulau kecil di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB) ini sempat tidak berpenghuni, karena ada arahan agar semua orang meninggalkan pulau.
Saat pulau ditinggalkan tanpa banyak penghuni, penjarahan barang-barang sempat terjadi. Pada masa pemulihan ini, banyak properti yang belum selesai pembangunannya.
Hingga hari ini, Jumat (22/2/2019), di berbagai tempat di Gili Trawangan dilakukan pembangunan di atas reruntuhan. Pembersihan puing-puing juga masih berlangsung, karena keterbatasan tempat untuk membuang bekas runtuhan.
Memang menurut penuturan warga setempat, proses pembersihan ini sangat lambat.
Penyebabnya, kurangnya dukungan peralatan dan perlengkapan untuk mengangkat runtuhan. Pun, bantuan dari pemerintah untuk pembersihan dinilai lambat. Walau pada awal terjadi gempa, warga setempat, wisatawan, dan pihak kepolisian bekerja sama membereskan Gili Trawangan. Selepas itu, semuanya menjadi tanggung jawab pemilik properti.
Setengah tahun berlalu, hotel yang beroperasi di Gili Trawangan masih 50%. Beberapa di antaranya mengalami kesulitan dana untuk membangun kembali bangunan tersebut. Persoalannya ternyata terletak pada biaya pembersihan yang juga cukup tinggi, yang tidak sebanding dengan pembangunan kembali.
Mengenai kedatangan turis, gempa 7 Agustus 2018 membawa dampak besar. Dalam masa low season, kedatangan wisatawan terasa sangat lesu. Walau pada peak season, terdapat pertambahan kunjungan yang tidak signifikan.
“Sebelum gempa, kedatangan wisatawan ke pulau ini mencapai 2.000-3.000, bahkan 5.000 orang per hari, setelah gempa menjadi 900 orang per hari,” ujar Emanuel Prasodjo Adji, General Manager Aston Sunset Beach Resort Gili Trawangan.
Sesungguhnya, penurunan wisatawan sudah mulai terjadi sejak meletusnya gunung Agung di Bali. Akan tetapi, Emanuel yakin peningkatan wisatawan akan terus terjadi ke depannya. Apalagi, wisatawan mancanegara kebanyakan tidak khawatir dengan bencana alam.
Khususnya turis dari Eropa, menurut Emanuel, tidak ambil pusing sehingga cenderung masih datang ke Gili Trawangan. Mereka justru lebih mengkhawatirkan serangan teroris ketimbang bencana alam.
“Kalau wisatawan domestik tampaknya masih trauma,” ungkapnya.
Doughlas (30) dan Rebecca (30), sepasang turis asal California Amerika Serikat yang tengah berlibur di Gili Trawangan menuturkan bahwa mereka tidak mengkhawatirkan bencana alam.
“Bencana alam bisa terjadi di mana saja dan kapan saja, jadi tidak masalah,” kata Doughlas.
Dia justru mengatakan bahwa Gili Trawangan perlu bangkit dengan membangun infrastruktur yang lebih baik dan tahan gempa.
Turis yang sudah berkeliling Asia Tenggara ini bercerita bahwa negara asalnya juga kerap terjadi gempa, tetapi telah diantisipasi dengan baik oleh pemerintah melalui program pengurangan bahaya gempa strategis Amerika.
Ditemui terpisah, Deputi Pengembangan Pemasaran II Kementerian Pariwisara RI mendorong agar para wisatawan mancanegara maupun domestik untuk kembali berwisata ke Lombok.
"Dunia perlu tahu bahwa Lombok sudah kembali normal," katanya optimistis.
Kalau turis asing saja sudah kembali ke Gili Trawangan, mengapa kita tidak? Yuk datang kembali ke Gili Trawangan!