Bisnis.com, JAKARTA - Ketua IDI Kota Jayapura dr.Samuel Basso mengakui hingga kini pihaknya masih menunggu adanya laporan dari masyarakat atau lembaga terkait dampak yang ditimbulkan bagi pengidap AIDS yang mengonsumsi "Purtier Plasenta".
"Hingga saat ini belum ada laporan sehingga IDI belum bisa mengambil langkah konkrit terkait penggunaannya," kata dr. Samuel saat jumpa pers terkait digunakannya Purtier Plasenta sebagai pengganti ARV bagi pengidap AIDS di Jayapura, Kamis seperti dikutip Antara.
Jumpa pers yang difasilitasi Dinas Kesehatan Papua dihadiri Kepala Dinas Kesehatan Papua dr.Alosius Giay, Ketua IDI Kota Jayapura dr. Samuel Basso, KPAD Papua dr.Anthon Motte, Kabid Penindakan BPOM Papua Buyung dan Robert Sihombing perwakilan LSM serta kepala Balai AIDS, Tubercle Bacillius (TB) dan Malaria Dinkes Papua dr.Berry Watori.
Dikatakan, purtier plasenta yang berbahan dasar plasenta rusa itu hingga kini belum mendapat ijin edar termasuk dari BPOM dan belum ada literatur yang menyatakan bisa menyembuhkan AIDS.
Karena itu pihaknya berharap agar penggunaan purtier plasenta tidak lagi diberikan kepada pengidap AIDS dan bagi penderita diminta tetap mengkonsumsi ARV.
“ARV satu-satunya obat yang diakui WHO sebagai obat yang harus dikonsumsi pengidap AIDS seumur hidupnya,” kata dr. Samuel Basso seraya menambahkan, setiap bulannya pemerintah mengalokasikan dana Rp 2 juta untuk pengguna ARV dan diberikan secara gratis.
Bila ada yang melaporkan maka IDI akan menindak lanjutin dengan melakukan penyelidikan dan bila terbukti akan dikenakan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku, khususnya terhadap anggota IDI yang terlibat, kata dr.Basso.
Sementara itu dr. Anthon Motte dari KPA Papua mengaku hingga kini tidak ada pembahasan resmi di KPA Papua terkait pemberian purtier plasenta kepada pengidap AIDS.
“Sampai saat ini belum ada pembahasan tentang penggunaan purtier plasenta karena KPA Papua yang baru dilantik masih fokus ke pembenahan internal,” kata dr.Motte.
Jumlah pengidap HIV/AIDS di Papua tercatat 40.805 orang dan terbanyak tersebar di Kabupaten Nabire sebanyak 7.436 kasus, kemudian Kota Jayapura 6.765 kasus menyusuk Kabupaten Jayawijaya 6.242 kasus.