Warga membaca buku koleksi taman baca masyarakat Gelaran Jambu di Monumen Simpang Lima Gumul, Kediri, Jawa Timur, Jumat (24/3) malam./Antara
Fashion

Sesungguhnya, Minat Baca Tinggi tapi Suplai Buku Kurang

Tika Anggreni Purba
Kamis, 11 April 2019 - 11:49
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA—Suatu sore di Pulau Bawean Jawa Timur, para ibu mengobrol di saung depan rumah. Tadinya kegiatan di bawah atap bale-bale yang disebut dhurung itu hanyalah seputar bergosip dan bercengkerama dengan tetangga pada sore hari. Tetapi, sejak kehadiran tim pengajar muda dari Indonesia Mengajar di sana, dhurung kini dijadikan taman baca.

“Dari pada sekadar ngobrol atau menggosip, pengajar muda menginisiasi kegiatan baru di dhurung, yaitu membaca,” kata managing director Indonesia Mengajar Haiva Muzdaliva.

Pencetusan taman baca dhurung itu tidak hanya mengajak anak-anak untuk membaca tetapi juga kalangan orangtua.

Kehadiran pengajar muda di berbagai desa terpencil di Indonesia sedikit banyak mendorong perubahan minat baca masyarakat. Haiva pun mencontohkan perubahan yang terjadi di Banggai Sulawesi Tengah.

“Pada awalnya taman baca hanya tumbuh di desa yang kami kirimkan pengajar muda, tetapi ternyata taman baca itu menular ke desa-desa lain yang bukan daerah penempatan Indonesia Mengajar,” katanya.

Bahkan, di kabupaten tersebut, setiap desa yang memiliki taman baca melakukan rotasi atau perputaran buku dari satu taman baca ke taman baca lainnya.

Tetapi, poinnya bukan saja soal kehadiran pengajar muda, tetapi tumbuhnya taman-taman baca yang menandakan bahwa orang Indonesia memiliki minat membaca.

 Haiva mengatakan bila dilihat dari perjalanan Indonesia Mengajar sejak 2010, terlihat bahwa minat membaca masyarakat Indonesia sebenarnya cukup tinggi.

Menurut penilaiannya ukuran minat baca Indonesia menjadi rendah bukan karena orang yang malas membaca, tetapi karena tidak cukup suplai buku yang bisa dibaca.

Persoalan taman baca di daerah pun bukanlah minat baca yang rendah namun tidak adanya buku-buku baru untuk menggantikan buku lama.

“Tantangannya adalah suplai buku ke daerah itu yang kurang, ini juga yang membuat masyarakat jadi ‘kurang’ membaca,” ujar Haiva lagi.

Stigma Malas Membaca

Ketua Umum Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI) Rosidayati Rozalina juga sepakat dengan temuan Haiva dan kawan-kawan di lapangan. Menurutnya, salah satu persoalan yang menimbulkan stigma malas baca di Indonesia adalah karena akses buku yang belum luas.

“Itulah sebabnya kehadiran komunitas membaca di berbagai titik di Indonesia merupakan jalan untuk membuka akses buku bagi masyakarat,” kata Rosidayati.

Selain akses, Rosidayati menilai harga dan kualitas buku juga ternyata mempengaruhi minat masyarakat untuk membeli buku.

Ketika pameran atau bazar buku murah dilakukan terbukti sangat banyak orang yang datang membanjiri pameran. Artinya orang Indonesia senang dengan buku murah. Tingginya minat masyarakat pada bazar buku murah menunjukkan bahwa sebenarnya orang Indonesia mau membaca.

Menurut dia, sejauh ini sudah ada inisiatif dari pemerintah khususnya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk melakukan berbagai gerakan literasi. Pemerintah juga telah menggratiskan biaya kirim buku setiap tanggal 17 ke seluruh Indonesia.

“Pengiriman buku gratis itu cukup membantu dalam meningkatkan suplai buku dan minat masyarakat juga,” kata Haiva lagi.

Penulis Sidik Nugroho memandang bahwa minat membaca masyarakat Indonesia sebetulnya sudah mulai membaik. Hal ini, menurut Sidik, terjadi karena tumbuhnya penerbit-penerbit kecil di berbagai daerah.

“Kalau dulu penerbitan di Indonesia dikuasai penerbit besar, sekarang tidak lagi. Banyak penerbit yang kecil dan berdana minim, tetapi mereka bisa membidik segmen pembaca yang benar-benar sesuai dengan buku terbitannya,” ujar penulis buku misteri ini.

Saat ini, masyarakat di daerah tidak bisa mengandalkan toko buku saja. Itulah sebabnya kehadiran penerbit kecil, komunitas literasi, dan taman baca cukup membawa pengaruh terhadap persebaran buku di Indonesia.

Minat baca ini yang harusnya dipupuk oleh berbagai pihak. Pemerintah, masyarakat, penulis, komunitas, maupun pemangku kepentingan lainnya diharapkan dapat saling bergandengan tangan untuk meningkatkan literasi di Indonesia.

“Akhirnya memang semua pihak harus bergerak bersama, ada semangat bersama untuk meningkatkan literasi,” kata Rosidayati.

 

Editor : Nancy Junita
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro