Bisnis.com, JAKARTA—Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes) mencatat jumlah kejadian demam berdarah sepanjang 2019 mencapai 16.692 kasus. Dari seluruh jumlah kejadian tersebut, 90% di antaranya menjangkiti anak-anak. Korban meninggal akibat demam berdarah mencapai 169 orang.
Tingginya angka kejadian demam berdarah pada anak menunjukkan kurangnya upaya pencegahan terhadap penyebaran nyamuk Aedes aegypti yang dapat mengisap darah kapan saja. Sayangnya, upaya pencegahan ini tidak akan berhasil secara masif apabila masih sebagian orang saja yang peduli.
“Mungkin kita sudah melakukan upaya pencegahan di rumah kita, tetapi hal ini tidak akan begitu efektif kalau tetangga atau lingkungan sekitar kita tidak melakukan hal yang sama,” kata dosen Fakultas Kedokteran Hewan IPB Upik Kesumawati.
Dia menganjurkan agar program pemberantasan nyamuk sebaiknya dilakukan bersama dengan kesepakatan di lingkungan tempat tinggal sehingga upaya pencegahan DBD lebih efektif.
Upaya menekan penyebaran demam berdarah membutuhkan keterlibatan semua pihak. Alangkah baiknya jika pemberantasan nyamuk dilakukan secara kolektif atau bersama.
“Kita bisa mengajak tetangga atau warga di lingkungan kompleks untuk bersama-sama memerangi nyamuk,” kata Upik.
Penyebaran penyakit DBD melalui nyamuk juga sangat luas, khususnya bila orang yang terinfeksi adalah orang yang mobile dari satu tempat ke tempat lainnya. Itulah sebabnya, penyakit DBD dapat menyebar luas.
Nyamuk dapat membawa infeksi pada orang lain setelah pernah mengisap darah orang yang terinfeksi sebelumnya. Belum lagi jika nyamuk tersebut bertelur, larvanya tersebut otomatis sudah membawa virus.
DBD biasanya menyebabkan terjadinya demam disertai sakit kepala, kulit kemerahan, dan nyeri otot. Walau memang tidak semua penderita mengalami gejala umum yang sama. Infeksi dengue tidak selalu menimbulkan gejala yang berat. Namun, pada kasus yang berat, penderita DBD harus dibawa ke rumah sakit sesegera mungkin.