Bisnis.com, JAKARTA -- Rumitnya perizinan serta biaya yang tinggi menjadi sebab minimnya produksi film internasional dilakukan di Indonesia hingga saat ini. Padahal, Indonesia memiliki banyak potensi untuk menjadi lokasi syuting film-film bertaraf internasional.
Deputi Hubungan Antar Lembaga dan Wilayah Bekraf Endah Wahyu Sulistianti mengatakan, produser film dari luar negeri kerap mengalami kendala karena belum ada badan yang khusus menangani servis syuting di Indonesia. Padahal, badan semacam itu jamak ditemukan di negara-negara lain.
“Indonesia itu satu-satunya negara di ASEAN yang belum mempunyai Komisi Film yang melayani shooting location service. Jadi kalau misalnya produser atau sutradara film internasional mau syuting di wilayah-wilayah di Indonesia, itu selalu digunakan secara manual persiapannya,” tutur Endah kepada Bisnis, Senin (11/3/2019).
Komisi Film di negara lain memiliki wewenang memberi insentif terhadap produksi film yang berlangsung di sana. Insentif yang diberikan beragam, mulai dari pengurangan pajak, pemberian fasilitas transportasi atau akomodasi, hingga subsidi ongkos pembuatan film.
Di Indonesia, badan serupa baru bisa ditemukan di 5 daerah. Komisi Film Daerah (KFD) dapat dijumpai jika pembuat film hendak berproduksi di Yogyakarta, Banyuwangi, Siak, Bojonegoro, dan Bandung.
KFD di 5 daerah itu berhak memberi intensif kepada pembuat film dalam maupun luar negeri. Kehadiran mereka dipercaya bisa meningkatkan minat produser untuk melakukan syuting di daerah-daerah terkait.
“Buat daerah ini jadi semacam jendela pariwisata, karena siapapun yang syuting kan otomatis daerahnya dipromosikan,” tuturnya.
Menurut Endah, selama ini pembuat film kerap disulitkan oleh ribetnya birokrasi untuk menjalani proses produksi di Indonesia. Tak hanya itu, pegiat industri perfilman juga tak jarang harus menghadapi preman-preman di lokasi syuting agar bisa menjalani pekerjaan dengan lancar.
“Kalau pemda sudah membuat KFD, dengan sistem satu pintu itu semua diurus mereka. Jadi nggak ada lagi tuh, kan dulu ada cerita dari produser ‘masa sih kita mau syuting harus nongkrong dulu sama preman baru dapat izin.’ Kan hal-hal begitu sangat bisa dihindari,” ujarnya.
Dikutip dari Pedoman Pembentukan Komisi Film milik Bekraf (2018), KFD dibentuk untuk mengintegrasikan perizinan lokal, memetakan potensi daerah, mempermudah pembuatan film, mendorong promosi daerah, menggerakkan perekonomian daerah, dan memicu pengembangan kebijakan, infrastruktur, serta fasilitas perfilman.
Bentuk KFD di setiap daerah bisa berbeda-beda. Komisi Film bisa berbentuk Unit Pelaksana Teknis (UPT), Badan Layanan Umum Daerah (BLUD), Badan Daerah, kerja sama antara Pemda dan swasta, atau murni milik privat.